Kasus Pembunuhan Fabio di Batam: Mengapa Remaja Bisa Membunuh Karena Masalah Sepele?
TEWASNYA Fabio Muhamad Yusuf, remaja 16 tahun di Batam, Kepulauan Riau yang dibunuh dua rekannya, menyisakan sepenggal kisah. Pemicu peristiwa sadis ini ternyata hanya masalah sepele yakni kesal karena korban berisik saat melihat video di media sosial.
==================================
Sabtu (11/1/2024), warga Kabil digegerkan dengan penemuan mayat remaja laki-laki. Jasad tanpa identitas itu terbujur kaku dengan luka tusuk di tubuhnya.
Polisi pun bergerak. Foto korban disebar melalui berbagai media. Tak butuh waktu lama, identitas mayat itu terungkap. Ia adalah Fabio.
Perburuan terhadap pelaku pun juga masif. Dua remaja yang menghabisi Fabio, O dan R diringkus kurang dari 12 jam sejak temuan mayat.
Pembunuhan terhadap Fabio, terbilang terstruktur dan tidak masuk akal karena dilakukan oleh kedua pelaku yakni O dan R yang masih belia. Lalu apa yang membuat keduanya nekat dan harus berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dalam kasus berdarah ini?
Ditemui di ruang Unit Jatanras Satreskrim Polresta Barelang, O dan R yang keduanya masih berusia 16 tahun ini, terlihat biasa saja saat penyidik meminta keterangan dari mereka. Bahkan senyum kecil masih terlihat di wajah polos kedua pelaku.
Memulai cerita, O sang eksekutor mengaku baru empat hari mengenal korban. Begitu juga dengan R. "Kami baru aja kenalan empat hari sebelum aku "menghabisi" dia" ujar O, Senin (13/1/2025).
Remaja tanggung kelahiran Bengkalis, Riau ini mengaku membunuh Fabio secara spontan. Perasaan kesal karena pelaku R ditampar Fabio menjadi awal keduanya diringkus polisi. "Kesal aja melihat Reihan ditampar karena korban dilarang berisik saat lihat video di IG," ujarnya.
Sebelum menghabisi Fabio, keduanya sempat saling berkomunikasi melalui pesan singkat. Awalnya R melarang keinginan O untuk menghabisi korban. Namun O bersikeras bahkan mengambil sebilah pisau di kamar dan langsung menikam dada Fabio.
"Awalnya saya ngga tahu kalau dia meninggal. Soalnya habis saya tikam korban sempat bangun namun kemudian jatuh lagi," jelasnya.
Awalnya kedua pelaku berencana menguburkan korban di belakang lokasi kejadian yakni di pencucian mobil tempatnya nekerja. Namun rencana itu batal karena takut jika nanti akan menimbulkan bau busuk.
"Akhirnya kita putuskan membuang jasadnya di danau," imbuhnya.
Produk Broken Home
Lancar bercerita saat memutar lagi memorinya pada peristiwa Jumat berdarah itu, ternyata O justru terdiam saat ditanya tentang kehidupan pribadinya. Setetes air mata mengalir saat remaja kelahiran September 2008 ini mengeluarkan sebait kata rindu pada orang tuanya.
"Saya rindu orang tua saya. Sudah dua tahun kami tak bertemu dan saya tidak tahu mereka dimana. Saya rindu sekali terutama pada ibu," ujarnya sambil mengusap air mata.
Kehidupan bebas O sudah dimulai sejak ia memutuskan tak lagi melanjutkan sekolah usai tamat Sekolah Dasar. Ia mengaku sedih. Orang tuanya berpisah dan ia merasa kehilangan arah.
"Di sini saya tinggal dengan abang kandung tapi dia sudah berkeluarga juga. Saya lebih banyak hidup di luar rumah dan bebas," terangnya.
O menyadari jika ia akan menjalani hari-hari yang sangat panjang di balik jeruji besi akibat perbuatannya. "Saya pasrah. Namun jika boleh meminta, saya ingin sekali bertemu ibu dan meminta maaf. Beliau pasti kecewa karena saya sudah membuat malu keluarga," tambahnya.
O, satu dari jutaan anak anak yang bergerak bebas menjalani hidup karena lepas dari pantauan orang tua. Imajinasinya bergerak liar akibat salah pergaulan.
Perbuatan nekatnya yang seolah terstruktur terbentuk dari seringnya dia menonton film-film tentang kekerasan. Jika sudah begini, siapakah yang harus disalahkan?