Penerimaan Pajak Tembus Rp624,9 Triliun per April 2024, 31,38 Persen dari Target

Penerimaan Pajak Tembus Rp624,9 Triliun per April 2024, 31,38 Persen dari Target

Ekonomi | inews | Selasa, 28 Mei 2024 - 06:33
share

JAKARTA, iNews.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mencatat realisasi penerimaan pajak hingga April 2024 mencapai Rp624,19 triliun. Angka ini setara 31,38 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.

"Penerimaan pajak sampai akhir April Rp624,19 triliun. Ini artinya 31,38 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024," ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Mei 2024 di Jakarta, Senin (27/5/2024). 

Sri Mulyani merincikan, penerimaan pada Januari tercatat sebesar Rp149,25 triliun, kemudian naik menjadi Rp269,02 triliun pada Februari, lalu Rp393,91 triliun pada Maret 2024.

"Dan tahun ini karena April adalah untuk SPT korporasi kita mengumpulkan Rp624 triliun akumulasi," tuturnya. 

Jika dilihat dari komponennya, PPh non-migas tercatat sebesar Rp377 triliun atau 35,45 persen dari target APBN. 

"Masih cukup ontrack untuk 4 bulan. Kalau 4 bulan itukan sepertiga jadi cukup ontrack, tapi kalau kita liat growth-nya secara bruto negatif 5,43 persen," kata dia. 

Kemudian, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) tercatat Rp218,5 triliun atau 26,93 persen dari pagu. Secara progres, kinerja PPN dan PPnBM lebih lambat dari yang seharusnya berada di kisaran 33 persen. Namun, penerimaan pajak ini mengalami pertumbuhan sebesar 5,93 persen.

Lalu, pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya tercatat sebesar Rp3,87 triliun atau 10,27 persen dari pagu. Penerimaan PBB dan pajak lainnya terkontraksi 22,59 persen karena adanya penurunan harga komoditas. 

Sama halnya dengan PPh migas yang tercatat Rp24,81 triliun atau 32,49 persen dari target dimana penurunannya sangat tajam yakni 23,24 persen.

"Jadi kalau kita lihat PPh nonmigas turun karena adanya penurunan dari PPh tahunan terutama untuk korporasi atau badan, artinya perusahaan-perusahaan dengan harga komoditas yang menurun, terjadi penurunan profitabilitas sehingga kewajiban mereka bayar pajak juga mengalami penurunan," ucapnya.

"Terutama untuk sektor pertambangan komoditas PBB dan lainnya menurun krena adanya tagihan pajak thn lalu yang tidak terulang. (Sementara) untuk PPh migas penyebabnya adalah lifting yang selalu mengalami penurunan dari tahun ke tahun," tuturnya. 

Topik Menarik