Negaranya Krisis Populasi, Pria Jepang Ini Ingin Punya 54 Anak dan Jadi Dewa Pernikahan
SAPPORO – Seorang pria Jepang telah menyatakan ambisinya untuk menjadi ayah dari 54 anak, dengan tujuan untuk memecahkan rekor sejarah sebagai ayah dengan anak terbanyak di Jepang.
Ryuta Watanabe, saat ini tinggal di Hokkaido, di Jepang utara, bersama tiga dari empat "istrinya" dan dua dari 10 anaknya. Tak satu pun dari pernikahan mereka diakui secara resmi berdasarkan hukum Jepang, karena poligami adalah ilegal di negara tersebut. Sebaliknya, hubungan ini menyerupai nikah siri menurut hukum adat.
Watanabe, yang menjadi berita utama karena struktur keluarganya yang tidak konvensional, telah menerapkan gaya hidup uniknya dan berbagi aspirasinya di berbagai media Jepang, serta di saluran YouTube, Reiwa no Tora CHANNEL.
Pria berusia 36 tahun itu mengatakan dia ingin memposisikan dirinya sebagai "Dewa Pernikahan", menurut media lokal.
Al-Azhar soal Israel Bunuh Yahya Sinwar: Mati demi Palestina Adalah Kehormatan Tak Tertandingi
“Saya ingin memiliki 54 anak sehingga nama saya akan tercatat dalam sejarah,” kata Watanabe kepada Shueisha Online. Dia merujuk pada Tokugawa Ienari, seorang shogun abad ke-19 dari zaman Edo Jepang yang diduga menjadi ayah dari 53 anak dengan 27 wanita berbeda.
Gaya hidup Watanabe telah menarik perhatian karena pendekatannya dalam mengelola hubungannya. Dia berganti-ganti pasangannya, dilaporkan melakukan hubungan seksual 28 kali seminggu.
"Kadang-kadang saya membuat kesalahan dalam rotasi dan melewatkannya, tapi istri saya mengatakan kepada saya, 'Hari ini bukan saya,'" katanya kepada outlet tersebut, sebagaimana dilansir Newsweek.
Meski mendapat banyak kritik tentang gaya hidupnya, Watanabe tetap tidak terpengaruh. Dia mengatakan dia terus bertemu wanita baru melalui media sosial dan saat ini memiliki dua pacar di luar empat hubungan utamanya.
“Selama kita saling mencintai secara setara, tidak akan ada masalah,” ujarnya.
Dia mengatakan kepada Shueisha Online bahwa meskipun pernikahan pertamanya, yang terjadi ketika dia berusia 19 tahun, adalah sah, namun berakhir dengan perceraian setelah dua tahun.
Watanabe mengenang bahwa pada saat itu ia tidak ingin menikah lagi, atau mempunyai anak lagi "karena itu mahal dan sulit." Namun, pola pikirnya berubah ketika ia menginjak usia 30 tahun.
Rumah tangga Watanabe beroperasi dengan cara yang berbeda dari norma-norma tradisional. Meski sudah lebih dari satu dekade ia tidak mempunyai pekerjaan konvensional, Watanabe mengatakan ia berkontribusi dengan menangani tugas-tugas rumah tangga dan mengasuh anak-anak.
Penghasilannya terutama berasal dari gaji pasangan-pasangannya, tampaknya ditambah dengan penghasilannya dari penampilan di media dan saluran YouTube-nya.
“Saya berhenti menerima bantuan kesejahteraan, jadi saya memutuskan untuk terjun ke media dan mencari uang. Saya tahu poligami akan menjadi topik hangat,” katanya.
Pengeluaran rumah tangga dilaporkan berjumlah sekira 914.000 yen (sekira Rp94 juta) setiap bulan, yang dibagi di antara pasangannya. Watanabe memuji para pasangannya yang mendukung usaha medianya, dan meluangkan waktu cuti untuk membantunya bila diperlukan.
Kabar tentang Watanabe muncul di saat Jepang sedang mengalami krisis populasi parah karena penurunan angka kelahiran bayi dan semakin banyaknya penduduk usia tua. Bahkan populasi Jepang diperkirakan mengalami penurunan satu juta penduduk setiap tahunnya.
Para peneliti khawatir Jepang akan menjadi sebuah negara dengan masyarakat yang “super tua”. Penduduk Jepang diproyeksikan turun dari 125 juta jiwa yang tercatat saat ini menjadi hanya 87 juta penduduk pada 2060, dengan hampir setengahnya berusia 65 tahun ke atas.