35 Pesawat Militer China Gertak Taiwan Jelang Pilpres Amerika Serikat
Sebanyak 35 pesawat militer China mendekati Taiwan pada hari Minggu sebagai gertakan terbaru terhadap pulau tersebut.
Manuver tersebut terjadi menjelang pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) 5 November.
Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan pihaknya telah medeteksi 35 pesawat militer China, termasuk jet tempur dan pesawat pengebom, terbang ke selatan Taiwan.
Puluhan pesawat itu mendekati Taiwan saat dalam perjalanan menuju latihan tempur di Pasifik. Gertakan militer Beijing itu telah berlangsung selama dua hari berturut-turut.
China, yang menganggap Taiwan yang memerintah sendiri secara demokratis sebagai wilayahnya, secara teratur mengirimkan pasukan militernya ke langit dan perairan dekat pulau itu untuk menegakkan klaim kedaulatannya.
Kementerian Pertahanan China tidak menanggapi permintaan komentar tentang misi terbaru puluhan pesawat militer tersebut, yang terjadi hanya beberapa hari menjelang pilpres AS.
Amerika Serikat terikat oleh undang-undangnya untuk menyediakan Taiwan sarana untuk mempertahankan diri, dan penjualan senjatanya ke Taipei, termasuk sistem rudal senilai USD2 miliar yang diumumkan bulan laluyang membuat Beijing marah.
Kementerian Pertahanan Taiwan, seperti dikutip Reuters, Senin (4/11/2024), mengatakan bahwa sejak pukul 09.00 pagi hari Minggu, mereka telah mendeteksi 37 pesawat militer China, termasuk jet tempur J-16, pesawat pengebom H-6 berkemampuan nuklir, dan pesawat nirawak.
Dari jumlah tersebut, 35 pesawat terbang ke barat daya, selatan, dan tenggara Taiwan ke Pasifik Barat untuk melakukan pelatihan jarak jauh, kata kementerian tersebut, seraya menambahkan bahwa Taiwan telah mengirim pasukannya sendiri untuk berjaga-jaga.
Pada hari Sabtu, kementerian tersebut mengatakan bahwa China telah melakukan "patroli kesiapan tempur gabungan" lainnya dengan kapal perang dan pesawat di dekat Taiwan.
China bulan lalu mengadakan latihan perang besar-besaran di sekitar Taiwan yang katanya merupakan peringatan terhadap "tindakan separatis", yang menuai kecaman dari pemerintah Taiwan dan AS.
Beijing sangat tidak menyukai Presiden Taiwan Lai Ching-te, yang menjabat pada bulan Mei, dengan mengatakan bahwa dia adalah seorang "separatis".
Dia mengatakan bahwa hanya rakyat Taiwan yang dapat memutuskan masa depan mereka dan telah berulang kali menawarkan pembicaraan dengan Beijing tetapi ditolak.