Asal Usul Papeda, Makanan dari Sagu yang Dianggap sebagai Jelmaan Manusia
JAKARTA, iNews.id - Asal-usul Papeda sangat menarik untuk diketahui banyak orang. Papeda merupakan makanan khas Papua, Maluku, dan beberapa daerah di Sulawesi.
Hidangan yang mirip dengan makanan bubur sagu ini memiliki tekstur kental. Makanan ini memiliki warna bening keabu-abuan dengan rasanya yang tawar. Maka dari itu papeda sangat cocok dimakan bersama ikan kuah kuning untuk rasa yang lebih lezat.
Namun, dibalik kelezatan papeda ada kisah unik yang diyakini oleh masyarakat Papua. Penasaran ingin tahu asal usul papeda khas Papua yang nikmat ini? Berikut ulasannya dirangkum pada Kamis (2/3/2023).
Asal Usul Papeda
Papeda merupakan makanan khas berbahan dasar sagu. Makanan tradisional ini banyak ditemui di Papua, Maluku, dan beberapa daerah di Sulawesi. Bagi masyarakat Papua, papeda dihormati dan disakralkan karena kerap dihidangkan dalam upacara-upacara adat.
Lezatnya Menu Mewah di Festive at Park, Cocok untuk Rayakan Liburan Akhir Tahun bersama Keluarga
Proses pembuatan Papeda butuh kesabaran dan ketelatenan karena dapat menghabiskan waktu yang lumayan lama. Saripati sagu dimasukkan dengan air mendidih ke dalam wadah belanga dan diaduk searah hingga tekstur sagu menjadi kental seperti lem dan berubah warna menjadi bening keabu-abuan. Cara menyantapnya pun cukup unik, Anda harus menggulung-gulung papeda menggunakan dua sumpit atau garpu lalu diletakkan ke piring dan disantap dengan ikan kuah kuning. Dari keunikan dan kelezatan makanan ini, tentu Anda penasaran kan mengenai asal-usul papeda.
Mitos mengenai p apeda makanan dari sagu
Makanan Papeda bukanlah makanan biasa yang dapat mengenyangkan perut. Namun Papeda merupakan makanan yang biasa disajikan di hari-hari istimewa seperti upacara adat sebagai persembahan rasa syukur. Hal ini dikarenakan adanya cerita mitologi mengenai sagu yang merupakan bahan makanan Papeda.
Sagu diyakini sebagai jelmaan dari manusia oleh suku Papua. Hal ini berawal dari mitos mengenai seorang ibu dan anak-anaknya yang berubah jadi pohon sagu setelah tercebur ke dalam telaga. Maka dari itu Papeda dijadikan makanan khusus untuk disajikan dalam upacara Watani Kame yang merupakan upacara berakhirnya siklus kematian seseorang.
Meriahkan Libur Natal dan Tahun Baru dengan Mewah di Festive at Park by Park Hyatt Jakarta
Masyarakat suku Inanwatan juga menyajikan Papeda dan daging babi sebagai upacara penyambutan anak pertama. Selain itu, para perempuan yang ditato tubuhnya akan diberikan Papeda untuk meredakan rasa sakit mereka.
Sedangkan di Raja Ampat, sagu memang diistimewakan hingga diadakannya upacara khusus saat panen sagu sebagai rasa syukur dan penghormatan atas hasil panen melimpah yang dapat memenuhi kebutuhan.
Dan di Pulau Seram, Maluku, bagi suku Nuaulu Papeda dijadikan sebagai makanan untuk ritual perayaan masa pubertas anak perempuan. Suku Nuaulu dan Huaulu juga melarang perempuan yang sedang datang bulan untuk memasak Papeda karena dianggap tabu merebus sagu.
Tak hanya makanannya yang unik dan lezat, Papeda juga mengandung banyak nutrisi seperti karbohidrat, zat besi, kalsium, fosfor, dll yang dapat melancarkan pencernaan, mengurangi resiko kanker usu, kegemukan, kolesterol dan lainnya. Kini, popularitas Papeda menurun karena masyarakat beralih terhadap nasi setelah kebijakan pemerintah membuka lahan persawahan di Papua. Meski begitu, ciri khas Papeda tidaklah hilang dan masih dijadikan sebagai makanan istimewa bagi masyarakat Papua dan Sulawesi.