Kisah Pilu Penjara Bawah Tanah di Kota Tua Jakarta, Konon Aura Mistisnya Kental Terasa!
Menyusuri setiap sudut Museum Sejarah Jakarta yang telah berumur ratusan tahun, kamu enggak cuma disuguhkan berbagai benda bersejarah yang dipamerkan. Bangunan dari Museum Sejarah Jakarta juga ternyata menyimpan banyak kisah pilu dan kelam pada masa penjajahan Belanda.
Museum Sejarah Jakarta atau populer disebut Museum Fatahillah merupakan landmark kawasan Kota Tua yang berada di Jakarta Barat.
Pada abad ke 17-19 museum ini berfungsi sebagai Balai Kota Batavia.
Selain sebagai Balai Kota atau Stadhuis yang dibangun sekitar tahun 1710 untuk kegiatan VOC, tempat ini menjadi gedung serbaguna untuk tempat membayar pajak, pusat berdoa, pengadilan, penjara dan eksekusi tahanan.
Bangunan ini juga punya penjara bawah tanah.
Dengan tinggi penjara yang hanya 165 cm, bisa dibayangkan para tahanan yang meringkuk di dalamnya.
Terdiri dari lima ruang penjara pria dan satu penjara wanita tanpa ada tempat untuk buang air besar dan kecil, penjara ini pernah diisi puluhan hingga ratusan orang tahanan hingga melebihi kapasitas ruangan.
Bila air laut pasang, penjara ini merendam dan menenggelamkan para tahanan.
Kesadisan lain, para tahanan ini diwajibkan kerja paksa di luar ruangan dengan kaki yang diikat bola besi seberat 40 kg yang menyiksa.
Sebuah kamar penyiksaan dengan bangku dan alat untuk menyakiti jari-jari para tahanan, juga sempat menjadi bagian dari penjara ini.
Enggak heran kalau aura mistis begitu kental di tempat ini. Seperti pengakuan Tim Z Creators, Vivi Sanusi yang merasakan adanya amis yang sangat menyengat.
Sebagai tempat eksekusi tahanan, halaman depan Balai Kota dahulunya mempunyai tiang pancang. Para tahanan yang dipasung, digantung, dicambuk ataupun disiksa di halaman Balai Kota menjadi pemandangan lumrah saat itu. Pedang bekas eksekusi tahanan juga masih tersimpan di museum ini.
Bangunan ini punya menara dengan arah mata angin yang dilengkapi sama lonceng bernama Soli Deo Gloria. Lonceng ini akan dibunyikan untuk mengundang masyarakat datang ke halaman Balai Kota untuk melihat pelaksanaan hukuman bagi tahanan.
Pelataran museum ini juga menjadi saksi bisu pembantaian besar-besaran etnis Tionghoa pada 1740 yang terkenal sebagai peristiwa Geger Pacinan.
Di pelataran museum ini terdapat meriam yang dikenal sebagai Meriam Si Jagur.
Konon meriam ini mempunyai mitos sebagai pembawa kesuburan. Meriam ini dahulunya merupakan meriam milik Portugis yang berada di Malaka. Namun setelah Portugis kalah dari Belanda, meriam ini dibawa ke Indonesia.
Tercatat tiga pahlawan nasional yaitu Pangeran Diponegoro sebelum diasingkan ke Makassar dan Cut Nyak Dien sebelum dikirim ke Sumedang, Jawa Barat pernah merasakan pahitnya menjadi tawanan Belanda di tempat ini. Pangeran Diponegoro ditahan namun mendapat kamar khusus di bagian atas gedung.
Berbeda dengan Cut Nyak Dien yang harus meringkuk di penjara bawah tanah wanita. Begitu pula Untung Surapati yang ditahan di penjara bawah tanah sambil menunggu hukuman mati namun akhirnya bisa kabur dan menjadi pemberontak Belanda.
Dengan luas bangunan 1300 meter persegi, bangunan museum yang mirip Istana Dam di Amsterdam ini sedikitnya menyimpan koleksi 23.500 barang asli maupun replika.
Usai peristiwa kelam penjajahan Belanda, gedung ini diambil alih oleh Jepang pada 1942. Gedung kemudian digunakan sebagai kantor urusan logistik Dai Nippon.
Pada masa gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1974, gedung ini diubah menjadi museum hingga hari ini. Dengan tiket yang sangat terjangkau mulai Rp2 ribu untuk pelajar dan Rp5 ribu untuk umum, museum ini buka dari Selasa-Minggu.
Resep Mie Ayam Jamur Hotplate Singapura, Mudah Dibuat Rasanya Seenak di Restoran
Naik Cable Car dengan Jalur Terpanjang di Dunia, dari Laut ke Puncak Gunung Cuma 10 Menit
Dekorasi Ngunduh Mantu Kaesang-Erina Berkonsep Mataram Islam, Begini Detail Prosesinya
Kisah Rani Rindang, Sukses Membuat Urap dan Sate Ayam Terkenal di Ekuador
Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik!Lets join Z Creators dengan klik di sini .