Keruntuhan Kerajaan Pajajaran Warisan Prabu Siliwangi Ditandai Pemindahan Batu Sakral
AKHIR masa Kerajaan Pajajaran ditandai dengan pemindahan batu yang merupakan simbol dari kerajaan saat bertahta, sekaligus tamatnya riwayat Pajajaran. Pemindahan batu ini dilakukan oleh Maulana Yusuf penguasa Banten, yang melakukan ekspansi ke ibu kota Pakuan, Pajajaran.
Istilah batu Palangka sendiri secara umum memiliki arti tempat duduk, yang dalam bahasa Sunda berarti pangcalikan, yang secara kontekstual bagi Kerajaan Pajajaran, adalah tahta. Pada hal ini tahta tersebut melambangkan tempat duduk khusus, yang diperkenankan pada upacara penobatan seorang raja.
Di atas Palangka itulah, calon raja diberkati dengan berbagai prosesi upacara oleh pendeta tertinggi. Tempat Palangka berada di kabuyutan kerajaan, bukan di dalam istana. Sesuai dengan budaya Pajajaran, tahta tersebut dibuat dari batu dan diasah hingga halus mengkilap.
Batu Pangcalikan sekarang bisa ditemukan di makam kuno dekat Situ Sangiang di Desa Cibalanarik, Kecamatan Sukaraja, Tasikmalaya dan di Karang Kamulyan, bekas pusat Kerajaan Galuh di Ciamis.
8 Tempat Wisata di Bantul: Puncak Sosok, Spot Terbaik Melihat Kota Yogyakarta dari Ketinggian
Perihal batu ini semasa Pajajaran sejak Prabu Siliwangi memang difungsikan sebagai tempat duduk, saat dinobatkan sebagai raja Pajajaran. Batu berukuran panjang 200 sentimeter, lebar 160 sentimeter, dan 20 sentimeter dari tingginya dibawa ke Banten.
Pemindahan batu ini karena budaya politik pada waktu itu mengharuskan melakukan cara demikian. Pemindahan batu ini membuat tak ada lagi penobatan raja baru di Pajajaran.
Selain itu pemindahan itu sengaja dilakukan oleh Banten guna memperkuat legitimasi Sultan Banten Maulana Yusuf yang menahbiskan menjadi penerus kekuasaan Pajajaran yang sah.
Apalagi buyut perempuan Maulana Yusuf adalah putri dari Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi. Sementara itu di sisi lain, seluruh atribut dan perangkat Kerajaan Pajajaran secara resmi telah diserahkan kepada Kerajaan Sumedang Larang, melalui empat Kandaga Lante.
Palangka Sriman Sriwacana sendiri saat ini berada di depan keraton Surawosan di Banten. Karena wujudnya yang mengkilap, dan berbeda dengan batu lainnya, banyak orang Banten menyebutnya watu gigilang. Istilah gigilang artinya berseri atau mengkilap, sama dengan arti kata sriman.
(don)