Penuh Filosofi, Ini Arti dan Simbol di Balik Keunikan 5 Kain Tradisional Indonesia
INDONESIA sangat kaya akan keanekaragaman budaya, salah satunya dapat dilihat dari banyaknya aneka kain tradisional daerah. Uniknya lagi kain-kain ini punya makna dan filosofi mendalam.
Setiap daerah di Bumi Nusantara memiliki kain tradisional sebagai bagian dari identitas masing-masing. Kain-kain itu punya pola, warna maupun motif berbeda, tergantung ciri khas.
Selain indah, keunikan ragam kain tradisional tersebut juga diwariskan secara turun temurun yang ternyata memiliki arti dan makna akan filosofi serta cerita mendalam.
Berikut 5 kain tradisional Indonesia yang memiliki arti dan filosofi mendalam sebagaimana dilansir dari Indonesia Travel :
Kain Tapis sebagai Simbol Perjalanan Hidup Manusia
Masyarakat Lampung punya kain tenun kebanggaan dan berbeda dari kain tenun lainnya yang ada di Indonesia, yakni kain tapis. Kain ini merupakan jenis tenunan yang terbuat dari benang kapas serta diberi hiasan sulaman benang emas, benang perak, atau sutera.
Kain tapis
Awalnya, kain tapis dibuat sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan hanya dikenakan pada acara-acara adat atau ritual keagamaan. Kini, kain tapis digunakan sehari-hari dan banyak dibuat untuk dijadikan sebagai buah tangan dari Lampung.
Secara simbolis dan filosofis, kain tapis ini memiliki makna yang mendalam. Sebagai contoh, kain tapis dengan motif kapal dianggap sebagai simbol perjalanan hidup manusia.
Pasalnya, motif kapal dianggap sebagai kendaraan yang membawa perjalanan kehidupan manusia, mulai dari masa kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, masa perkawinan, hingga kematian.
Selain itu, penggunaan kain tapis juga mencerminkan status sosial seseorang dalam masyarakat adat, apakah dia sebagai tokoh adat atau tokoh masyarakat.
Kain Ulos sebagai Simbol Keberkatan
Ulos merupakan kain tradisional suku Batak di Sumatera Utara. Secara harfiah, ulos berarti selimut yang menghangatkan badan.
Kain ulos (Okezone.com/Sukardi)
Cara pembuatan ulos mirip dengan pembuatan songket khas Palembang yakni menggunakan alat tenun manual dan tradisional, bukan mesin. Warna dominan dari kain ini antara lain adalah merah, hitam, dan putih yang dihiasi dengan anyaman benang emas atau perak.
Ada banyak jenis ulos dari Batak Toba, diantaranya adalah ragi hidup, ragih otang, dan sibolang yang biasa dijadikan selendang. Jenis kain ulos lainnya adalah ulos sadum angkola/ulos godang yang biasanya diberikan orang tua kepada sang anak tercinta dengan harapan, mendatangkan kegembiraan dan berkat bagi keluarga.
Kain Tenun Gringsing Bali sebagai Simbol Kesehatan
Gringsing adalah kain tradisional asal Desa Tenganan di Bali. Ini satu-satunya kain tenun tradisional Indonesia yang dibuat dengan teknik ikat ganda.
Masyarakat Bali, khususnya di Desa Tenganan, percaya bahwa kain ini memiliki kekuatan magis untuk melindungi mereka dari berbagai macam penyakit. Kata gringsing sendiri berasal dari kata "gring" yang berarti sakit dan "sing" yang berarti tidak, sehingga jika digabungkan bermakna "tidak sakit".
Kain gringsing
Menurut mitos Bali, kain gringsing berasal dari kekaguman Indra (Dewa Petir Bali) akan langit malam yang memesona. Dewa Indra kemudian melukiskan apa yang dilihatnya kepada rakyat pilihannya (Tenganan) melalui motif tenunan.
Kain Tenun Ikat Flores sebagai Simbol Persatuan
Kain tenun ikat Flores merupakan salah satu dari sekian banyak wastra yang dalam bahasa Sansekerta berarti kain nusantara ternyata bernilai seni tinggi loh Okezoners.
Keindahan tersebut tentu tak lepas dari rumitnya proses menenun sebuah kain ikat, yang harus melewati setidaknya 20 tahapan dan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Tenun ikat
Kain tradisional ini diproduksi di beberapa daerah di Flores, di antaranya Maumere, Sikka, Ende, Ngada, Nagekeo, Manggarai, Lio, dan Lembata. Nah, setiap daerah memiliki motif, corak, dan warna yang berbeda yang merepresentasikan ragam suku, adat istiadat, agama, dan kehidupan masyarakat Flores.
Tak hanya mencerminkan keragaman, beberapa pola yang terkandung dalam kain tenun ikat Flores juga sarat akan makna. Misalnya, pola belah ketupat yang menggambarkan persatuan antara pemerintah dan masyarakat.
Kain Tenun Sumba sebagai Simbol Nilai Kehidupan Manusia
Selain keindahan alamnya, Sumba ternyata juga dikenal dengan keindahan lain berupa kain tenunnya. Proses membuat kain tradisional di sini juga masih menggunakan teknik tradisional, lho Okezoners. Kain ini juga menggunakan pewarna yang diekstrak dari bahan alami, seperti akar mengkudu, serat kayu, dan lumpur.
Setelah diwarnai, dilanjutkan dengan proses pengikatan menggunakan daun gewang, lalu kemudian proses pengeringan. Untuk membuat selembar kain tenun Sumba, setidaknya ada 42 tahapan yang harus dilewati dan bisa memakan waktu hingga tiga tahun lho okezoners, wow! Inilah alasannya kenapa kain tenun dari Sumba dikenal sebagai kain istimewa dengan nilai jual yang tinggi.
Kain tenun Sumba
Dilihat dari motifnya, kain tenun Sumba tetap mempertahankan motif-motif fauna yang menjadi ciri khasnya. Masyarakat Sumba percaya, bahwa binatang-binatang tertentu layak untuk dijadikan sebagai simbol atau nilai kehidupan manusia.
Motif kuda, misalnya melambangkan kepahlawanan, keagungan, dan kebangsawanan karena kuda merupakan simbol harga diri bagi masyarakat Sumba. Motif lain, seperti buaya dan naga menggambarkan kekuatan dan kekuasaan raja, motif ayam melambangkan kehidupan wanita, dan motif burung, umumnya kakatua, melambangkan persatuan.
Keistimewaan kain tenun Sumba tidak berhenti sampai di situ. Kain ini pun dianggap sakral oleh masyarakat setempat, sehingga dipakai dalam setiap momen-momen penting, seperti menyambut kelahiran, pernikahan, bahkan ritual penguburan.