Harga Minyak Mentah Naik 6 Persen dalam Sepekan, Ini Pendorongnya
NEW YORK, iNews.id - Harga minyak mentah naik dalam perdagangan sepekan, dengan Brent menguat 5 persen dan West Texas Intermediate (WTI) melesat 6 persen. Kenaikan Brent merupakan yang tertinggi sejak 22 November, sementara WTI menyentuh level teratas sejak 7 November.
Melansir Reuters, kenaikan ini terjadi di tengah ekspektasi bahwa sanksi tambahan terhadap Rusia dan Iran dapat memperketat pasokan minyak mentah. Selain itu, suku bunga yang lebih rendah di Eropa dan Amerika Serikat (AS) dapat meningkatkan permintaan bahan bakar.
Pada perdagangan hari Jumat (13/12/2024), harga minyak mentah ditutup pada level tertinggi dalam tiga minggu, dengan Brent naik 1,08 dolar AS atau 1,5 persen di 74,49 dolar AS per barel. Sementara, WTI AS naik 1,27 dolar AS atau 1,8 persen ke level 71,29 dolar AS per barel.
Sebelumnya dikabarkan bahwa para duta besar Uni Eropa sepakat untuk mengenakan paket sanksi ke-15 terhadap Rusia minggu ini atas perang di Ukraina, yang menargetkan armada tanker bayangannya. AS sedang mempertimbangkan langkah serupa.
Inggris, Prancis, dan Jerman mengatakan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa mereka siap jika perlu untuk memicu apa yang disebut 'snap back' dari semua sanksi internasional terhadap Iran untuk mencegah negara itu memperoleh senjata nuklir.
Sementara itu, data China pada minggu ini menunjukkan impor minyak mentah di negara pengimpor utama dunia itu tumbuh setiap tahun pada bulan November untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan.
Harga minyak diperkirakan akan tetap tinggi hingga awal 2025 karena para penyuling minyak memilih untuk meningkatkan pasokan lebih banyak dari eksportir utama Arab Saudi, yang tertarik dengan harga yang lebih rendah, sementara para penyuling minyak independen bergegas menggunakan kuota mereka.
Badan Energi Internasional (IEA) meningkatkan perkiraannya untuk pertumbuhan permintaan minyak global tahun 2025 menjadi 1,1 juta barel per hari (bph) dari 990.000 bph bulan lalu, dengan mengutip langkah-langkah stimulus China.
IEA memperkirakan surplus minyak untuk tahun depan, ketika negara-negara non-OPEC+ akan meningkatkan pasokan sekitar 1,5 juta bph, didorong oleh Argentina, Brasil, Kanada, Guyana, dan AS.
Uni Emirat Arab, anggota OPEC, berencana mengurangi pengiriman minyak awal tahun depan karena OPEC+ berupaya menerapkan disiplin yang lebih ketat.
Harga minyak mentah yang dijual ke China dari Iran, anggota OPEC lainnya, naik ke level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir karena sanksi AS telah memperketat kapasitas pengiriman dan meningkatkan biaya logistik. Pemerintahan Presiden terpilih AS Donald Trump yang akan datang diperkirakan akan meningkatkan tekanan terhadap Iran.