Kisah Inspiratif Irawati Puteri, Mantan SPG Chicken Nugget yang Diterima di Stanford
JAKARTA, iNews.id - Pendidikan cara terbaik untuk mengubah nasib dan menapaki jalan menuju kesuksesan. Hal itu yang dipegang teguh oleh Irawati Puteri, mantan Sales Promotion Girl (SPG) suatu produk chicken nugget.
Perempuan 24 tahun tersebut, harus bekerja sebagai SPG karena telah didapuk menjadi tulang punggung keluarga sejak SMA, saat ia notabene baru berusia 16 tahun. Ia menjalankan berbagai pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, yakni mengajar les private dan menjadi SPG di berbagai macam acara.
Kepada iNews.id, Ira, sapaan akrabnya mengaku tumbuh dari keluarga dengan kesulitan ekonomi yang luar biasa. Ayah dan ibunya bekerja serabutan untuk menghidupi Ira dan kedua adiknya.
Namun, ayahnya selalu mengajarkan kepada Ira bahwa seseorang tidak boleh menyalahkan kondisi. Sebab, selalu ada jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi.
Kami tidak mampu, literally orang miskin banget. Tapi papaku ngajarin \'kalau tidak bisa menari, jangan menyalahkan lantai.\' Kita harus bangkit dan nggak boleh nyalahin kondisi. Dari dulu kami idealis, meskipun tidak punya uang, tetap ingin sekolah di tempat yang terbaik, kisahnya saat berbincang dengan iNews.id baru-baru ini.
Kami percaya, hanya pendidikan yang bisa mengubah nasib. Alhamdulillahnya dari SD sampai SMA, aku selalu dibantu keringanan dan beasiswa. Pun demikian, aku tetapharus menyaksikan adikku putus sekolah, karena kondis kkeuangan kami. Di situlah aku mulai mengajar. Hidupku sangat terbantu oleh pendidikan. I want to pay it forward, sambung dia.
Kisah Inspiratif Perjuangan Irawati Puteri
Saat duduk di bangku sekolah menengah atas, Ira mendapatkanpotongan biaya sangat besar berkat prestasinya. Ira bekerja sampingan sebagai SPG dan sering mengikuti berbagai perlombaan akademik, awalnya untuk mendapatkan uang. Tapi keikhlasannya membawa Ira ke tempat yang lebih baik.
Bekerja sebagai SPG sendiri telah dilakoni Ira selama beberapatahun. Bahkan, pekerjaan itu ia jalani sambil mempersiapkan ujian masuk PTN, yakni SBMPTN dan SIMAK UI.
Viral Video Detik-Detik Diduga Liam Payne Jatuh dari Lantai 3 Hotel, Netizen Curiga Bunuh Diri
Awalnya, keputusan menjadi SPG dijalani Ira untuk menambah uang mengikuti bimbingan belajar (bimbel). Sayang, ia tetap tidak bisa mengikuti bimbel, karena gajinya harus dipakai untuk membayar kontrakan.
Tak putus asa, Ira pun memanfaatkan waktu luangnya selama menjadi SPG dengan membaca buku saku untuk persiapan ujian. Hal itu dilakukan demi bisa lulus masuk PTN.
Dulu aku berbekal baca buku pocket yang warna kuning, beli Rp50.000 kalau nggak salah harganya. Saat teman-teman bimbel dengan nyaman, aku belajar di stall chicken nuggetku, sambil ngelayanin customer, curi-curi waktu. Dulu di PRJ dari jam 6 pagi sampai 12 malam beres panggung artis, ujar Ira.
Tak langsung istirahat, usai bekerja ia lanjut membali belajar menggunakan bukunya hingga tengah malam. Kemudian, bangun pagi untuk bekerja embali.
Kuliah di FH UI
Beruntungnya, Ira pun dinyatakan lolos di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran melalui jalur SBMPTN dan FakultasHukum Universitas Indonesia di SIMAK UI. Ira pun memutuskan untuk kuliah di UI karena jarak yang lebih mudah ditempuh dan ramah di kantongnya.
