Sejarah Lembah Tidar, Lokasi Pembekalan Menteri Kabinet Merah Putih di Ketinggian 503 Mdpl
JAKARTA, iNewsSemarang.id – Lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah, jadi tempat pembekalan para menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih. Pembekalan yang dimulai 25-27 Oktober ini diisi penyampaian materi hingga pengakraban lewat kegiatan outbound.
Lembah Tidar berlokasi di area Gunung Tidar dengan ketinggian 503 mdpl dan luas area 701.674 hektare. Lantas bagaimana sejarah Lembah Tidar?
Kawasan ini juga disebut sebagai “Pakuning Tanah Jowo” atau paku tanah Jawa. Hal ini karena Gunung Tidar adalah paku atau pasak yang dipasang di tengah-tengah Pulau Jawa agar pulau ini berhenti terombang-ambing di tengah samudra.
Nama Tidar dari kata Mukti dan Kadadar. Arti Mukti yakni bahagia, berpangkat dan sukses dalam hidup. Sedangkan kadadar artinya berdidik, ditempa dan diuji.
Dalam laman Dinas Lingkungan Hidup Kota Magelang, Gunung Tidar salah satu tempat berkumpulnya rakyat Magelang dalam merayakan kemerdekaan Republik Indonesia. Masyarakat mengibarkan Bendera Merah Putih di puncak Gunung Tidar pada 25 September 1945.
Kemudian Kepala Staf Umum Tentara Keamanan Rakyat, Letjen Oerip Soemohardjo memerintahkan bangunan militer di Lembah Tidar. Lembah Gunung Tidar berfungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan bagi calon perwira TNI Angkatan Darat.
Dengan lokasinya yang terpencil di Gunung Tidar, calon perwira dapat lebih fokus pada penguatan fisik serta latihan perang dan strategi militer.
Kemudian Kepala Staf Umum Tentara Keamanan Rakyat, Letjen Oerip Soemohardjo memerintahkan bangunan militer di Lembah Tidar. Lembah Gunung Tidar berfungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan bagi calon perwira TNI Angkatan Darat.
Dengan lokasinya yang terpencil di Gunung Tidar, calon perwira dapat lebih fokus pada penguatan fisik serta latihan perang dan strategi militer.
Prabowo menuturkan, sejak awal Azwar Syam telah mencuri perhatiannya. Azwar berperawakan langsing, kurus, tidak terlihat satu sentimeter pun lemak di badannya, berkulit hitam, dan penuh percaya diri.
“Dia memakai baret ungu, baju hijaunya sudah terlihat belel, tapi sangat rapi karena disetrika, bahkan dikanji. Kopelnya sangat mengkilat. Demikian pula sepatunya,” kata Prabowo dalam buku biografinya berjudul ‘Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto’.
Danjen Kopassus ini menerangkan, Letnan KKO Azwar Syam merupakan Komandan Kompi 2 Batalyon C4. Atasannya langsung itu dikenal sangat tegas.
Prabowo mengingat, Azwar merupakan orang pertama yang menempelengnya, di luar orang tua. Dia mengingat orang tuanya menempeleng ketika dirinya masih kecil, mungkin ketika itu karena nakal.
Setelah menginjak masa SMP dan SMA, tidak pernah lagi kedua orang tua menempelengnya. Namun, di Akmil kini dia merasakan lagi tempelengan di kepala itu.
Pengalaman tersebut terjadi di hari-hari awal pendidikan sebagai Taruna atau lazim dikenal sebagai masa perpeloncoan. Ketika itu semua Taruna sudah digunduli. Para senior lantas memberikan helm tanpa alas.
“Para senior berbagi tips untuk menyiasati agar kepala tidak sakit saat memakai helm baja tersebut, yaitu melapisi kepala dengan bahan kain,” ujar Prabowo.
Atas saran itu banyak yang berinisiatif memanfaatkan celana dalam hasil pembagian Akabri. Walaupun celana dalam itu berbahan kain sangat kasar, tapi lumayan dimanfaatkan untuk mengurangi rasa sakit di kepala.
Ada pula senior yang memberikan setengah tangkap gula jawa kepadanya. Prabowo menceritakan, dengan berbisik senior itu menjelaskan, memakan gula jawa akan membuat tubuh tetap prima alias tidak mudah lelah.
Prabowo mengaku tidak tahu apakah pemberian itu bermaksud baik atau tidak. Yang pasti, dengan polosnya sebagai Taruna junior, dia menerima gula jawa itu dan menaruhnya di kantong celana.
Tiba-tiba setelah itu digelar apel. Letnan KKO Azwar Syam mengecek satu per satu. Tiba di hadapannya, Azwar langsung memegang kantong celana.
“Ada apa ini?” kata Azwar, ditirukan Prabowo. Azwar lantas mengecek dan mengambil gula jawa dari kantong celana dan tanpa babibu langsung menempeleng Prabowo. “Poook. Kira-kira begitu bunyinya. Sakit dan menyakitkan,” tutur Prabowo.
Tentu saja dia sangat kaget. Mantan Pangkostrad ini terkejut saat kadet ditempeleng. Dia lantas membandingkan dengan pendidikan militer di luar negeri seperti Inggris. Di negara itu, menempeleng tidak boleh.
Wajar Prabowo bertanya-tanya mengingat dirinya pernah bersekolah di luar negeri. Karena itu ada kekagetan budaya saat dia menempuh pendidikan Akabri.
Namun ajaibnya, mantan menteri pertahanan ini tak pernah membenci Azwar Syam yang telah menempelengnya di hadapan Taruna lain. Justru lambat laun timbul rasa sayang dan hormat pada komandannya itu.
Bagi Prabowo, Azwar Syam merupakan sosok teladan. Dia blak-blakan mengaku belajar banyak. Karena selain orangnya sangat keras, namun juga sangat disiplin.
Azwar, kata dia, selalu tiba pertama kali ketika akan melaksanakan apel pagi. Dalam memeriksa senjata, dia juga sangat detail. Pelajaran lain, Azwar Syam sangat peduli dengan anak buah.
“Kalau anak buahnya mendapat nilai kurang baik, Beliau selalu menemui dosen-dosen dan menghadap ke departemen-departemen untuk memperjuangkan agar ada kesempatan Taruna diperbaiki nilainya,” tutur Prabowo.