Upacara Saparan Bekakak, Tradisi Masyarakat Ambarketawang Sleman Penuh Pengorbanan

Upacara Saparan Bekakak, Tradisi Masyarakat Ambarketawang Sleman Penuh Pengorbanan

Travel | BuddyKu | Minggu, 4 Desember 2022 - 20:55
share

SLEMAN, iNews.id - Upacara Saparan Bekakak merupakan tradisi yang rutin dilaksanakan masyarakat Desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Sleman. Tradisi ini menjadi upacara selamatan yang dilaksanakan setiap bulan Sapar pada penangggalan Jawa.

Upacara Saparan Bekakak dilaksanakan di Gunung Gamping sejak tahun 1755 atas perintah Sri Sultan Hamengkubuwono I untuk mengenang abdi dalemnya yang ditemukan mati di gunung gamping. Saparan Bekakak berarti upacara penyembelihan hewan atau manusia. Bekakak pada saparan ini hanya tiruan manusia yang berujud boneka pengantin dengan posisi duduk bersila yang terbuat dari tepung ketan.

Tradisi ini dilaksanakan mirip dengan hajatan pernikahan, karena ada malam midodareni yang bermakna turunnya bidadari. Selain itu juga ada kirab, penyembelihan pengantin bekakak dan Sugengan Ageng.

Upacara Saparan Bekakak bertujuan untuk menghormati arwah Kiai dan Nyai Wirosuto dan keluargaya. Kiai Wirosuto adalah abdi dalem yang memayungi Sri Sultan Hamengku Buwana I saat tinggal di Pesanggrahan Ambarketawang. Bersama keluarganya ia tetap tinggal di Gamping dan tidak ikut pindah ke keraton, yang dianggap sebagai cikal bakal penduduk Gamping.

Upacara Saparan Bekakak dilaksanakan setiap hari Jumat pada bulan Sapar antara tanggal 10-20. Kirab pengantin dilaksanakan pukul 14.00 WIB, sedangkan penyembelihan bekakak pukul 16.00 WIB.

Tradisi ini diawali dengan pembuatan bekakak dari tepung ketan dan membuat juruh dengan diiringi gejong lesung memainkan tembang kebogiro, thong-thongsot, dhengthek, wayangan, kutut manggung dan lain-lain. Setelah penumbukan beras telah selesai, dilanjutkan pembuatan bekakak, gendruwo, kembar mayang, dan aneka sesaji.

Ada dua pasang pengantin yang dibuat. Satu pasang bergaya Solo dan sepasang lainnya bergaya Yogyakarta.

Upacara Saparan Bekakak juga dilengkapi dengan aneka sesaji berupa dua jali yang diletakkan bersama-sama dengan pengantin bekakak. Satu jali lagi diletakkan di dalam jodhang sebagai rangkaian pelengkap sesaji upacara.

Upacara bekakak dimulai pada Kamis malam dengan membawa dua jali berisi pengantin bekakak dan sebuah jodhang berisi sesaji disertai sepasang suami istri genderuwo dan wewe. Semua diberangkatkan ke balai desa Ambarketawang dengan arak-arakan.

Semua jali dan ubo rampe selanjutnya diserahkan kepada Lurah Ambarketawang. Pada malam itu dilakukan tirakatan dan pertunjukan hiburan wayang kulit, uyon-uyon dan reyog. Sedangkan di rumah Ki Juru Permono diadakan tahlilan, begitu juga di pesanggrahan Ambarketawang juga diadakan tirakatan.

Kirab Pengantin Bekakak merupakan arak-arakan yang membawa jali pengantin bekakak ke tempat penyembelihan. Kirab ini dari balai desa menuju ke bekas gunung gamping di Ambarketawang sebagai tempat penyembelihan pertama. Sedangkan tempat penyembelihan kedua di Gunung Kliling.

Ketika sampai di Gunung Ambarketawang, joli pertama yang berisi sepasang pengantin bekakak, diusung ke arah mulut gua. Setelah didoakan, boneka ketan sepasang pengantin itu disembelih dan dipotong-potong untuk dibagikan kepada para pengunjung demikian pula sesaji yang lain.

Arak-arakan kemudian dilanjutkan menuju Gunung Kliling untuk mengadakan upacara penyembelihan pengantin bekakak yang kedua. Sama seperti di lokasi pertama potongan bekakak juga dibagikan kepada para pengunjung.

Sedangkan di Pesanggrahan Ambarketawang dilaksanakan Sugengan Ageng yang dipimpin oleh Ki Juru Permana pada hari tersebut. Pesanggrahan dihiasi janur (tarub) dan sekelilingnya diberi hiasan kain berwarna hijau dan kuning. Upacara ini dilaksanakan di Gunung Kliling yang diawali dengan doa dan ikrar serta pelepasan sepasang burung merpati putih dan pembagian aneka sesaji.

Topik Menarik