Sejarah Suku di Papua Menggunakan Koteka, Simbol Adat Istiadat yang Terus Hidup
JAKARTA, iNews.id - Sejarah suku di Papua menggunakan koteka. Koteka adalah pakaian untuk menutup kemaluan laki-laki dalam budaya orang asli Papua (OAP).
Orang Papua telah memakai koteka sejak ratusan tahun lalu dan digunakan secara turun temurun.Namun sejak 1964, penggunaan koteka dibatasi.
Bila dulu koteka biasa digunakan laki-laki Papua di tempat umum, kini sudah dilarang dengan alasan demi keselamatan dan keamanan warga, kecuali untuk acara adat atau kebudayaan lainnya.
Saat ini penggunaan koteka lebih banyak di wilayah pegunungan Papua, ada juga beberapa di daerah perkotaan.Bukan hanya orang Papua, koteka juga boleh dipakai orang luar. Sebab koteka merupakan budaya, simbol adat istiadat yang perlu dilestarikan oleh orang asli Papua maupun non-Papua.
Sejarah koteka di Tanah Papua
Dilansir dari situs warisan budaya Kemendikbud, tidak ada literatur yang menyebutkan awal mula suku di Papua mengenakan koteka.
Secara etimologi atau asal usul kata koteka ternyata berasal dari bahasa suku di Paniai artinya pakaian. Namun penyebutan koteka dalam beberapa suku yang ada di pegunungan berbeda.
Seperti di Paniai menyebutnya dengan nama Bobee. Kemudian masyarakat Wamena di Jayawijaya, menyebut koteka sebagai nama Holim. Lau ada masyarakat di Amungme menyebut koteka dengan nama Sanok.
Sumber lain dari cerita mitos penciptaan manusia di Pegunungan Tengah, koteka sudah ada bersamaan dengan kehadiran manusia. Artinya, koteka memang budaya asli Papua dan tidak dibawa masuk orang atau suku bangsa lain.
Bagi orang Papua, koteka bukan hanya sekadara pakaian atau perhiasan laki-laki, namun juga mengandung nilai-nilai hidup bagi penggunaannya. Seperti nilai kebersamaan, kepemimpinan, kebanggaan, kebesaran, penutup aurat dan sebagainya.
Contohnya, tokoh masyarakat akan menggunakan koteka yang berukuran besar dan panjang. Pemakain koteka juga selalu bersamaan dengan membawa panah dan busur.
Bahan pembuatan koteka
Koteka terbuat dari kulit labu air yang dibuang bijinya kemudian dikeringkan dan dijemur hingga kering. Secara umum, bahan baku koteka sifatnya natural sehingga dapat dengan mudah ditemukan di alam atau memang sudah disediakan alam.
Proses pembuatanya dengan menjemur kulit labu agar awet dan tahan lama saat dirancang. Beberapa ada yang menggunakan ciri khas tertentu seperti bulu ayam ataupun bulu burung pada bagian bawahnya.
Koteka digunakan para laki-laki dengan cara diikat melingkar pada pinggang. Koteka ini hanya menutupi bagian kemaluan saja. Di sisi lain, koteka juga menjadi bagiandari status sosial.
Ada tiga pola penggunaan koteka, yaitu tegak lurus menandakan pemakainya pria sejati. Makna simbolik lainnya mengisyaratkan masih perjaka.
Lalu ada koteka yang bentuknya miring ke samping kanan artinya simbol kejantanan. Artinya, penggunanya laki-laki sejati yang memiliki harta kekayaan melimpah atau punya kedudukan dalam status sosial.
Kemudian koteka miring ke samping kiri bermakna pria dewasa yang berasal dari golongan menengah dan memiliki sifat kejantanan sejati. Bentuk koteka ini sekaligus menunjukkan pemakainya keturunan Panglima Perang (apendabogur).