Menurut Riset, Ini Penyebab Gen Z Sering Pindah Tempat Kerja
BELAKANGAN ini muncul pandangan Gen Z mudah sekali loncat-loncat tempat kerja. Meski memiliki karier yang cemerlang, tak sedikit Gen Z yang ditemukan sudah berpindah pekerjaan.
Fenomena semacam ini disebut juga sebagai job hopper, atau di Indonesia sering disebut dengan istilah kutu loncat. Banyak faktor penyebab Gen Z sering pindah kerja.
Managing Director, Mercer Marsh Benefits, Wulan Gallacher membenarkan bahwa Gen Z sering berpindah tempat kerja. Bahkan dalam hitungan bulan mereka sudah pindah ke perusahaan lain.
Pengaruh media sosial sangat mempengaruhi keputusan mereka. Misalnya mereka melihat teman-temannya kerjanya nyantai, sering liburan, mereka juga pengen. Padahal belum tentu semua sesuai dengan apa yang mereka lihat, ujar Wulan saat ditemui dalam acara Pemaparan Hasil Survey Laporan Health on Demand 2023 oleh Marcer Marsh Benefits, saat ditemui di Jakarta, Kamis (13/7/2023).
Di sisi lain, dari hasil survey menyebutkan lebih dari 51% Gen Z bekerja dengan kondisi mental yang tidak sehat. Hal itu karena mereka tidak mendapat training atau pelatihan saat masuk kerja.
Gen Z banyak yang tidak merasakan training atau program sebelum bekerja. Sehingga mereka mudah mengalami stres. Padahal sebenarnya perusahaan harus memberikan pengenalan tentang job desk kepada Gen Z, jelasnya.
Selain itu Gen Z juga merasa banyak perusahaan tidak memberikan benefit yang sesuai kepada mereka. Misalnya saja benefit dari segi kesehatan.
Gen Z membutuhkan healthy benefit untuk medical check up. Sebenarnya perusahaan sudah memberikan itu, tapi para Gen Z tidak merasa cukup jadi mereka merasa tidak puas dengan hal itu. Alhasil mereka memilih pindah, tutup Wulan.
Adapun laporan Health on Demand 2023 oleh MercerMarsh Benefits, dilakukan terhadap lebih dari 17.500 karyawan di 16 pasar seluruh dunia, termasuk juga lebih dari 5.200 karyawan di Asia, mengenai prioritas kesehatan dan kesejahteraan. Sehingga harapannya perusahaan mampu memenuhi kebutuhan karyawan semakin lebih baik lagi.
Di kawasan Asia, karyawan di Indonesia sebanyak 26% memiliki tingkat stres paling rendah dari rata-rata karyawan di Asia, yang mencapai 44%. Meski demikian, sebanyak 45% atau hampir sebagian dari mereka mengaku pernah bekerja saat kondisi mental yang tidak sehat.