"Kontroversi Vicente Hornai, Ketua PSI Belu Tegaskan Pentingnya Kejujuran Calon Pemimpin"
Atambua, iNewsAlor.id- Mencuat dugaan pelanggaran administrasi Pilkada Kabupaten Belu, paket Sahabat Sejati, Wilibrodus Lay - Vicente Hornai Gonsalves, dimana calon wakil Bupati Belu yang mendampingi Wili Lay diduga tidak jujur menyampaikan informasi tentang data dirinya.
Ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kabupaten Belu, Yohanes Siku, Selasa (31/12/2024) pun angkat bicara terkait sengketa Pilkada Kabupaten Belu ini.
Menurut Siku, pentingnya kejujuran dari calon kepala daerah kepada masyarakat yang akan dipimpinnya. Ia mengingatkan bahwa transparansi dan integritas calon pemimpin menjadi landasan utama dalam proses demokrasi.
Pernyataan ini disampaikan setelah mencuatnya isu terkait calon wakil bupati Belu, Vicente Hornai Gonsalves, yang mendampingi Wilibrodus Lay dalam pasangan "Sahabat Sejati." Vicente diketahui memiliki catatan kriminal dan pernah menjalani hukuman penjara 11 bulan atas kasus membawa lari anak perempuan di bawah umur. Vonis tersebut telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Atambua No. 186/PID/B/2003/PN.ATB.
Yohanes Siku Menambahkan, kasus ini menjadi pelajaran penting untuk menjunjung transparansi. "Bagaimana nasib kabupaten Belu jika calon kepala daerah saja sudah tidak jujur? Bagaimana nasib masyarakat yang dipimpinnya kelak?" ujarnya.
Yohanes Siku juga mengungkapkan bahwa PSI Kabupaten Belu pernah memiliki kader yang merupakan mantan narapidana. Kader tersebut mematuhi prosedur dengan mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dan mengungkapkan statusnya kepada publik melalui media massa. "Ini adalah bentuk tanggung jawab kepada masyarakat," tegasnya.
Ahli hukum pidana dari Universitas Widya Mandira Kupang, Mikael Feka, menjelaskan bahwa dalam kasus Vicente, tanggung jawab atas ketidakjujuran data diri berada pada individu yang bersangkutan, bukan pada pasangannya, Wilibrodus Lay. Namun, kesalahan tersebut tetap berdampak pada pasangan calon secara keseluruhan.
Mikael menegaskan bahwa Pasal 7 Ayat 2 UU Pilkada No. 10 Tahun 2016 mengatur bahwa calon kepala daerah wajib menyampaikan data diri secara jujur, termasuk status sebagai mantan narapidana dengan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun. Publikasi data diri tersebut harus dilakukan melalui media massa yang terverifikasi Dewan Pers.
Mikeal Feka menambahkan, terkait penyampaian data diri yang tidak jujur ke publik, di Provinsi NTT, pernah terjadi kasus serupa di Kabupaten Sabu Raijua, dimana pasang calon tersebut diskualifikasi meski telah diumumkan KPU Sabu Raijua.
Belajar dari pengalaman Sabu Raijua, Mikael menegaskan bahwa, saat ini Hakim MK, tidak lagi mengalami kesulitan dalam memutuskan kasus di Kabupaten Belu, karena sudah ada Yurisprudensi kasus Sabu Raijua. "Jadi saat ini, tidak ada lagi kekosongan hukum, karena sudah ada Yurisprudensinya" ujar Mikael Feka
Baik Ketua PSI Kabupaten Belu, Yohanes Siku, maupun Mikael Feka, Ahli Hukum Pidana Universitas Widya Mandira Kupang, berharap kejujuran menjadi nilai utama dalam proses pemilihan kepala daerah dan menurut keduanya masyarakat berhak mengetahui latar belakang pemimpinnya secara transparan.