Begini Rasanya Sakit Cacar Monyet, Tenggorokan Sakit hingga Sulit Beraktivitas

Begini Rasanya Sakit Cacar Monyet, Tenggorokan Sakit hingga Sulit Beraktivitas

Berita Utama | inews | Sabtu, 24 Agustus 2024 - 09:35
share

BUJUMBURA, iNews.id - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan lalu menetapkan mpox atau cacar monyet sebagai darurat kesehatan global. Pusat penyebaran penyakit ini berada di Afrika, tepatnya Republik Demokratik Kongo.

Ini merupakan kali kedua WHO menetapkan mpox sebagai darurat kesehatan global dalam 2 tahun terakhir. Bedanya, kali ini varian mpox yang terlibat lebih berbahaya yakni Klade 1b.

Varian ini sudah ditemukan di Eropa, bahkan Asia. Thailand pada awal pekan ini melaporkan kasus pertama infeksi mpox Klade 1b melibatkan pelaoncong asal Eropa yang baru melakukan perjalanan dari Afrika.

Lantas seperti apa rasanya sakit cacar monyet?

BBC mewawancarai seorang penderita asal Burundi, yakni Egide Irambona (40). Dia kini dirawat di Rumah Sakit Universitas King Khaled, Kota Bujumbura. Dia merupakan satu dari sekitar 170 orang di Burundi yang terinfeksi mpox sejak Juli.

Burundi berbatasan langsung dengan Kongo, pusat penyebaran wabah.

Kelenjar getah bening di tenggorokan saya membengkak. Sakitnya luar biasa sampai-sampai saya tidak bisa tidur, katanya, dikutip Sabtu (24/8/2024).

Penderitaan pun belum selesai meski rasa sakit di tenggorokan mereda. Rasa sakit kemudian pindah ke kaki.

Dia menambahkan, rekannya yang juga mengidap penyakit yang sama lebih menderita darinya, yakni kulit melepuh.

"Saya kira saya tertular darinya. Saya tidak tahu itu mpox. Untungnya, tujuh anak kami tidak menunjukkan gejala mengidapnya, kata Irambona, dengan suara lemah.

Dia dirawat bersama istrinya yang juga terpapar.

Gejala paling khas dari penyakit ini adalah ruam atau koreng di kulit. Benjolan yang besarnya bisa seperti kelereng menjadi ciri khas, meski tak semua penderita mpox mengalaminya. Kulit Irambona juga mengalami benjolan-benjolan cukup besar.

Dalam kondisi kulit di sekujur tubuh ruam, sulit untuk beraktivitas, apalagi tidur. Penderita akan berusaha menghindari bersentuhan langsung dengan benda apa pun.

Sejauh ini di Burundi tidak ada laporan kasus kematian akibat mpok Klade 1b. Meski demikian, jumlah kasus infeksinya sangat mungkin jauh di atas dari angka resmi. Pasalnya tidak ada kapasitas yang cukup di negara itu untuk melakukan tes, terutama ke daerah-daerah terdampak parah.

Virus bisa dengan cepat menyebar melalui kontak dekat dengan orang yang terinfeksi. Seperti dialami istri Irambona yang tertular darinya. Sang istri juga dirawat di fasilitas yang sama.

Rumah Sakit Universitas King Khaled merupakan satu dari tiga fasilitas di Bujumburauntuk menampung penderita mpox.

Fasilitas medis itu kini merawat 59 dari total kapasitas 61 bangsal yang disediakan untuk penderita mpox. Sepertiga dari penderita berusia di bawah 15 tahun. Ini sesuai dengan data WHO bahwa sebagian besar penderita adalah anak-anak.

Kami sekarang mendirikan tenda di luar. Sulit, terutama saat bayi lahir (terinfeksi). Mereka tidak bisa tinggal sendiri, jadi saya juga harus menjaga ibu mereka di sini," kata Odette Nsavyimana, dokter yang bertanggung jawab menangani pasien mpox di rumah sakit tersebut.

Burundi, lanjut dia, saat ini mengalami lonjakan kasus mpox.

"Saya khawatir dengan jumlahnya. Jika terus bertambah, kami tidak akan mampu menanganinya," tuturnya.

Liliane Nkengurutse, direktur nasional Pusat Operasi Darurat Kesehatan Masyarakat Burundi, juga megungkapkan kekhawatirannya untuk hari-hari mendatang.

Ini tantangan nyata. Fakta bahwa diagnosis hanya dilakukan di satu tempat menunda pendeteksian kasus baru," katanya.

"Dan butuh waktu lebih lama untuk merilis hasil uji. Kami butuh sekitar 14 juta (dolar AS) untuk setidaknya meningkatkan respons ke level berikutnya," katanya.

Topik Menarik