Keputusannya memilih FH UI juga tidak disengaja. Hal itu karena ia sempat menjadi best speaker dalam perlombaan debat di FH UI dan mendapatkan hadiah uang.
Dulu aku ikut debat dari SMA biar dapat uang. Jadi ikut lombadan walau nggak menang, tapi aku jadi best speaker. Kebetulan aku pas itu nggak ada uang untuk daftar SIMAK UI dan dapat uangnya dari lomba itu, jadi pas daftar pilih itu, kisahnya.
Jadi bukan karena aku punya background keluarga yang kuliah di bidang hukum atau apapun. Atau karena ngejar jadi pengacara dari awal. Semua nggak disengaja. Tapi aku pertimbangkan lebih jauh bahwa, dengan kuliah hukum, aku bisa berperan konkret dalam membereskan isu-isu ketidakadilan structural, ucapnya.
Ira pun menempuh pendidikan di FH UI selama 4,5 tahun. Di sana, prestasinya semakin cemerlang dengan mengikuti berbagai perlombaan debat hingga dipercaya menjadi ketua debat hukum di organisasi debat FH UI.
Perempuan yang saat ini bekerja sebagai Legal dan Policy Manager dahulu terus mengumpulkan uang dengan bekerja sebagai guru les private dan pelatih debat. Ia dipercaya untuk mengajar debat pada anak-anak. Berkat hal itu, Ira pun bisa menyekolahkan adiknya yang sempat putus sekolah.
Bali Siap Jadi Pusat Perhatian Dunia, King Of Kuta Skateboarding Contest 2024 Janjikan Aksi Memukau
Ngajar debat itu dari 2018. Tiba-tiba muridku banyak banget, lebih dari 100 dan dari sekolah internasional semua. Itu ngebantu perekonomian aku, bisa memperbaiki ekonomi keluarga dan nyekolahin adik kuliah, tutur Ira.
Hebatnya lagi, di semester 6 Ira juga ditawari pekerjaan full time di sebuah law firm. Ia pun mulai bekerja di semester 7 hingga akhirnya lulus S1 di awal tahun 2020.
Diterima S2 di Stanford
Tak puas sampai di situ, Ira memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang S2. Tak main-main, ia bahkan memilih Stanford University di Amerika Serikat untuk kuliahnya.
Ia pun dinyatakan lolos di jurusan International Comparative Education and International Education Policy Analysis. Jurusan tersebut diketahui hanya menerima 20 orang per angkatan dari seluruh dunia, bahkan belum pernah ada perwakilan Indonesia di sana.
Ira pun sempat tidak berekspektasi apa-apa dengan pilihannya tersebut. Namun, dewi fortuna berpihak kepadanya dan menyatakan Ira lolos dalam penerimaan S2 di Stanford University.
Satu angkatan 20 orang dan nggak pernah ada orang Indonesia. Bahkan ditulis mostly US Students di sana. Nggak ada ekspektasi apa-apa. Pas pengumuman ada perasaan udah pasti nggak keterima, jadi nggak usah sedih tapi tulisannya congratulation jadi aku bengong, nggak nyangka sampai di titikini, ucap dia.
Ira pun berencana untuk membangun pendidikan dalam negeri dengan membuat kebijakan pendidikan yang lebih menyentuh masyarakat marjinal.
Jadi sudah terbentuk mindset, dulu aku berhasil mengubah nasibku lewat pendidikan, bersekolah di tempat terbaik dan jadi lengajar. Sekarang, aku mau pay it forward, ucapnya
Bagaimana caranya menggabungkan keilmuan aku di bidang hukum untuk membuat education policy yang berkualitas, paham konsep ketidakadilan dan kemiskinan struktural, multidisiplin, research-based dan bisa menyentuh sampai dengan ke akar rumputnya. Aku memutuskan lintas jurusan untuk S2, tutup dia.