Jangan Sampai Salah Langkah! ICMI Ingatkan Risiko Digitalisasi Perpajakan
SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, tengah berupaya meningkatkan kepatuhan pajak melalui digitalisasi.
Pada 7 Januari 2025, dibentuklah Komite Percepatan Transformasi Digital Perpajakan. Namun, ICMI mengingatkan akan potensi risiko yang perlu diwaspadai.
Ulul Albab, Akademisi Universitas Dr. Soetomo dan Ketua ICMI Orwil Jawa Timur, memberikan pandangannya.
"Tujuannya sederhana namun krusial: meningkatkan kepatuhan pajak dengan bantuan teknologi digital," ujar Ulul Albab.
Ia menjelaskan bahwa digitalisasi bertujuan membangun sistem perpajakan yang lebih transparan, adil, dan efisien. Fokus utamanya, seperti yang dijelaskan Mari Elka Pangestu dan Menteri PANRB Rini Widyantini, adalah penerapan Digital ID, digital payment, dan data exchange.
Ulul Albab mengakui bahwa kerumitan administrasi pajak selama ini menjadi penyebab rendahnya kepatuhan. "Banyak wajib pajak kebingungan tentang apa yang harus dilaporkan atau dibayar," katanya.
Digitalisasi diharapkan mampu mengatasi kerumitan administrasi pajak melalui tiga pilar utama.
Pertama, Digital ID untuk pendaftaran wajib pajak yang akurat dan aman. Kedua, digital payment guna mencegah kebocoran dana selama proses pembayaran, dan ketiga, data exchange antar lembaga pemerintah untuk mempermudah verifikasi dan validasi data, sehingga meminimalisir potensi kecurangan.
"Tidak ada lagi ruang untuk kecurangan," tegasnya.
Ketiga pilar ini, menurut Ulul Albab, saling berkaitan dan akan membentuk sistem perpajakan yang lebih efisien dan transparan. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur dan kemampuan adaptasi masyarakat.
Oleh karena itu, transformasi digital perpajakan ini membutuhkan perencanaan yang matang dan komprehensif. Selain penyiapan infrastruktur teknologi yang memadai, pemerintah juga harus fokus pada edukasi dan pelatihan bagi masyarakat untuk memastikan seluruh lapisan masyarakat dapat beradaptasi dengan sistem baru ini.
Hanya dengan pendekatan yang holistik dan inklusif, digitalisasi perpajakan dapat mencapai tujuan utamanya: meningkatkan kepatuhan pajak dan membangun sistem perpajakan yang lebih adil dan efisien bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu, Menteri Keuangan telah meluncurkan coretax, sistem perpajakan digital yang dimulai dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Namun, ICMI melalui Ulul Albab mengingatkan beberapa tantangan krusial.
Pertama kesenjangan digital. "Tidak semua warga negara memiliki akses teknologi yang memadai," kata Ulul Albab. Pemerintah harus memastikan digitalisasi inklusif dan mengatasi kesenjangan digital.
Kedua, keamanan data. "Isu kebocoran data sangat mengkhawatirkan," ujar Ulul Albab. Pemerintah wajib menjamin keamanan dan kerahasiaan data pribadi wajib pajak untuk membangun kepercayaan masyarakat.
"Meskipun potensi manfaatnya besar, digitalisasi bisa membuat pajak lebih mudah diakses dan lebih adil, dengan pelayanan yang lebih cepat dan efisien," kata Ulul Albab.
Untuk itu ICMI menekankan pentingnya kehati-hatian. "Kepatuhan pajak adalah tujuan utama," tegasnya.
Akademisi Unitomi ini menuturkan, digitalisasi bukanlah solusi instan, melainkan proses bertahap yang membutuhkan perencanaan matang dan edukasi publik.
"Pemerintah perlu menyiapkan infrastruktur digital publik yang mumpuni," tuturnya.
Ulul Albab menyimpulkan, suksesnya transformasi ini akan menghasilkan sistem perpajakan yang lebih baik, transparan, dan adil, meningkatkan iklim bisnis, dan memperkuat daya saing Indonesia.
Namun, ia mengingatkan agar hati-hati dengan kemudahan, karena kemudahan kadang datang dengan tantangan.
"Peringatan ini menjadi penting agar digitalisasi perpajakan tidak malah menciptakan masalah baru," tandasnya.