Eksis sejak Masa Kolonial Belanda, Begini Sejarah Kereta Api Pertama di Indonesia
KERETA api Indonesia ( KAI ), dewasa ini kian menunjukkan perubahan signifikan. Di mana para penumpang akan terasa lebih nyaman saat menggunakan alat transportasi berjuluk si ular besi ini.
Kereta api di Indonesia sendiri sudah ada sejak masa penjajahan, khususnya di zaman Belanda.
Kala itu KA digunakan lebih banyak untuk mengangkut barang-barang, batu bara. Sementara KA ditumpangi oleh manusia hanya diperuntukkan bagi bangsawan.
Setelah Tanam Paksa diberlakukan oleh van den Bosch pada tahun 1825-1830, ide tentang perkeretaapian Indonesia diajukan dengan tujuan untuk mengangkut hasil bumi dari Sistem Tanam Paksa.
Salah satu alasan yang mendukung adalah tidak optimalnya lagi penggunaan jalan raya pada masa itu.
Akhirnya, pada 1840, Kolonel J.H.R. Carel Van der Wijck mengajukan proposal pembangunan jalur kereta api di Hindia Belanda.
KA tahun 1970-an memasuki Stasiun Jakarta Kota (Foto: IG/@keretaapijadoel)
Hari Kedua Harmoni Global di Riyadh, Saly Yuniar hingga Pertunjukan Akrobatik Hipnotis Pengunjung
Kemudian di mana kereta api tertua di Indonesia, apakah keberadaannya masih ada?
Melansir dari berbagai sumber, jika menengok ke belakang, kehadiran kereta api pertama di Indonesia mulai hadir sejak Tanam Paksa hingga saat ini.
Perusahaan yang dinasionalisasikan, Djawatan Kereta Api (DKA) berdiri setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 28 September 1945 atau sekitar sebulan setelah proklamasi.
Kemudian untuk jalur kereta api sendiri dibangun oleh pribumi, terutama di Pulau Jawa yang mungkin sering Anda jumpai ketika bepergian. Dan hingga kini jalur-jalur tersebut masih tetap ada, serta dirawat.
Kereta api pertama di Indonesia dibangun pada 1867 di Semarang, Jawa Tengah dengan rute Samarang - Tanggung yang berjarak 26 kilometer oleh NISM, N.V. (Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij) dengan lebar jalur 1.435 mm (lebar jalur SS - Staatsspoorwegen adalah 1.067 mm atau yang sekarang dipakai), atas permintaan Raja Willem I untuk keperluan militer di Semarang maupun hasil bumi ke Gudang Semarang.
Selanjutnya, dalam melayani kebutuhan akan pengiriman hasil bumi dari Indonesia, maka Pemerintah Kolonial Belanda sejak tahun 1876 telah membangun berbagai jaringan kereta api, dengan muara pada pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya.
Semarang meskipun strategis, tetapi tidak ada pelabuhannya untuk barang, sehingga barang dikirim ke Batavia (Jakarta) atau Soerabaja (Surabaya).
Kehadiran kereta api di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh "Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij" (NIS).
Kala itu dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada 10 Agustus 1867.
Gerbong kereta api di Stasiun Gambir (Foto: PJKA)
Di Indonesia pernah ada lokomotif uap dari berbagai jenis, antara lain; Tipe B, Tipe BB, Tipe C, Tipe CC, Tipe D, Tipe DD dan Tipe F.
Sebagian lokomotif uap yang pernah ada di Indonesia tersebut di atas (seri B, C, BB, CC, DD, D dan F) telah dipajang di Museum Kereta Api Ambarawa dan Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah. Sebagian di antaranya sudah tidak diketahui lagi keberadaannya karena tersisa fotonya saja.
Selain itu, terdapat berbagai jenis kereta api. Misalnya untuk kereta penumpang adalah sarana untuk mengangkut penumpang, sedangkan untuk mengangkut barang disebut gerbong sedangkan untuk mengangkut barang cair disebut ketel.
Sejak dahulu kala, kereta dibuat secara lokal dengan sasis dan rangka baja sedangkan bodi dibuat dari kayu. Pada waktu itu belum ada pendingin udara, sehingga kelas kereta dibedakan jenis kursi dan jumlah kursi per kereta.
Nah, kini perkembangan kereta sudah semakin maju, bahkan fasilitasnya pun semakin canggih. Mulai dari kelas ekonomi hingga bisnis, masing-masing memiliki pelayanannya sendiri.
Sementara di sejumlah kota besar, seperti Jakarta sudah menggunakan listrik sebagai penggerak keretanya dan dijadikan moda transportasi umum.
Serta jenis-jenisnya pun kian beragam, misalnya di Jakarta ada commuterline (KRL), Mass Rapid Transit (MRT), dan Light Rail Transit (LRT) yang baru saja diresmikan.