Bau Nyale, Tradisi Tangkap Cacing Asal Lombok Tengah untuk Mengenang Putri Mandalika
JAKARTA, iNews.id - Bau Nyale merupakan tradisi turun-temurun masyarakat Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Menurut situs Kemdikbud, tradisi ini telah ada sejak sebelum abad ke-16.
Disebut Bau Nyale karena Bau berarti menangkap dan Nyale adalah cacing laut. Pada praktiknya, tradisi tersebut memang berupa kegiatan menangkap cacing laut.
Adapun sejarah hingga pelaksanaan Bau Nyale yang patut untuk disimak adalah sebagai berikut.
Sejarah Bau Nyale
Dilansir dari situs Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi NTB, Selasa (28/2/2023) tradisi Bau Nyale berhubungan erat dengan legenda Putri Mandalika. Konon, sang putri adalah seorang gadis yang sangat cantik fan baik hatinya hingga membuat para pangeran jatuh hati.
Para pangeran tersebut bahkan berebut ingin meminang sang putri. Alih-alih senang, Putri Mandalika justru khawatir jika rasa suka para pangeran tersebut padanya dapat mengganggu keutuhan masyarakat Lombok.
15 Destinasi Wisata Kebun Teh di Indonesia, Nomor 7 Tempat Syuting Film Petualangan Sherina
Sang putri akhirnya memutuskan untuk melakukan semedi demi menentukan pria yang akan ia pilih menjadi pendamping hidup. Dalam semedinya, Putri Mandalika mendapat petunjuk dan meminta para pangeran untuk berkumpul di bukit Seger.
Saat semuanya telah berkumpul, Putri Mandalika justru tidak memilih siapapun dan menceburkan dirinya ke laut. Ia tetap tidak ditemukan walaupun warga telah berbondong-bondong menyelam untuk menyelamatkan sang putri.
Setelah kepergian Putri Mandalika, muncul banyak cacing warna-warni di tepi pantai yang akhirnya diberi nama \'nyale\'. Cacing tersebut dipercaya merupakan jelmaan sang putri, sehingga masyarakat kerap mengadakan ritual adat Bau Nyale untuk menghormatinya.
Pelaksanaan Bau Nyale
1.Sangkep Wariga
Tradisi Bau Nyale diawali dengan Sangkep Wariga. Sangkep Wariga sendiri merupakan pertemuan para tokoh adat untuk menentukan waktu pelaksanaan Bau Nyale.
2.Mepaosan
Satu hari sebelum Bau Nyale digelar, Mepaosa akan dilakukan. Mepaosan atau membaca lontar ini dilakukan oleh para tokoh adat atau yang biasa disebut Mamik.
Mamik akan berkumpul di Bale Saka Pat atau bangunan tradisional yang ditopang oleh empat tiang. Dalam praktiknya, Mepaosan dilaksanakan dengan menyanyikan pupuh atau lagu tradisional.
Dalam prosesi tersebut, terdapat daun sirih, kapur, dan sembilan jenis bunga. Selain itu, disiapkan pula dua gunungan yang terbuat dari buah-buahan dan jajanan khas Suku Sasak.
3.Nede Rahayu Ayuning Jagad
Dini hari atau beberapa jam sebelum pelaksanaan Bau Nyale, upacara Nede Rahayu Ayuning Jagad akan digelar. Para Mamik dalam prosesi tersebut akan duduk melingkari gunungan jajan dan buah-buahan.
4.Bau Nyale
Di sore hari, warga akan berkumpul untuk membuat kemah. Selanjutnya, akan ada pertunjukan kesenian tradisional, seperti Betandak atau berbalas pantun, Bejambik atau pemberian cinderamata kepada kekasih serta Belancaran atau pesiar dengan perahu).
Jika pertunjukan sudah selesai, warga akan mulai menangkap cacing di laut pada malam harinya. Cacing atau Nyale tersebut akan dimasak kemudian disantap di pantai Seger.
Waktu dan tempat
Bau Nyale digelar setiap tanggal 20 pada bulan ke-10 menurut kalender tradisional Suku Sasak. Biasanya, tanggal tersebut bertepatan dengan bulan Februari.
Di tahun ini, Bau Nyale dilangsungkan pada tanggal 10-11 Februari 2023. Adapun lokasi pelaksanaan Bau Nyale adalah di Pantai Seger, Kuta, Lombok Tengah.