Ceh Daud Kala Empan, Penyair Gayo yang tak Berhenti Bersyair

Ceh Daud Kala Empan, Penyair Gayo yang tak Berhenti Bersyair

Gaya Hidup | portalaceh.inews.id | Minggu, 25 Agustus 2024 - 02:00
share

TAKENGONiNewsPortalAceh.id- Gayo merupakan salah satu suku yang mendiami wilayah tengah Provinsi Aceh, mereka memiliki tradisi kesenian unik yang disebut Didong, Didong merupakan perpaduan antara tari, vokal, dan sastra, didong biasanya berbentuk kumpulan dan pemimpin kumpulan tersebut disebut sebagai Ceh.

Dataran tinggi tanoh Gayo banyak memiliki pelaku seni yang handal di bidangnya masing-masing, salah satu pelaku kesenian Didong legendaris yang masih dimiliki negeri antara adalah Awan Daud Kala Empan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ceh Dut Kala Empan.

Nama Kala Empan sendiri diambil dari sebuah nama di salah satu perkampungan di Kabupaten Bener Meriah Kampung Kala Empan, inilah yang mendasari Ceh Dut Kala Empan membentuk sebuah kelop (kumpulan) yang bernama Kala Empan pada tahun 1969.

Beliau lahir pada tahun 1953 di Kampung Simpur, Kecamatan Mesidah, Kabupaten Bener Meriah, ketika ditanya belah atau marga, ia hanya menjawab bahwa ayahnya berasal dari Blang Kejeren dan ibunya berasal dari Isaq.

Pada tahun 1971 ia memulai karir sebagai ceh bersama kelop Kala Empan.

Daud Kala Empan juga mulai mendapatkan perhatian dari masyarakat melalui karya pertamanya yang berjudul “Inen Mayak Pangan Kule” dalam bahasa Indonesia berarti pengantin baru yang dimakan harimau.

Karangannya tersebut berdasarkan pada kejadian nyata di wilayah Ise-Ise, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah sekitar tahun 68-an.

Dalam perjalanan dunia seni dan syair-menyair, karya yang ia lahir kan sudah tidak terbilang lagi.

Dalam wawancara yang dilakukan bersama beliau, ia mengklaim telah menciptakan lebih dari 115 judul syair lagu dan didong.

Karya yang mudah dipahami dan penuh dengan makna, ia mengangkat isu sosial, asmara, adat, serta sejarah dan nasehat untuk masyarakat Gayo sendiri.

"Terkadang saya sedih melihat berita-berita di tv, banyak dengan tragedi, apa yang saya lihat, itu bisa menjadi sebuah karya karangan sastra," katanya.

Banyak dari karangan beliau yang booming di era saat ini, seperti denie, mayang serungke, inen mayak pangan kule, kriting salon dan masih banyak lagi, bahkan lagu dan karangannya pun juga sering dicover oleh penyanyi popular daerah seperti Sakdiah, salah satu karyanya yang tak kalah penting adalah ”Kriting Salon”.

Torehan prestasi dan penghargaan pun sudah banyak ia raih, beliau pernah mendapat penghargaan dari anggota MPR RI kala itu yang bernama Farhan Hamid usai pentasnya di Senayan, ia berujar mendapat penghargaan tersebut dari Farhan Hamid di dua tempat, Dayan Dawoed dan di Mes Time Ruang, Takengon.

Kini sang legenda sudah berumur 71 tahun, ia bersama istrinya tinggal di Jalan Lukup Badak (Belang Bebangka), di atas mejanya terdapat sebuah buku karya hasil karanganya, ia melanjutkan kehidupan dengan usaha warung kopi.

Ketika ditanya apakah anda akan melanjutkan diri dalam berkarya, ia menjawab, tentu iya, karna jiwa pengarang, penyair dan penyiar bukan pelawak, telah tertanam dalam diri saya.

 

"Saya akan terus menyair dan bersyair, saya akan terus menghasilkan karya, karya itu akan saya sampaikan ke orang ramai." tegasnya.

Sampai sekarang ia tetap mengumandangkan syairnya bersama grup didong Biak Cacak Aseli yang berasal dari Kampung Paya Pelu, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah.

Topik Menarik