Punya Nilai Sejarah, Jumeokbap Jadi Simbol Perjuangan Rakyat Korea Selatan

Punya Nilai Sejarah, Jumeokbap Jadi Simbol Perjuangan Rakyat Korea Selatan

Travel | BuddyKu | Jum'at, 9 Juni 2023 - 16:00
share

AKURAT.CO Para penggemar drakor pasti sudah tidak asing lagi dengan Jumeokbap. Makanan ini termasuk salah satu makanan populer dan sering muncul pada film drakor.

Jumeokbap disebut juga nasi kepal ala Korea atau bola-bola nasi.

Pada umumnya nasi diberi garam, minyak wijen, dan biji wijen. Untuk isiannya bisa berasal dari berbagai sayuran atau daging.

Makanan khas Korea Selatan ini sebenarnya sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, namun baru populer di tahun 1990-an.

Kepopulerannya dipengaruhi oleh kuliner Jepang, yaitu onigiri sedang banyak digemari oleh masyarakat Korea.

Dalam bahasa Korea, "jumeok" berarti "kepalan tangan". Sedangkan "bap" artinya "nasi". Secara keseluruhan bermakna nasi kepalan tangan karena dibuat dengan cara mengepal-ngepalkan nasi di telapak tangan membentuk bulatan.

Di balik rasanya yang lezat dan bentuknya yang unik, jumeokbap memiliki sejarah sehingga menjadi simbol perjuangan rakyat Korea Selatan.

Sejarah Jumeokbap

Pada masa perang, jumeokbap menjadi makanan untuk tentara karena mudah dikemas dan mudah dibawa.

Pada tahun 1980, saat terjadi unjuk rasa mahasiswa dan warga sipil di Gwangju, diktator militer yang berkuasa memblokade kota dari bantuan dan jurnalis.

Terdapat 18.000 polisi anti huru hara dan 3.000 pasukan terjun payung dari pasukan khusus "baret hitam" yang disiapkan untuk menghadang massa.

Akibatnya, warga sipil tewas dalam beberapa hari berikutnya sebanyak 2.000 orang dan sejumlah orang menghilang selamanya.

Ketika para pejuang kehabisan makanan, lalu para wanita dan pedagang kota mendirikan pusat distribusi untuk jumeokbap.

Mereka mengosongkan dapur dan membagikan briket batu bara terakhir untuk mengukus nasi dalam kuali di jalanan yang konflik. Satu-satunya bahan tambahan adalah taburan garam.

Bahkan pejuang paling kejam melunak setelah ditawari nasi kepal. Pelajar, buruh, dan pemulung sama-sama merasa nyaman menyapa mereka yang menyiapkan nasi.

Jumeokbap juga menjadi makanan penyelamat para pekerja Korea saat terjadi krisis moneter di awal tahun 2000.

Jumeokbap kembali mengisi perut yang kelaparan dan menjadi makanan pengganjal perut bagi pekerja yang kelaparan setelah krisis moneter Asia 1997 pada tahun 2001.

Makanan ini mencerminkan rezeki yang sederhana dan berharga selama masa-masa sulit.

Penduduk Gwangju dimobilisasi untuk membuat jumeokbap. Nasi kepal ini didistribusikan kepada pekerja lokal yang kelaparan.

Gwangju tetap menjadi kota dengan semangat demokrasi yang kuat. Namun aksi dan depopulasi sempat mengubahnya menjadi kota istilah kulit kedua di Korea Selatan dan memutuskan untuk mengubah citranya pada tahun 2019, salah satunya dengan memperkenalkan masakan tradisionalnya.

Saat itu, komite kota memilih jumeokbap sebagai salah satu dari tujuh makanan untuk mewakili Gwangju.

Dari beberapa peristiwa tersebut, jumeokbap pun resmi jadi simbol Kota Gwangju.

Jumeokbap mempersatukan warga Gwangju bagai nasi yang lengket

Berita soal jumeokbap dari Gwangju ini pun dengan cepat menyebar. Orang-orang yang selamat dari pembantaian tahun 1980 dan para pekerja Gwangju mulai muncul untuk bercerita tentang jumeokbap.

Pembuatan jumeokbap mengandalkan kekuatan masyarakat. Para wanita membuatnya hanya menambahkan rumput laut panggang untuk memberikan rasa.

Bagi warga Gwangju, jumeokbap melambangkan jongshin gye-seung (warisan spiritual) dan daedong jongshin (keinginan untuk mencapai perdamaian dan kemakmuran bersama).

Hingga saat ini jumoekbap menjadi kuliner yang populer dan digemari oleh berbagai kalangan, bahkan hingga ke Indonesia.