Daftar Tokoh-Tokoh Muda yang Terlibat Dalam Penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok

Daftar Tokoh-Tokoh Muda yang Terlibat Dalam Penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok

Ekonomi | BuddyKu | Rabu, 17 Agustus 2022 - 09:55
share

JAKARTA - Peristiwa Rengasdengklok terjadi sehari sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, yakni 16 Agustus 1945.

Diketahui, peristiwa penculikan tersebut bertujuan agar Soekarno dan Hatta segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia usai pernyataan menyerah Jepang tanpa syarat kepada Sekutu.

Berikut tokoh pemuda serta perannya dalam penculikan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok dilansir beragam sumber.

1. Sukarni Kartodiwirjo

Sukarni Kartodiwirjo adalah salah satu tokoh penting dalam peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.

Ia merupakan golongan muda yang berani untuk menculik Soekarno dan Hatta. Pria kelahiran Blitar, 14 Juli 1916 ini mulai sekolah di Taman Siswa di Blitar.

Kemudian, ia melanjutkan studi ke HIS dan MULO di Blitar.

Setelah lulus dari MULO, ia melanjutkan ke Sekolah Guru dan Universitas Rakyat. Sukarni mulai aktif dalam perjuangan kemerdekaan pada 1930.

Ia tergabung dengan Indonesia Muda. Ketika di Indonesia Muda, Sukarni pernah ditugaskan ke Bandung guna mengikuti sekolah pengkaderan.

Jelang akhir pemerintahan Belanda, Sukarni ditangkap Belanda.

Ketika Jepang berkuasa, Sukarni menjadi salah satu tokoh politik yang dibebaskan oleh Jepang.

Di masa kependudukan Jepang ini, Sukarni bersama tokoh muda lainnya membentuk Angkatan Baru Indonesia. Masuk akhir Perang Dunia II, terdapat dua kubu di kalangan pejuang, yaitu kelompok tua dan kelompok muda.

Kelompok tua yang dipimpin oleh Soekarno dan Hatta berupaya dengan langkah terukur untuk menentukan kemerdekaan. Sementara kelompok muda, di mana ada Sukarni, ingin agar proklamasi kemerdekaan segera diumumkan.

Desakan kelompok muda ini makin santer ketika mendengar kabar penyerahan Jepang pada 15 Agustus 1945.

Sukarni pun mengusulkan para pemuda untuk dapat mengatasi situasi. Sukarni bersama para pemuda lainnya memutuskan untuk menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Pada 1971, Sukarni meninggal dunia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

2. Chaerul Saleh

Chaerul Saleh lahir di Sawahlunto, 13 September 1916. Pada usia 8 tahun, ia ikut dengan sang ayah dan bersekolah di ELS. Selesai di ELS, ia melanjutkan ke HBS. Pada 1937, Chaerul Saleh melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Hukum, Jakarta.

Kemudian pada 1952-1955, Chaerul kuliah jurusan hukum di Universitas Bonn, Jerman. Ketika masa kependudukan Jepang, ia menjadi anggota Seinendan serta anggota Angkatan Muda Indonesia.

Selain itu, ia juga menjadi anggota Putera (Pusat Tenaga Rakyat).

Keberaniannya muncul jelang runtuhnya kekuasaan Jepang pada 1945.

Saat itu, Chaerul Saleh mengajak teman-temannya untuk menentang kelompok tua. Ia juga menolak ikut menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Tak hanya itu, ia juga adalah tokoh kelompok muda yang berada di balik aksi penculikan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok.

Chaerul juga mempunyai posisi penting seperti Wakil Perdana Menteri III pada 1963. Pada 1966, ia ditangkap dan ditahan, hingga akhirnya pada Februari 1967 mengembuskan napas terakhir.

3. Wikana

Pria kelahiran Sumedang, 18 Oktober 1914 ini adalah salah satu kelompok muda yang mendesak Soekarno dan Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.

Pada 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta diculik oleh Wikana dan kelompok muda lainnya.

Peran Wikana yang penting, berkat koneksinya di Angkatan Laut Jepang atau Kaigun, adalah penyusunan proklamasi yang dapat dirumuskan di rumah dinas Laksamana Maeda di Menteng, yang terjamin keamanannya.

Wikana juga mengatur semua keperluan pembacaan proklamasi di rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur Nomor 56.

Selain itu, Wikana juga membujuk para tentara Jepang agar tidak menganggu proses upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, Wikana pernah menjabat sebagai Menteri Negara (Urusan Pemuda) dalam Kabinet Amir Sjarifuddin II pada 1947-1948.

Ketika terjadi peristiwa tahun 1965, Wikana duduk dalam keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).

Setelah aksi berbagai penangkapan dilakukan pemerintah, nasib Wikana tidak diketahui lagi.

Topik Menarik