Candi Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus, Bukti Akulturasi Budaya Eropa dan Lokal

Candi Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus, Bukti Akulturasi Budaya Eropa dan Lokal

Gaya Hidup | netralnews.com | Rabu, 17 Agustus 2022 - 11:41
share

YOGYAKARTA, NETRALNEWS.COM - Menurut penuturan Albertus Sartono, SS., salah seorang ahli cagar budaya kabupaten Bantul, keberadaan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus di Ganjuran kecamatan Bambanglipuro, Kabupeten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan gereja Hati Kudus Tuhan Yesus tidak bisa dilepaskan dari peran keluarga Schmutzer, keluarga pertama penganut Katholik di Ganjuran.

Dibangun oleh Schmutzer bersaudara pada tahun 1927 dan terletak persis di depan rumah keluarga Schmutzer. Tujuan dari pembangunan candi tersebut adalah sebagai monumen atas keberhasilan pabrik gulanya (Gondang lipuro) yang lolos dari krisis keuangan yang melanda dunia saat itu. Saat itu, banyak pabrik gula yang bangkrut namun parik gula keluarga Schmutzer dapat bertahan.

Selain sebagai monumen ungkapan syukur atas kejayaan pabrik gula, monumen ini juga dibuat sebagai ungkapan iman Schmutzer kepada Hati Kudus Tuhan Yesus dalam bentuk kebudayaan Jawa.

"Peletakan batu pertama pembangunan Candi Ganjuran dilakukan pada tanggal 26 Desember 1927, oleh Mgr van Velsen, SJ. Pada waktu itu juga dilakukan pemberkatan patung Hati Kudus kecil yang ditanam di dalam," demikain seperti dikutip dari laman gerejaganjuran.org.

Masih berdasar sumber yang sama, menurut L. van Ryckeversel, SJ yang menyaksikan upacara peletakan batu pertama pembangunan candi Hati Kudus Tuhan Yesus, ia meyebutkan bahwa upacara tersebut bertepatan dengan hari jadi perkebunan tebu yang ke-65.

Peringatan tersebut dirayakan dengan pesta yang meriah. Kemeriahan tersebut tidak hanya didasarkan atas kehadiran Mgr. van Velsen sebagai pemimpin upacara, namum dilihat dari maksud yang luhur dari pesta tersebut.

Maksud luhur yang ingin disampaikan Schmutzer selaku pemilik perkembunan tebu adalah ingin mengingatkan peranan Kristus Raja di kalangan perkebunan tebu di Ganjuran.

Pada waktu itu di Negeri Belanda sudah banyak di dirikan monumen untuk menghormati Hati Kudus Tuhan Yesus, tetapi di sini (Ganjuran) belum ada. Oleh karena itu dibangun monumen berbentuk candi bercorak Hindu-Budha-Jawa yang direncanakan oleh Dr. J Schmutzer.

Dikatakan juga dalam kesaksian tersebut bahwa upacara tersebut sekaligus merupakan ungkapan rasa terima kasih atas limpahan berkat Hati Kudus Tuhan Yesus bagi daerah ini, yang selama bertahun-tahun telah menderita kekurangan.

Dicontohkan pada tahun 1882, perkebunan ini mengalami krisis dan diikuti situasi rawan selama 25 tahun berikutnya. Situasi tersebut disebabkan adanya persaingan dengan berbagai perkebunan tebu lain di tanah Jawa. Oleh karena itu, monumen candi didirikan sebagai tanda syukur atas perlindungan Hati Kudus Tuhan Yesus.

Bersamaan dengan pembangunan candi tersebut terdapat peningkatan taraf hidup masyarakat dilihat dari adanya gereja kecil, asrama anak-anak putri dan sekolah-sekolah yang jumlah muridnya kurang lebih 500 anak.

Berdasarkan penuturan dari Abertus Sartono, SS., atas rasa syukur keluarga ini juga mendirikan klinik 1921 yang kemudian berkembang menjadi rumah sakit Santa Elisabeth Ganjuran pada tahun 1930. Mereka juga mendirikan 12 sekolahan di Ganjuran dalam radius 10 km. Dan pada tahun 1926 dan tahun 1930 mendirikan dua sekolahan khusus puteri.

Pendirian candi HKTY bertepatan dengan 60 tahun berdirinya pabrik gula Gondang lipuro. Candi HKTY merupakan satu-satunya Candi yang didirikan pada abad ke-20 pada tahun 1927. Bergaya Hindu Jawa Tengah, tanpa ornamen apa pun di dinding candi, pada kemuncaknya tidak dihiasi padma tetapi dihiasi dengan tanda salib yang diletakkan pada batu.

Candi dilengkapi dengan sebuah bilik yang didalamnya terdapat patung Tuhan Yesus dalam format atau berbusana Jawa. Hal ini dikarenakan keluarga Schmutzer mengadopsi atau mengakulturasikan kebudayaan katolik dengan budaya lokal.

