Kisah William James Sidis, Punya IQ Lebih Tinggi dari Albert Einstein
JAKARTA, iNews.id - Di dunia ini banyak orang terkenal yang mempunyai IQ di atas rata-rata seperti Albert Einstein dan Issac Newton. Namun, siapa sangka ada ilmuwan jenius dengan IQ di atas 200?
Dia adalah William James Sidis, orang paling cerdas yang pernah ada di Bumi. Dia dijuluki anak ajaib dan ahli matematika. William diperkirakan memiliki IQ berkisar antara 200 - 300.
Menurut Parade.com, Da Vinci pelukis dan ahli teori terkenal diperkirakan memiliki skor IQ mulai dari 180-220. Situs NPR juga menyebutkan, IQ William lebih tinggi 50 - 100 poin dibanding Albert Einstein.
Sayangnya, jarang orang yang mengetahui soal dirinya. Ada alasan mengapa sosok James ini tidak terkenal seperti Albert Einstein dan Issac Newton.
Profil William James Sidis
William lahir di New York City pada 1989. Ayah William bernama Boris adalah psikolog teladan yang memperoleh 4 gelar dari Harvard. Sedangkan ibunya adalah seorang MD.
Melihat latar belakang orang tuanya, William pun diharapkan menjadi seseorang yang jenius, tapi kecerdasannya rupanya jauh lebih di atas rata-rata. Bagaimana tidak, pada usia 18 bulan, William sudah bisa membaca The New York Times.
Sementara pada usia 8 tahun, dia belajar sendiri bahasa Latin, Rusia, Prancis, Yunani, Jerman, Ibrani, Turki dan Aremenia. Menariknya, selain 8 bahasa itu, William pun menemukan bahasanya sendiri dan menyebutnya 'vendergood'.
Saat menyadari kecerdasan William, sang ayah mencoba mendaftarkannya di Harvard. Tapi, dia ditolak karena masih berusia 9 tahun saat itu. Berselang dua tahun kemudian, Harvard menerimanya dan William menjadi orang termuda yang diterima di Harvard pada 1909.
Pada 1910, pengetahuan William tentang matematikanya sangat luar biasa, hingga dia diberikan gelar 'anak ajaib'. Hingga akhirnya William menyelesaikan gelar sarjana seninya pada usia 16 tahun. Popularitas yang didapat di usia muda tampaknya melelahkan.
Tidak lama setelah lulus, William mengatakan pada wartawan, dia ingin menjalani kehidupan yang 'sempurna'. Kehidupan yang dimaksud William salah satunya pengasingan.
Dia pun menambahkan dirinya berniat untuk tidak pernah menikah karena perempuan tidak menarik baginya. Selain tidak menginginkan ketenaran, keputusannya pun mencerminkan tekanan yang dihadapi sejak lahir.
Selama waktu itu, Amerika percaya untuk mengubah anak-anak menjadi ajaib dengan pendidikan yang tepat. Menjadi seorang psikolog berbakat, ayah William sangat ingin membuat putranya menjadi terkenal.
Untuk mencapai hal itu, dia menerapkan pendekatan psikologisnya sendiri untuk membesarkan dan mendorong putranya. William muda sangat menikmati belajar.
Tapi, pendapatnya berubah saat dewasa dan dia menyalahkan ayahnya untuk itu. Saat Ayahnya meninggal pada 1923, William menolak menghadiri pemakamannya.
Meski terbilang sangat jenius, William melakukan pekerjaan administrasi dengan gaji rendah. Tapi, dia masih dikenali banyak orang, dan membuatnya tidak punya pilihan selain mengganti pekerjaanya.