Kisah Sukses Takaya Awata, Pendiri Marugame Udon yang Pernah Jadi Sopir Truk

Kisah Sukses Takaya Awata, Pendiri Marugame Udon yang Pernah Jadi Sopir Truk

Ekonomi | inews | Minggu, 13 Oktober 2024 - 07:56
share

TOKYO, iNews.id - Takaya Awata merupakan salah satu orang terkaya di Jepang yang merupakan pendiri sekaligus CEO Toridoll Holdings, perusahan induk restoran Marugame Seimen atau dikenal dengan Marugame Udon. Awata mampu mengubah restoran lokal kecil menjadi raksasa makanan cepat saji.

Adapun jalan Takaya Awata menuju tangga kesuksesan tidaklah mudah. Saat dia baru berusia 13 tahun, ayahnya meninggal dunia dan dia dibesarkan oleh ibunya di Sakaide, sebuah kota di prefektur Kagawa. 

Kemudian, dia sempat berkuliah di salah satu universitas di Kota Kobe, namun dia memutuskan untuk tidak melanjutkan studinya karena ingin membantu menghidupi keluarga. Saat bekerja di kedai kopi, dia mengaku mendapatkan panggilan hidupnya.

“Saya menemukan kegembiraan dalam memasak, menyajikan hidangan kepada pelanggan, dan mendengar mereka mengatakan betapa lezatnya hidangan itu,” ucap Awata dikutip dari Forbes, Minggu (13/10/2024).

Bertekad untuk menabung untuk membuka restorannya sendiri, Awata pernah menjadi sopir truk, pekerjaan dengan bayaran tertinggi yang pernah dijalaninya, kemudian mengangkat barang sepanjang waktu dan tinggal di asrama perusahaan.

Dia mengaku bahwa hidupnya suram kala itu, tetapi dia menemukan pelipur lara dalam suasana yang ramah di kedai ayam panggang di sekitar tempat tinggalnya. Hal ini yang menginspirasinya untuk membuka restoran yakitori miliknya sendiri yang dikelola bersama istrinya. 

Adapun momen pulang ke kampung halaman mendiang ayahnya di prefektur Kagawa pada akhir tahun 1990-an, yang terkenal dengan udon Sanuki-nya, menginspirasi Awata untuk membangun bisnis dengan menu udon.

Melihat antrean panjang di luar restoran, yang memasak mi kenyal dan terbuat dari tepung terigu, tepat di depan para pelanggannya, membuat dirinya ingin membuat kedai mi sendiri.

Dia kemudian menggunakan tabungannya yang sedikit untuk membuka restoran kecil di Kakogawa, kota pesisir di lepas Laut Pedalaman Seto, Jepang. Pria berusia 23 tahun itu menamakannya Toridoll Sanban-kan, atau toko Toridoll No. 3. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa toko nomor satu dan dua hanya masalah waktu dan akan segera mencapai tujuan sederhananya untuk memiliki tiga restoran.

Perjalanan bisnisnya tidak selalu mulus. Epidemi flu burung di Asia pada 2004 mempengaruhi penjualan di toko yakitori, yang saat itu telah berkembang menjadi puluhan, dan memaksanya untuk membatalkan rencana penawaran umum perdana saham atau IPO di bursa efek. 

Hal ini membuatnya beralih mengembangkan restoran udon. Dia membuka kedai mi di food court karena merupakan pilihan yang murah, kemudian menambahkan gerai ramen dan mi goreng. Hal ini dia lakukan setelah menyadari bahwa dia dapat melipatgandakan pendapatannya di satu lokasi dengan menawarkan pilihan bersantap yang berbeda.

Sebagian besar ekspansi ini didanai oleh pinjaman bank dan arus kas, hingga perusahaan tersebut cukup besar untuk melantai di bursa pada tahun 2006, di mana saat itu dia memiliki 100 gerai Marugame Seimen. 

“Jika wabah flu burung tidak terjadi, saya tidak akan berkembang sejauh ini. Jadi, rasanya kegagalan itu berujung pada kesuksesan yang signifikan,” ucapnya.

Empat dekade kemudian, Toridoll Holdings milik Awata yang terdaftar di bursa saham Tokyo memiliki jaringan hampir 2.000 restoran cepat saji di 28 negara dan wilayah yang mencakup 21 merek. 

Perusahaan utamanya adalah Marugame Seimen, jaringan mi udon terbesar di Jepang baik dari segi pendapatan maupun jumlah toko. Keberhasilannya sebagai pengusaha di bidang makanan cepat saji telah menjadikannya miliarder dengan kekayaan 1,1 miliar dolar AS atau setara Rp17,12 triliun.

Motivasinya untuk ekspansi bisnisnya ke berbagai negara datang saat dia berkunjung ke Hawaii pada 2009, di mana dia melihat keramaian turis memacu Awata untuk meluncurkan restoran luar negeri pertamanya. 

Toko Marugame Udon yang dibuka di Waikiki pada tahun 2011, menghasilkan penjualan bulanan lebih dari 100 juta yen, sekaligus pendapatan tertinggi di antara toko-tokonya di seluruh dunia.

Kemudian, pada 2015 dia menghabiskan lebih dari 9 miliar yen untuk mengakuisisi sejumlah perusahaan, mulai dari Wok To Walk yang berbasis di Belanda tahun itu, lalu membeli 49 persen saham operator jaringan Boat Noodle Malaysia pada 2016, kemudian bar kasual Banpaiya dan toko ramen Zundo-ya di Jepang pada 2017, dan mengakuisisi 70 persen saham MC Group, operator Monster Curry di Singapura pada 2018.

Topik Menarik