Makna Dugderan, Tradisi di Semarang yang Jadi Sarana Dakwah Islam
SEMARANG, iNews.id - Makna dugderan yang perlu diketahui. Tradisi Dugderan merupakan acara tahunan yang digelar meriah oleh masyarakat Kota Semarang.
Makna dugderan berasal dari dug yang merupakan suara bedug yang dibunyikan saat salat Maghrib. Sedangkan der-an dari suara mercon yang dibunyikan dalam kegiatan ini. Tradisi ini dimeriahkan dengan tabuhan bedug dan bunyi petasan yang juga menjadi asal kata penamaan dugderan.
Makna dugderan selain sebagai sarana hiburan, juga sebagai sarana dakwah Islam. Tradisi dugderan digelar saat menjelang bulan Ramadhan yang sudah menjadi pesta rakyat. Semua lapisan masyarakat dari anak-anak hingga orang dewasa ikut memeriahkan.
Tradisi dugderan pertama kali digelar sekitar tahun 18621881 oleh Bupati Semarang Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat. Kala itu, umat Islam di Semarang sering memiliki perbedaan pendapat mengenai awal masuknya bulang Ramadhan. Guna menengahi perbedaan pendapat, diadakan perayaan yang bertujuan menyamakan awal bulan Ramadhan.
Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat menggelar upacara dengan membunyikan suara bedug sebagai awal bulan puasa sebanyak 17 kali dan diikuti suara dentuman meriam sebanyak 7 kali.
Tradisi dugderan digelar 1-2 minggu sebelum Ramadhan, terdiri atas tiga rangkaian acara. Meliputi pasar malam, prosesi pengumuman awal bulan Ramadhan, dan kirab budaya warak ngendok. Pasar malam untuk menyemarakkan budaya yang sudah berlangsung ratusan tahun.
Di pasar malam, beraneka barang dijual, mulai dari makanan hingga kebutuhan rumah tangga. Pada puncak perayaan, setelah mendengar kemeriahan bedug dan petasan, masyarakat kemudian berkumpul di Alun-alun Masjid Kauman, kata sambutan dan pengumuman awal bulan Ramadhan disampaikan Bupati Semarang dan Imam Masjid Besar.
Setelah itu, diadakan kirab budaya warak ngendok yang menjadi ikon dugderan. Warak ngendok berasal dari dua kata, yakni warak dari bahasa Arab wara\' yang berarti suci dan ngendok artinya bertelur. Dua kata diartikan sebagai siapa saja yang menjaga kesucian di bulan Ramadhan, akan mendapatkan pahala di hari lebaran. Ikon warak ngendok bentuknya perpaduan antara kambing pada bagian kaki, naga pada bagian kepala dan buraq di bagian badan.
Saat zaman kolonial Belanda, perayaan dipusatkan di kawasan Masjid Agung Semarang atau Masjid Besar Semarang (Masjid Kauman). Lokasinya berada di pusat kota lama Semarang dekat Pasar Johar. Warak ngendog kini bukan hanya menjadi ikon arak-arakan dalam tradisi dugderan. Namun juga merepresentasikan kerukunan masyarakat Semarang.
Pelaksanaannya kini diadakan seminggu sebelum bulan Ramadhan dan berlangsung selama seminggu hingga H-1 bulan puasa. Hal ini menjadi kesempatan para pedagang menjual cendramata atau makanan, sehingga wisatawan banyak datang untuk menikmati.
Demikian ulasan mengenai makna dugderan. Semoga bermanfaat.