Waswas Perang Dunia III, Adu Nekat Rusia vs AS Gunakan Bom Nuklir
Dunia internasional semakin khawatir perang Rusia-Ukraina benar-benar akan berubah menjadi Perang Dunia III.
Ancaman penggunaan senjata nuklir bahkan gencar disuarakan Rusia dan Amerika Serikat—pendukung utama Kyiv.
Pada Selasa lalu, Presiden Vladimir Putin resmi meneken doktrin nuklir baru Rusia menjadi undang-undang.
Doktrin nuklir Rusia adalah serangkaian pedoman yang diikuti negara tersebut mengenai kapan dan bagaimana ia dapat menggunakan senjata nuklir.
Aturan-aturan ini membantu menguraikan keadaan di mana Moskow akan mempertimbangkan untuk menggunakan persenjataan nuklirnya.
Doktrin baru tersebut menyatakan bahwa Rusia dapat menggunakan persediaan senjata nuklirnya yang besar jika menghadapi agresi yang secara serius mengancam kedaulatan atau integritas teritorial negara tersebut.
Secara teori, kondisi itu telah terjadi setelah Ukraina mulai menyerang wilayah Rusia dengan rudal-rudal jarak jauh pasokan Amerika Serikat dan Inggris; ATACMS dan Storm Shadow.
AS dan Inggris bungkam soal pemberian izin Ukraina menggunakan rudal jarak jauh mereka untuk menyerang wilayah Rusia. Namun, laporan media-media AS menyatakan Presiden Joe Biden sudah memberikan izin kepada Ukraina untuk menyerang wilayah Rusia dengan misil ATACMS—tindakan yang memicu kecaman banyak pihak, terutama dari tim Presiden terpilih AS Donald Trump.
Ancaman Nuklir Rusia
Jauh hari sebelum meneken doktrin nuklir baru Rusia, Putin telah mengeklaim bahwa senjata nuklir Rusia lebih canggih daripada senjata nuklir AS dan menekankan bahwa "senjata dibuat untuk digunakan".
Dalam pidatonya hari Kamis, Putin mengancam akan menyerang fasilitas militer negara-negara yang mengizinkan senjatanya digunakan Ukraina untuk menyerang wilayah Rusia.
Dia menjanjikan respons tegas terhadap setiap agresi. “Kami akan menentukan target selama pengujian lebih lanjut dari sistem rudal terbaru kami berdasarkan ancaman terhadap keamanan Federasi Rusia,” kata Putin.
"Kami percaya bahwa kami memiliki hak untuk menggunakan senjata kami terhadap fasilitas militer negara-negara yang mengizinkan senjata mereka digunakan terhadap fasilitas kami," lanjut pemimpin Kremlin tersebut, seperti dikutip dari Russia Today, Jumat (22/11/2024).
Menurut Putin, Amerika Serikat telah merusak sistem keamanan internasional dan meningkatkan risiko konflik global.
Dia menekankan bahwa Moskow selalu mendukung resolusi damai dan siap menyelesaikan semua masalah yang diperdebatkan.
“Tetapi kami juga siap untuk perkembangan apa pun. Jangan ragukan itu, akan selalu ada respons,” katanya.
Pada hari yang sama, Rusia menggempur pabrik rudal Ukraina di Dnipro dengan rudal hipersonik Oreshnik yang misterius.
Saking dahsyatnya misil tersebut, Angkatan Udara Ukraina dan Presiden Volodymyr Zelensky sempat mengira bahwa Rusia telah menggunakan rudal balistik antarbenua (ICBM) untuk pertama kalinya dalam perang.
ICBM merupakan platform pembawa hulu ledak nuklir dan penggunaannya merupakan ancaman senjata nuklir secara terselubung.
Namun, Putin mengonfirmasi bahwa Oreshnik bukanlah ICBM melainkan rudal hipersonik balistik jarak menengah atau IRBM.
Dengan mengadopsi doktrin nuklir baru, Rusia kini leluasa untuk meluncurkan perang nuklir jika mau melakukannya.
Data dari International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN), Rusia saat ini masih menjadi pemilik senjata nuklir terbanyak di dunia, yakni 5.889 hulu ledak.
AS Pun Siap Perang Nuklir
Ketika Rusia mengadopsi doktrin nuklir baru, Amerika Serikat (AS) tak mau kalah. Washington blakblakan menyatakan siap perang nuklir.
Juru bicara Komando Strategis (STRATCOM) AS Laksamana Muda Thomas Buchanan mengatakan Amerika siap menggunakan senjata nuklir jika perlu, tetapi hanya akan melakukannya dengan syarat yang dapat diterima bagi negara dan kepentingannya.
Berbicara di acara Project Atom 2024 di Center for Strategic and International Studies, Buchanan mencatat bahwa kondisi seperti itu menyiratkan bahwa AS akan terus memimpin dunia.
"Jika kita harus melakukan pertukaran, maka kita ingin melakukannya dengan syarat yang paling dapat diterima oleh Amerika Serikat, yaitu mempertahankan posisi di mana AS sebagian besar dipandang sebagai pemimpin dunia," kata Buchanan, seperti dikutip dari Anadolu.
Laksamana tersebut mencatat bahwa jika terjadi potensi pertukaran nuklir, AS akan berusaha mempertahankan sebagian persenjataannya untuk pencegahan berkelanjutan.
“Kita harus memiliki kapasitas cadangan. Anda tidak akan menghabiskan semua sumber daya Anda untuk menang, bukan? Karena dengan begitu Anda tidak akan memiliki apa pun untuk dicegah pada saat itu,” kata Buchanan.
Pada saat yang sama, dia menekankan bahwa AS tidak ingin berada dalam lingkungan yang akan mengikuti pertukaran serangan nuklir, dan berusaha menghindari skenario semacam itu.
Laksamana tersebut mendesak dialog yang sedang berlangsung dengan Rusia, China, dan Korea Utara untuk mengurangi risiko konflik nuklir, seraya menambahkan bahwa senjata nuklir adalah senjata politik.
Data International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN) AS memiliki 5.224 hulu ledak nuklir.
China telah mendesak kedua pihak untuk menahan diri. Kini, Rusia dan AS harus dialog jika tak ingin dunia ini hancur oleh perang nuklir mereka.