Akademisi Ungkap Penyebab Tradisi Unggah-ungguh Memudar di Kehidupan Masyarakat
GARUT, iNewsGarut.id Warisan budaya tak benda unggah-ungguh terancam hilang dalam kehidupan warga. Kaidah yang ada di masyarakat Pulau Jawa seperti saat bertutur kata atau bertingkah laku antara penutur dan lawan tutur ini mulai memudar.
Akademisi Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, DR Suhendi Afrianto menjelaskan, memudarnya tradisi unggah-ungguh disebabkan oleh karena tradisi ini tak lagi dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, budaya ini bertujuan untuk menjaga kesopansantunan, agar tercipta saling menghormati serta menghargai terhadap orang lain.
Dalam tradisi Sunda, ada banyak budaya yang hilang dan terancam. Contoh paling sederhana adalah budaya unggah-ungguh, sudah sangat jarang sekali dilakukan saat kita berkumpul, kata Suhendi Afrianto, Minggu (19/3/2023).
Beberapa budaya unggah-ungguh yang dimaksud misalnya seperti membungkukan badan saat melintasi orang di sekitar jalan, hingga tata krama di meja makan ketika bersama orang tua.
Zaman saya dahulu tidak berani jika melintasi orang yang sedang duduk tanpa membungkukan badan untuk menghormati, tapi sekarang banyak orang yang lewat begitu saja. Lalu tata krama pada orang tua juga sudah memudar, ujarnya.
Selain kurangnya praktek dan contoh yang diberikan, ancaman memudarnya tradisi ini dipengaruhi pula oleh derasnya budaya asing yang masuk ke Indonesia. Tergerusnya tradisi nusantara oleh budaya asing tak lepas dari perkembangan teknologi dan informasi.
Anak-anak di Indonesia sekarang sudah mengadopsi budaya yang bukan milik kita. Terkesan sepele karena tejadi tanpa sadar di kehidupan sehari-hari. Budaya asing dengan mudah kita terima melalui teknologi informasi, melalui handphone atau internet misalnya, papar pengajar ISBI Bandung itu menerangkan.
Ia pun mengingatkan agar penggunaan teknologi diwaspadai. Kemajuan teknologi, kata dia, justru dapat dimanfaatkan untuk melestarikan budaya.
Kita tidak bisa membiarkan tradisi tergerus sebagai dampak dari perkembangan zaman, justru dengan perbaikan melalui kecanggihan teknologi inilah budaya bisa dilestarikan, ungkapnya.
Melalui kegiatan Sosialisasi Pelindungan Warisan Budaya yang digelar di Ballroom Fave Hotel Garut, Sabtu 18 Maret 2023 kemarin, Suhendi Afrianto mengajak seluruh elemen mulai dari pemerintah, masyarakat, pelaku budaya, dan lainnya untuk bersinergi dalam pemajuan kebudayaan.
Kebudayaan sekarang itu sudah hampir tergerus, faktanya kita ini mungkin sudah abai biak disadari atau tidak. Kita punya potensi budaya yang begitu besar, oleh karena itu saya pikir melalui acara seperti ini perlu ditanamkan sikap-sikaap kebersamaan, sharing informasi, katanya.
Dalam sosialisasi itu juga, penggunaan bahasa ibu di suatu daerah turut dibahas. Bahasa Sunda misalnya, penting dilestarikan oleh siapapun yang tinggal di tanah Jawa Barat.
Penggunaan Bahasa Sunda bagi masyarakat, tak lepas dari mana saja mereka, misalnya dari luar Jawa Barat, sudah semestinya dilakukan karena sudah menjadi konsekuensi. Begitu juga sebaliknya, saat masyarakat Sunda berada di luar Jawa Barat, semestinya mempelajari bahasa ibu di tempat mereka tinggal, ujarnya.
Oleh karena itu, diperlukan peran pemerintah dalam pelestarian budaya. Ia mengatakan, kebudayaan saat ini telah dilindungi oleh undang-undang.
Pemerintah serius enggak sekarang, undang-undangnya sudah ada lho. Disamping ada anjuran, ada sanksinya juga. Sekarang yang menjadi pertanyaan, kalau nanti ada daerah atau pemerintahan yang tidak melaksanakan, bisa tidak diberi sanksi, sanksinya apa. Percuma ada undang-undang jika tidak dilaksanakan, katanya.
Senada dengan Suhendi Afrianto, Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah, menjelaskan dorongan untuk melindungi budaya perlu dilakukan. Pelindungan juga harus dilakukan kepada cagar budaya melalui upaya pelestarian.
Kita juga tidak bosan terus menyosialisasikan kepada masyarakat untuk melestarikan cagar budaya. Cagar budaya daerah merupakan warisan budaya yang memiliki banyak nilai bagi bangsa Indonesia, ujarnya.