Kontroversi Bendera CNRT, di Pilkda Belu, Ahli Hukum Tegaskan Tabrak aturan "Bisa Berujung Pidana"

Kontroversi Bendera CNRT, di Pilkda Belu, Ahli Hukum Tegaskan Tabrak aturan "Bisa Berujung Pidana"

Terkini | alor.inews.id | Selasa, 7 Januari 2025 - 20:00
share

Atambua, iNewsAlor.id - Sebuah video kampanye Pilkada Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, baru-baru ini menjadi viral di media sosial. Dalam video tersebut, calon wakil bupati Belu, Vicente Gonsalves Hornai, yang mendampingi pasangan calon bupati Wili Brodus Lay dalam paket "Sahabat Sejati", terlihat menari bersama ribuan pendukungnya. Namun, perhatian publik justru tertuju pada seorang pendukung yang membentangkan bendera CNRT (Congresso Nacional de Reconstrução Timorense), partai politik asal Negara Timor Leste.

Munculnya bendera asing ini langsung memicu perdebatan terkait masalah nasionalisme calon pemimpin. Michael Feka, ahli hukum pidana dari Universitas Widya Mandiri Kupang, Selasa (07/01/2025) di Kupang, memberikan tanggapan atas viralnya video tersebut. 

Menurut Feka, meskipun Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 tidak secara tegas melarang penggunaan atribut negara asing dalam kampanye, hal itu tetap perlu dipertanyakan. "Sebagai calon pemimpin, nasionalisme sangat penting dan harus jelas. Penggunaan bendera negara lain dalam kampanye dapat menimbulkan keraguan terhadap komitmen calon terhadap negara Indonesia," ujarnya.

Feka lebih lanjut menambahkan bahwa meskipun tidak ada larangan eksplisit dalam undang-undang, penggunaan atribut yang berasal dari negara lain, seperti bendera CNRT, seharusnya tidak diterima dalam kampanye Pilkada di Indonesia. "Pasal 7 huruf g Undang-Undang Pilkada sudah memberikan pedoman bahwa atribut kampanye harus relevan dengan visi, misi, dan partai pengusung calon. Penggunaan atribut yang tidak terkait langsung dengan pasangan calon justru menciptakan kebingungan dan bertentangan dengan semangat nasionalisme yang seharusnya ditunjukkan oleh seorang calon pemimpin," tambah Feka.

Feka juga mengingatkan bahwa Pilkada di Indonesia harus mencerminkan semangat kebangsaan, dan penggunaan bendera asing yang tidak relevan dengan kampanye di Belu justru dapat menambah keraguan terkait nasionalisme calon. "Inikan bukan Pilkada di Timor-Leste, tidak ada relevansi dengan Pilkada di Belu, Negara Indonesia. Kita justru mempertanyakan nasionalisme dan kewarganegaraan calon pemimpin ini," ujar Feka dengan tegas.

Tak hanya itu, Feka juga mengingatkan bahwa penggunaan bendera asing yang tidak sesuai ketentuan bisa berujung pada pidana. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 1958, penggunaan bendera asing yang tidak sesuai ketentuan dapat dikenakan pidana kurungan selama tiga bulan.

Dalam konteks Pilkada, calon kepala daerah di Indonesia harus memenuhi persyaratan tertentu, termasuk menjadi warga negara Indonesia. Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa salah satu syarat utama bagi calon kepala daerah adalah status kewarganegaraan Indonesia. Pasal 7 Ayat 2 Huruf B juga menegaskan bahwa calon kepala daerah harus setia kepada Pancasila, UUD 1945, serta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tutup ahli hukum pidana Unwira Kupang. 

Sebelumnya, ketua Bawaslu NTT, Nonato Da Purificacao Sarmento, mengungkapkan bahwa sengketa hasil Pilkada Kabupaten Belu, yang dilaporkan tim pasangan paket sehati kini menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi. Saat ini, MK sedang memeriksa kelengkapan persyaratan permohonan yang diajukan.

Sementara terkait video viral bendera CNRT, diduga dalam kampanye pilkda Belu, yang dihadiri calon wakil Bupati Belu, dari paket Sahabat Sejati, Vicente Gonsalves Hornai, Bawaslu belum menerima laporan. 
"Terkait Penggunaan atribut lain, kami belum menerima laporan, kalau ada laporan pasti kita proses" Tegas Nonato. 

Topik Menarik