Ada Keramik Kisah Alkitab di Keraton Kasepuhan Cirebon, kok Bisa?
CIREBON., NETRALNEWS.COM - Sejak dulu, Cirebon dikenal dalam sejarah penyebaran agama Islam yang berkembang pesat. Bila dilihat dari kondisi geografisnya, Cirebon berada di pesisir utara Jawa yang bepotensi sebagai tempat berdagang dan berlayar di Nusantara.
Agama Islam berkembang di Cirebon semakin meningkat pada masa kekuasaan Sunan Gunung Jati di akhir abad ke-15. Sunan Gunung Jati berhasil membuat Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam di pantai utara Jawa.
Cirebon tidak hanya tumbuh dalam lingkup agama dan birokrasi, tetapi juga berkembang sebagai tempat dibangunnya berbagai infrastruktur untuk menunjang jalur pelayaran dan perdagangan antar bangsa, sehingga terjadi percampuran berbagai budaya yang masuk ke Cirebon.
Masuknya keanekaragaman budaya yang saling pengaruh mempengaruhi berpotensi terjadinya akulturasi dan asimilasi budaya. Hal ini dibuktikan dengan berbagai tinggalan arkeologi seperti motif hias gunungan, kesenian arsitektur bangunan, dan warisan non fisik.
Kesultanan Cirebon memiliki beberapa keraton, di antaranya Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, dan Keraton Kacirebonan. Di keraton kasepuhan, terdapat sebuah keunikan di mana terdapat keramik tempel yang menggambarkan kisah Alkitab pada motifnya.
Keraton yang terletak di kelurahan Kasepuhan ini memiliki kisah alkitab dalam keramik yang ditempel di tembok. Padahal bila dikritisi lebih lanjut, mengapa keramik tegel ini menghiasi keraton yang notabenenya menganut agama Islam?
Tentu menjadi pertanyaan tersendiri apabila kita mengetahui latar dari kedua agama yang berbeda ajarannya.
Tercatat sebanyak 30 gambar hias dari kitab Perjanjian Lama, sedangkan sebanyak 32 gambar motif lainnya berasal dari kitab Perjanjian Baru.
Tegel-tegel di Keraton Kasepuhan dipasang miring terpencar, sehingga posisi gambar-gambarnya juga tidak beraturan. Keramik ini ditempelkan di tembok ruangan Jinem Pangrawit, Gajah Nguling, Bangsal Pringgondani, Bangsal Prabayaksa , dan tembok pembatas menuju ke Bangsal Agung Panembahan.
Cerita Alkitab yang tergambar di tegel keramik itu menggambarkan kisah tokoh-tokoh dalam Alkitab secara langsung atau kejadian sesungguhnya di lokasi. Penempelan di tembok tidak beraturan dan berurutan sesuai alur cerita ini menunjukkan bahwa pemasangan tegel cerita Alkitab tidak berdasarkan kepercayaan keagamaan, tetapi memang hanya sebagai seni hias atau dekorasi.
Teknik seni hias tempel tegel keramik ini sebenarnya telah dikenal sejak abad ke-16 di Eropa, seperti Portugis, Spanyol, dan Belanda serta beberapa bangunan suci Muslim di Asia. Adanya tegel keramik ini menjadi bukti kontak budaya pada Kesultanan Cirebon yang masih terlestarikan hingga kini.
Hal Ini menunjukkan adanya toleransi ataupun kebersamaan dari adanya keberagaman, karena masyarakat dikenal toleran dan memiliki kearifan lokal dalam menyikapi perbedaan yang ada.
Pada dasarnya keberadaan seni hias ini karena persahabatan antara penguasa pada masa itu, baik dari Kesultanan Cirebon maupun Belanda, sehingga memungkinkan keramik cerita Alkitab diterima oleh masyarakat sebagai hiasan bangunan. Dengan demikian terjadi sebuah kesepakatan tanpa melanggar norma dan nilai-nilai budaya lokal.
Terlepas dari isi cerita atau penggambaran tersebut, setidaknya hasil karya indah ini sampai kini masih terawat dan dapat dinikmati atau bahkan menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan, ilmuwan dan kalangan akademis.
Seni hias keramik ini merupakan salah satu tinggalan cagar budaya yang perlu dilestarikan dan diberdayakan, sehingga eksistensinya dapat menjadi sebuah pemasukan bagi pemerintah daerah maupun warga lokal setempat.
Sumber:
Harkantiningsih, N. (2017). Seni Hias Tempel Keramik Kesultanan Cirebon: Toleransi dalam Kebinekaan. Kapata Arkeologi, 233-246.
Supatmo, S, & Syafii, S. (2019). Nilai Multukultural Ornamen Tradisional Masjid-Masjid Warisan Para Wali di Pesisir Utara Jawa. Imajinasi: Jurnal Seni, 13(2), 1-14.
Tempel Hias Keramik Kesultanan Cirebon
. Tegel keramik bermotif cerita Alkitab