Rezim Assad dan Pemberontak Suriah Perang, Hamas Bela Siapa?
Iran bersama dua sekutunya, Hizbullah Lebanon dan Houthi Yaman, telah mendukung Hamas selama perangnya melawan Israel lebih dari setahun terakhir.
Kini, Iran dan Hizbullah menyatakan dukungannya untuk rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad yang kembali berperang melawan pasukan pemberontak. Lantas, bagaimana sikap Hamas terhadap perang saudara Suriah?
Juru bicara yang juga anggota Biro Politik Hamas, Basem Naim, mengatakan kepada Newsweek bahwa kelompok perlawanan Palestina tersebut tidak akan memihak dalam perang saudara di Suriah.
"Itu bukan pertempuran kami," kata Naim.
"Pertempuran kami adalah melawan pendudukan Zionis, dan tujuan utama kami adalah membebaskan negara kami dari kolonialisme," katanya lagi, yang dilansir Newsweek, Jumat (6/12/2024).
"Kami mendoakan yang terbaik bagi Suriah, stabilitas dan kemakmuran, dan agar masalah internal diselesaikan melalui dialog dan atas dasar kemitraan nasional," imbuh Naim.
"Karena satu-satunya penerima manfaat dari pertempuran dan ketidakstabilan internal adalah Zionis," paparnya.
Hamas dan Israel telah terlibat dalam perang terpanjang dan paling mematikan sejak kelompok perlawanan Palestina itu melancarkan serangan mendadak terhadap negara sekutu Amerika Serikat tersebut pada 7 Oktober 2023.
Konflik telah meluas selama 14 bulan terakhir, di mana Iran dan faksi-faksi koalisi Poros Perlawanan-nya melakukan serangan terhadap Israel dari berbagai front, termasuk Lebanon, Irak, Suriah, dan Yaman.
Namun, saat gencatan senjata dicapai antara Israel dan Hizbullah di Lebanon pekan lalu, kelompok pemberontak Suriah; Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang dicap sebagai "jihadis" dan Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki melancarkan serangan mendadak terhadap pasukan pemerintah Suriah, dan sejauh ini telah merebut sebagian besar kota Aleppo.
Kelompok pemberontak juga mengumumkan pada hari Rabu bahwa mereka telah merebut kota Hama.
Assad, seorang pendukung Poros Perlawanan yang telah dibantu oleh Iran dan Rusia selama 13 tahun perang saudara di negaranya, telah berjuang untuk mengatur kembali garis pertahanan dalam menghadapi kemajuan pesat dari pihak oposisi.
Panglima Militer Iran Mayor Jenderal Mohammed Hossein Baqeri mengadakan panggilan telepon pada hari Selasa dengan para pejabat tinggi militer dari Irak, Rusia, dan Suriah dalam upaya untuk mengoordinasikan upaya untuk mendukung pemerintah Suriah yang tengah berjuang.
Ia menuduh adanya komplotan Amerika-Ibrani yang terkoordinasi untuk melemahkan Suriah, sekutunya, dan Poros Perlawanan, menurut media Iran, menggemakan posisi milisi Gerakan Nujaba Irak, yang juru bicaranya mengatakan kepada Newsweek pada hari Sabtu akan membantu Assad.
AS dan Israel sama-sama membantah terlibat langsung dalam peristiwa di Suriah tetapi baru-baru ini melakukan serangan terhadap faksi-faksi Poros Perlawanan yang mereka anggap mengancam kepentingan rezim Zionis.
"CENTCOM tidak terlibat dalam situasi yang sedang berlangsung di Suriah Utara," kata seorang pejabat pertahanan AS kepada Newsweek, mengacu pada Komando Pusat AS.
"CENTCOM selalu memiliki hak yang melekat untuk membela diri di mana pun dan kapan pun diserang. Perlindungan terhadap anggota layanan kami di mana pun adalah yang terpenting, dan kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan yang tepat untuk membela mereka atau untuk menanggapi pada waktu dan tempat yang kami pilih," paparnya.
CENTCOM mengumumkan pada hari Selasa bahwa mereka telah menghancurkan beberapa sistem persenjataan di Suriah timur sebagai tanggapan atas apa yang dikatakan sebagai serangan roket terhadap pasukan AS di sekitarnya.
Pasukan AS telah dikerahkan ke Suriah selama hampir satu dekade untuk mendukung Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi, yang terkadang bentrok dan bersekutu dengan pemerintah Suriah tetapi menganggap serangan pemberontak terbaru sebagai ancaman terhadap posisinya.
Menanggapi pertanyaan Newsweek selama jumpa pers virtual pada hari Selasa, seorang pejabat Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan: "Kami benar-benar memantau apa yang terjadi di Suriah dan kami waspada terhadap itu."
"Itu bukanlah sesuatu yang saat ini menjadi ancaman bagi kami, tetapi kami harus menyadari apa yang terjadi dan memantaunya," lanjut pejabat militer Zionis tersebut.
"Sebelum peristiwa ini dimulai, kami beroperasi untuk mencegah Iran mempersenjatai Hizbullah lagi melalui Suriah, sebelum 7 Oktober, sejak 7 Oktober, dan kami akan terus melakukannya karena kami memahami bahwa Iran mungkin ingin mempersenjatai kembali Hizbullah untuk Suriah."
Sementara itu, Hizbullah menyatakan akan membantu pemerintah Suriah memerangi para "jihadis" dan meminta negara-negara Arab untuk mendukung Damaskus dalam pertempurannya.
“Agresi terhadap Suriah disponsori oleh Amerika dan Israel,” klaim pemimpin Hizbullah Naim Qassem, seraya menambahkan: "Kaum Islamis selalu menjadi alat mereka sejak 2011, ketika masalah itu dimulai di Suriah.”