Mengenal Tradisi Gowok, Edukasi Seks sejak Kedatangan Laksamana Cheng Ho

Mengenal Tradisi Gowok, Edukasi Seks sejak Kedatangan Laksamana Cheng Ho

Travel | BuddyKu | Jum'at, 14 Juli 2023 - 15:43
share

SEMARANG, iNews.id Tradisi gowok di kalangan masyarakat Jawa sudah dikenal sejak masa lalu. Tradisi gowok disebut sebuah tradisi edukasi atau pendidikan seks.

Menurut data yang dihimpun dari berbagai sumber, tradisi ini sudah marak pada abad ke-15 namun menghilang pada era 1960-an. Dikutip dalam novel Nyai Gowok karya Budi Sarjono, tradisi ini asal-usulnya eksis sejak kedatangan Laksamana Cheng Ho dari Negeri China.

Dideskripsikan bahwa Gowok adalah sebutan wanita dewasa yang kerap dijadikan tempat seorang anak lelaki mengenal seluk beluk tubuh wanita. Mulai dari bagian-bagian sensitif, hingga taraf hubungan seks.

Dalam buku Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, figur gowok seolah dijadikan mentor edukasi seks melalui praktik sejak dini. Ya, biasanya anak laki-laki yang sudah baligh, dilatih gowok soal berbagai pengetahuan seksual yang disewa pihak keluarga.

Biasanya dalam latihan atau yang biasa disebut nyantrik itu, seorang anak akan menginap beberapa hari atau paling lama sepekan bersama sang gowok. Setelah dididik, sang anak laki-laki biasanya akan punya status sosial yang lebih tinggi dan jadi rebutan para wanita.

Akan tetapi, ini bukan soal nafsu semata meski tradisi ini terbilang vulgar. Anak-anak remaja yang dididik gowok tidak hanya mesti mengerti soal hubungan badan di ranjang. Tapi juga semua hal tentang dunia pernikahan dengan pasangannya masing-masing, untuk menjadi lelanangin jagad yang sejati.

Jadi, intinya mereka dididik gowok agar lebih mantap dan lebih matang dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Gowok juga tidak hanya disewa keluarga si anak saat baligh, ada yang menyewa gowok saat si remaja laki-laki hendak menikah.

Kadang, gowok yang dipilih berdasarkan kesepakatan orangtua dan calon mertua si remaja laki-laki dan biasanya dipilih seorang wanita Jawa yang berusia antara 30-40 tahun.

Masa pergowokan biasanya berlangsung hanya beberapa hari, paling lama satu minggu, sebut Ahmad Tohari dalam bukunya.

Satu hal yang tidak perlu diterangkan tetapi harus diketahui oleh semua orang adalah hal yang menyangkut tugas inti gowok. Yaitu mempersiapkan seorang perjaka agar tidak mendapat malu pada malam pengantin baru, ujarnya.

Seperti sedikit diuraikan di atas, tradisi vulgar ini datang seiring kehadiran Laksamana Cheng Ho ke Pulau Jawa pada tahun 1415. Tradisi ini dikenalkan seorang wanita bernama Goo Wok Niang.

Dalam masyarakat Jawa, pelafalannya berubah jadi gowok. Namun disebutkan, tradisi yang marak di daerah Purworejo dan Banyumas ini, mulai hilang di era 1960-an, lantaran memang tradisinya melanggar norma dan agama.

Topik Menarik