Kampung Lorong Buangkok, Desa Terakhir yang Tersisa di Singapura Suasananya Mirip di Indonesia
JAKARTA, iNews.id - Ada yang unik jika berkunjung ke Singapura. Bukan tentang destinasi wisata atau kulinernya, melainkan suasana perkampungan yang masih alami di tengah kemegahan Singapura.
Tahukah Anda di tengah-tengah kemegahan dan modernitas Singapura, ternyata masih menyisakan satu perkampungan yang dikenal dengan nama Kampung Lorong Buangkok.
Penasaran seperti apa penampakan dan suasana dari Kampung Lorong Buangkok? Berikut ulasannya, dirangkum melalui YouTube Kacong Explorer , Kamis (14/9/2023).
Kampung Lorong Buangkok
Kampung Lorong Buangkok adalah satu-satunya desa atau kampung yang masih ada di Singapura. Bak mesin waktu, Anda akan menemukan lahan hijau seluas tiga hektare dan 25 rumah serta 1 surau atau langgar dengan gaya bangunan tahun 1960-an.Pada dasarnya pemandangan di Kampung Lorong Buangkok ini sangatlah berbeda dengan daerah di sekitarnya yang amat modern. Menariknya lagi, kampung ini hanya dimiliki oleh satu orang saja yang bernama Aunty Mui Hong.
Tanah perkampungan ini mulanya adalah milik sang ayah, kemudian setelah meninggal diwariskan kepadanya. Tak gelap mata, Aunty Mui Hong enggan menjual tanah ini kepada pemerintah, meskipun sudah kerap kali terjadi penawaran dengan orang garmen. Dia mengatakan akan terus menjaga tanah peninggalan sang ayah yang telah menjadi janjinya semasa sang ayah hidup.
Letak Kampung Harbourfront
Dari pelabuhan Harbourfront Center, terletak sejauh kurang lebih 25 menit Anda akan tiba di Kampung Lorong Buangkok menggunakan aplikasi taxi online. Memasuki perkampungan Lorong Buangkok suasana perdesaan cukup terasa. Suasana asri identik perdesaan juga memberikan kesan yang berbeda dengan bagian-bagian lain di negara Singapura.
Perumahan warga yang berada di kampung ini terlihat sederhana, namun megah dengan pekarangan rumah yang tak kalah luas. Suara serangga pun memecah kesunyian di Kampung Lorong. Berdasarkan keterangan salah satu warga di Kampung Lorong, pemilik tanah di kampung itu tak mau menjual tanahnya ke garmen dan menyewakan tanahnya pada orang-orang yang tinggal di situ dengan biaya sewa yang dibayarkan per bulan.