Candi dilengkapi juga dengan anak tangga menuju bilik yang jumlahnya 9, sebagai simbol mengekang hawa sanga atau sembilan lubang yang melambangkan nafsu manusia.

Selanjutnya, di sebelah barat candi terdapat 9 kran air yang keluar dari candi-candi kecil yang bisa disebut candi perwara. Sembian kran air ini menjadi bagian dari difusi doa novena kepada Hati Kudus Tuhan Yesus. Doa novena dilakukan sembilan kali dalam waktu yang sama oleh seseorang yang melakukan doa. Air dari kran tersebut didapatkan dari sumber mata air yang ada di bawah candi.

Di luar candi terdapat dinding panel berjumlah 15, dalam radisi katholik disebut dengan pasi yang biasanya dibuat dalam jumlah 14, tetapi di Ganjuran ini berjumlah 15 yang menceritakan tentang kesengsaraan Tuhan Yesus ketika ditangkap dan diadili sampai meninggal atau wafat. Yang ke-15 di area candi di ganjuran ini menggambarkan kenaikan Tuhan Yesus ke surga.

Dalam bilik candi terdapat patung Tuhan Yesus bergaya/berpakaian Jawa yang kemudian bergelar " Sampeyan Dalem Sang Maha Prabu Jesus Pangeraning Para Bangsa" yang artinya Tuhan Yesus sebagai raja seluruh bangsa yang ada.

Selain patung Tuhan Yesus, di dalam gereja juga terdapat patung Bunda Maria dengan busana Jawa yang diberi nama Dijah Marijah Iboe Gandjoeran.

Karena bangunan candi ini bersifat unik dan menjadi bangunan satu-satunya, dan dari hasil pengkajian oleh Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Bantul, ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya.

Pengkajian ini memperhatikan nilai-niai penting diantaranya nilai penting kesejarahan yang terkait dengan kolonialisme Belanda, pendirian gereja, dan pabrik gula Gondanglipuro.

Nilai penting berikutnya adalah nilai penting agama, yang mana candi tidak bisa dilepaskan dari keberadaan gereja dan masih digunakan hingga saat ini oleh masyarakat, kususnya untuk melakukan doa novena.

Nilai penting yang lain adalah nilai ilmu pengetahuan, khususnya di bidang arsitektur dan antropologi. Selain itu juga memiliki nilai penting di bidang kebudayaan, karena menunjukkan adanya akulturasi budaya religi Katholik dengan budaya lokal.

Tak jauh berbeda dengan apa yang dipaparkan dalam TACB Bantul, 2020. Disebutkan bahwa Candi Hati Kudus Tuhan Yesus didirikan oleh keluarga Schmutzer sebagai tanda syukur atas kesuksesan dan rahmad Ilahi yang tercurah bagi keluarga.

Candi berada di dukuh Ganjuran Sumbermulyo Bambanglipuro Bantul dan dengan titik koordinat 49- X: 425005 Y: 9123782. Peletakan batu pertama dilakukan tanggal 26 Desember 1927 oleh Mgr. Van Velsen SJ (uskup Batavia) bertepatan dengan peringatan 60 tahun sejak didirikannya pabrik gula. Setelah peletakan batu pertama, dilakukan pula pemberkatan patung Hati Kudus Kecil yang akan dimasukkan ke dalam candi.

Pada tanggal 11 Februari 1930 Uskup Mgr. Van Velsen SJ datang lagi untuk memberkati dan meresmikan candi. Peresmian dihadiri oleh pra imam, seluruh pemimpin religius, serta umat katholik dari berbagai daerah di Jawa. Peresmian ini bertepatan dengan tanggal penampakan Ibu Maria di Lourdes.

Dalam peresmian dilakukan puji syukur karena telah terbebas dari krisis moneter yang melanda dunia, serta sebagai penyerahan bumi Nusantara kepada Hati Kudus Tuhan Yesus.

Penyatuan gaya lokal dan tradisi gereja Katholik menjadi tanda bahwa gereja menghargai budaya masing-masing bangsa. Gereja merangkul semua bangsa.

Hingga kini candi gereja masih dalam kondisi utuh dan terawat baik. Pintu Candi gereja terbuat dari kayu berdaun dua dan selalu dibuka sebagai tempat berdoa (TACB Bantul, 2020).

Penulis: Wahyudi Azharief

Ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Yogyakarta

Referensi :

TACB Bantul, 2020, Pusparagam Cagar Budaya Kabupaten Bantul 2016-2019, Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul, Yogyakarta

https://www.gerejaganjuran.org/, diakses pada tanggal 16 Agustus 2022 Pukul 10.30 WIB.

Wawancara dengan Albertus Sartoo, SS., anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Bantul

Topik Menarik