Warga Beijing Keluhkan Perubahan Ibu Kota yang Makin Sepi
HONG KONG – Warga Beijing mengeluhkan kondisi ibu kota China tersebut, yang dinilai mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir. Beberapa wilayah di Sanlintun dan Wang Fujing yang dulu ramai dan merupakan pusat perbelanjaan kini menjadi sepi dengan banyak toko yang tutup, begitu juga dengan Shimao Tianjie dan Galaxy Soho.
Jalan Wangfujing merupakan salah satu daya tarik wisata di Beijing. Banyak turis domestik dan internasional berlalu-lalang di jalan ini, yang dipenuhi toko pakaian, perhiasan, sepatu, jam tangan, suvenir, hingga restoran. Menurut keterangan di situs VisitBeijing.com.cn, terdapat sekitar 600 ribu orang yang mengunjungi Wangfujing Street pada setiap harinya.
Beberapa mal besar juga hadir di Jalan Wangfujing, di antaranya Oriental Plaza, Xin Dong An Plaza, dan Beijing Department Store. Hadir juga sejumlah toko teh dan herbal tradisional China. Salah satu yang kerap menjadi perhatian turis adalah toko herbal Yong’an tang Herb Store. Toko ini dibangun masa Pemerintahan Yongle Dinasti Ming (1368-1644 M).
Deretan mal, restoran, dan toko-toko tradisional seolah menjadi magnet bagi para pengunjung dalam dan luar negeri. Menurut keterangan di situs VisitBeijing.com.cn, terdapat sekitar 600 ribu orang yang mengunjungi Wangfujing Street pada setiapcharinya.
Dilansir Hong Kong Post, Sabtu, (23/11/2024), kondisi di sepanjang Jalan Lingkar Kedua Beijing dilaporkan terlihat suram dengan banyak orang yang menganggur menghabiskan hari-hari mereka di sana menunggu datangnya pekerjaan kasar untuk memnuhi kebutuhan hidup.
Keluhan itu disampaikan oleh warganet Beijing dalam sejumlah unggahan yang menggambarkan kondisi ibu kota, yang menurut mereka, “tidak pernah sesedih sekarang”.
Selama akhir pekan, restoran-restoran di Beijing biasanya selalu dipenuhi antrean panjang warga yang menunggu untuk makan siang. Namun, sekarang tempat itu kosong dan sepi.
"Saya tidak menyangka Zhongguancun, Beijing akan begitu tertekan dalam 10 tahun. Saya pergi ke Haidian untuk wawancara hari ini dan terkejut melihat bagaimana daerah yang dulu ramai itu telah menghilang setelah meninggalkan stasiun kereta bawah tanah. Saya tidak melihat banyak orang berbelanja. Banyak toko tutup karena mobil ditutup dan Jalan Shibao sudah tidak ada. Saya hanya melihat beberapa bar makanan ringan dan minimarket," kata seorang warganet di Weibo.
"Saya tidak tahu mengapa keadaan seperti ini sekarang. Kesan saya tentang Beijing 10 tahun lalu tidak seperti sekarang,” tulis seorang warganet di Weibo.
Resesi Parah
Seorang warga Beijing bernama Wang Lee mengatakan kepada wartawan bahwa ekonomi nasional saat ini sedang dalam resesi parah bahkan ibu kota Beijing telah menjadi sepi kosong dan tak bernyawa tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Segalanya tidak lagi baik, kecuali bagi pegawai negeri yang memiliki sejumlah uang.
Dilansir BBC, upaya membangkitkan ekonomi Beijing pasca pandemi Covid-19 dengan penciptaan lapangan pekerjaan melalui pemberian izin pedagang kaki lima, yang diusulkan Perdana Menteri Le Keqiang pada 2020 ditolak mentah-mentah oleh Presiden Xi Jinping, yang menganggap perdagangan tradisional seperti kaki lima"tidak higienis dan tidak beradab."
Banyak tempat di Beijing yang telah dibagi secara artifisial seperti sekolah yang dulunya melambangkan keterbukaan, sekarang Universitas Tsinghua, Universitas Peking, universitas lain, sekolah menengah pertama dan sekolah dasar semuanya tidak dapat diakses untuk masyarakat umum.
Sanlitun, sebuah distrik terkenal di Beijing yang dulu dikenal sebagai Pusat Mode Beijing — dan bahkan di level nasional — dengan berbagai restoran, pesta makan malam, selebriti, kru film, kini tidak terlihat sama. Pada 2023, banyak bar dan restoran di Sanlintun ditutu karena lokasi tersebut menjalani renovasi besar-besaran yang ditujukan untuk revitalisasi.
Efek Ekspatriat
Berkurangnya ekspatriat dan orang asing di Beijing juga dinilai turut mendorong perubahan pada ekonomi dan suasana ibu kota.
Menurut data sensus China pada 2020, jumlah ekspatriat di Beijing menurun hingga 42 dalam 10 tahun terakhir, dari 107,445 orang to 62,812 orang. Penurunan ini disebabkan sejumlah faktor, termasuk berkurangnya kesempatan kerja, tingginya biaya hidup, menurunnya insentif finansial, hingga polusi, demikian dilansir ExpatFocus.
Penurunan tajam jumlah ekspat ini berdampak terutama pada wilayah Liang Maqiao, yang menjadi tujuan orang asing dan lokasi berkumpulnya pada ekspatriat. Daerah itu kini tidak terlalu ramai, terutama pada malam hari, tanpa banyak kios yang buka, penjual, fotografer, atau pengamen jalanan.
Ekonomi China yang tengah mengalami inflasi turut berdampak pada kondisi Beijing saat ini dan menutup pesona ibu kota tersebut. Pemerintah China telah meluncurkan berbagai langkah sejak September untuk memacu aktivitas ekonomi, termasuk pemangkasan suku bunga dan pelonggaran pembatasan pembelian rumah. Namun, para analis tetap berhati-hati, dengan menunjukkan bahwa langkah-langkah tersebut tidak memiliki rencana implementasi yang terperinci dan belum menghasilkan dampak yang diinginkan pada pertumbuhan ekonomi.