Pembuatan Konten Berujung Kekerasan di RS Ben Mboi Kupang, Advokat Desak Proses Hukum
KUPANG,iNewsTTU.id-- Advokat Bildat Thonak mengecam keras tindakan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh oknum security Rumah Sakit (RS) Ben Mboi, Kupang, terhadap wartawan Fridrik Makanlehi, yang akrab disapa Fritz Alor Boy. Bildat menyatakan akan segera melaporkan tindakan kekerasan tersebut ke SPKT Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk diproses hukum.
"Selaku pengacara, saya memastikan akan melaporkan oknum-oknum yang terlibat dalam penganiayaan ini agar keadilan ditegakkan," ujar Bildat, Kamis (28/11/2024).
Advokat Bildat Thonak
Kronologi Kejadian
Peristiwa ini bermula pada Kamis (26/11/2024), ketika Fritz yang juga dikenal sebagai pimpinan media online, mengunjungi RS Ben Mboi untuk mendokumentasikan kemegahan fasilitas kesehatan tersebut, yang diklaim sebagai salah satu rumah sakit termewah di Indonesia Timur. Fritz tertarik merekam area parkir helikopter yang ada di rumah sakit tersebut.
Namun, niat Fritz untuk membuat konten justru berujung pada konflik. Saat sedang mengambil video di luar area rumah sakit, seorang satpam berinisial F menghentikannya dan menyatakan adanya larangan untuk mengambil gambar. Ketika Fritz meminta bukti aturan tersebut, pihak keamanan tidak dapat menunjukkan dokumen atau peraturan yang mendasarinya.
Fritz yang berusaha untuk mengalah dan kembali ke parkiran, kemudian memutuskan untuk melakukan siaran langsung di TikTok setelah diminta oleh seorang penggemar. Situasi semakin memanas ketika pihak manajemen rumah sakit bersama dua satpam mendatangi Fritz dan meminta untuk menghentikan siaran langsung tersebut. Tidak hanya menghentikan siaran, salah satu satpam berinisial F merampas ponsel Fritz, sementara satpam lainnya, J, memiting lehernya hingga hampir pingsan.
"Kalau saya tidak melawan, mungkin saya sudah mati. Ini penganiayaan dan perampasan yang jelas melanggar hukum," ujar Fritz, yang merasa sangat terancam dengan tindakan tersebut.
Fritz memastikan akan melaporkan kejadian ini ke Polda NTT dan berencana untuk menjerat pihak RS Ben Mboi dengan pasal perampasan dan penganiayaan. Ia juga mengingatkan bahwa tindakan tersebut melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, yang memberikan perlindungan bagi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik.
“Sebagai wartawan, tugas saya dilindungi hukum. Pasal 18 UU Pers menyatakan bahwa tindakan menghalangi tugas jurnalistik dapat dipidana hingga dua tahun penjara atau denda Rp500 juta. Saya tidak akan tinggal diam,” tegas Fritz.
Fritz juga mengkritik kurangnya transparansi pihak rumah sakit mengenai aturan yang disebutkan. Ia menegaskan bahwa jika ada larangan pengambilan gambar, pihak rumah sakit seharusnya dapat menunjukkan dasar hukum yang jelas, bukan justru menggunakan kekerasan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Humas RS Ben Mboi yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp belum memberikan tanggapan resmi terkait peristiwa tersebut.
Fritz berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi semua pihak agar kebebasan pers dihormati dan tidak ada lagi tindakan kekerasan terhadap wartawan di masa depan.
Kejadian ini memperlihatkan pentingnya perlindungan terhadap kebebasan pers di Indonesia, serta mendorong agar instansi publik lebih transparan dalam menerapkan aturan yang memengaruhi hak-hak jurnalis.