Latar Belakang DI/TII di Berbagai Daerah Indonesia Beserta Pemimpinnya

Latar Belakang DI/TII di Berbagai Daerah Indonesia Beserta Pemimpinnya

Travel | BuddyKu | Selasa, 2 Agustus 2022 - 10:51
share

JAKARTA, iNews.id Latar belakang DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) di Indonesia adalah untuk menggantikan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Pancasila. Gerakan pemberontakan ini terjadi pascaawal kemerdekaan Indonesia.

Gerakan Pemberontakan DI/TII merupakan salah satu pemberontakan yang paling terkenal setelah G 30/S-PKI. Namun, apa latar belakang DI/TII? Berikut penjelasannya.

Latar Belakang DI/TII

Melansir laman kemendikbud.go.id, Gerakan Darul Islam (DI) adalah gerakan politik yang memiliki tujuan utamanya, yaitu mendirikan Negara Islam Indonesia. Gerakan ini mempunyai pasukan yang disebut sebagai Tentara Islam Indonesia (TII), sehingga disebut dengan singkatan DI/TII.

Gerakan pemberontakan ini merupakan salah satu pemberontakan tersulit yang pernah dihadapi Indonesia, sehingga tak heran kalau gerakan ini sangat terkenal. Hal ini dikarenakan pemberontakan DI/TII tersebar di beberapa wilayah Indonesia, mulai dari Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, hingga Kalimantan.

Berikut penjelasan tentang latar belakang DI/TII di berbagai daerah dikutip dari buku `Sejarah Indonesia` untuk SMA/MA Kelas XII terbitan Penerbit Duta.

Pemberontakan DI/TII pertama kali muncul di daerah Jawa Barat yang dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, pada 7 Agustus 1949. Sejak masa penjajahan Belanda, Kartosoewirjo sudah memiliki cita-cita untuk mendirikan Negara Islam, dengan mendirikan sebuah pesantren di Malangbong, Garut.

Di awal tahun 1948, diadakan pertemuan konferensi antara Kartosoewirjo dengan Panglima Laskar Sabilillah dan Raden Oni Syahroni. Pertemuan ini dilatarbelakangi karena mereka tidak menyetujui adanya Perjanjian Renville dan berupaya menggalang dukungan gerakan perlawanan terhadap Belanda untuk bisa menjalankan misi mereka yakni mendirikan Negara Islam.

Kartosoewirjo kemudian memilih untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) secara resmi, yang dipimpin oleh dirinya sendiri, pada 7 Agustus 1949 sekaligus menjadi puncak permasalahan antara Pemerintah Republik Indonesia dan DI/TII. Jadi, latar belakang DI/TII Jawa Barat adalah mendirikan negara Islam.

Upaya pemerintah Indonesia untuk menanggulangi pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dilakukan dengan dua cara, yakni melalui jalan damai dan operasi militer. Setelah upaya jalan damai gagal, Pemerintah Indonesia kemudian melancarkan operasi militer yang dinamakan Operasi Merdeka.

Meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama, namun pada akhirnya Kartosoewirjo berhasil ditangkap di daerah Gunung Geber, Majalaya. Ia kemudian dieksekusi pada 12 September 1962, sekaligus menandai berakhirnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat.

Pemimpin DI/TII di Jawa Tengah adalah Amir Fatah. Awalnya Amir Fatah menjabat sebagai Komandan Laskar Hizbullah dan sempat bergabung dengan TNI di Tegal, namun kemudian ia berubah sikap dengan menjadi pendukung gerakan DI/TII Kartosoewirjo.

Pada tanggal 28 April 1949, Amir fatah memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di Desa Pegangsaan, Tegal. Di bawah kepemimpinannya, gerakan dengan tujuan DI/TII mendirikan negara Islam berkembang pesat sampai akhir 1950.
Pasukan DI/TII juga melancarkan serangan terhadap TNI dan kepolisian. Akibatnya, pecah pertempuran antara pasukan DI/TII Amir Fatah dan TNI.

Upaya pemerintah RI dalam menanggulangi Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dilakukan dengan dua cara, yaitu operasi militer dan jalur politik. Perlawanan Amir fatah tidak berlangsung lama karena kurangnya pendukung DI/TII Jawa Barat.

Pada 22 desember 1950, Amir Fatah berhasil ditangkap saat menuju Jawa Barat untuk bergabung dengan Kartosuwiryo.

Latar belakang DI/TII di Aceh terjadi karena berbagai permasalahan yang kompleks. Pertama, adanya penghapusan status Provinsi Aceh. Kedua, adanya peristiwa Razia Agustus 1951. Ketiga, konflik antara ulama dan uleebalang.

Berbagai permasalahan membuat kekecewaan rakyat Aceh terhadap pemerintah pusat makin besar. Pada Kongres Ulama 21 April 1953, Tengku Muhammad Daud Beureueh menyatakan gagasan untuk para ulama berjuang mendirikan NII.

Setelah melakukan kontak dengan Kartosoewirjo, Tengku Muhammad Daud Beureueh mulai persiapan pemberontakan. Tanggal 21 September 1953, Tengku Muhammad Daud Beureueh memproklamasikan berdirinya NII di Aceh, sekaligus dimulainya pemberontakan DI/TII di Aceh.

Gerakan DI/TII terus melakukan serangan-serangan hingga bertahun-tahun lamanya. Mereka melancarkan perang gerilya, melakukan sabotase terhadap alat-alat perhubungan, dan meneror rakyat.

Untuk mengatasi pemberontakan DI/TII di aceh, pemerintah pusat melakukan Militaire Bijstand (Daerah Bantuan Militer). Setelah melakukan operasi militer, penyelesaian terhadap pemberontakan dilakukan melalui jalan damai.

Daud Beureueh menolak hasil perundingan dan tetap melanjutkan pemberontakan. Perdamaian dengan kelompok Daud Beureueh terus dilakukan, hingga akhirnya perdamaian berhasil dicapai pada tahun 1962 yang menandakan berakhirnya pemberontakan DI/TII di Aceh.

Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dilatarbelakangi adanya ketidakpuasan di kalangan bekas pejuang gerilya kemerdekaan yang tergabung dalam Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) terhadap kebijakan pemerintah pusat terkait pembentukan Tentara nasional Indonesia/Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (TNI/APRIS).

Jalannya pemberontakan DI/TII di Sulawesi selatan dipimpin oleh Kahar Muzakkar, Pemimpin KGSS dan berlangsung cukup lama, yakni sekitar 12 tahun lamanya. Pada periode 1953-1965, Kahar Muzakkar menyebutnya sebagai masa revolusi Islam, dengan salah satu operasinya yang terkenal yaitu Operasi Toba.

Operasi tersebut bertujuan untuk menghilangkan berbagai hal yang dilarang dalam ajaran agama Islam. Keberadaan gerakan Kahar Muzakkar telah mengancam kedamaian rakyat sipil karena kerap kali terjadi pertempuran antara pemberontak dan pasukan pemerintah.

Dalam upaya mengatasi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan, pemerintah melancarkan operasi militer, Operasi Merdeka dan Operasi Halilintar. TNI juga melancarkan Operasi Musafir.

Operasi militer terhadap pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan berakhir pada Februari 1965, setelah Kahar Muzakkar tewas ditembak.

Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan terjadi pada 1950 yang dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Adapun latar belakang DI/TII di Kalimantan Selatan adalah rasa ketidakpuasan Ibnu Hadjar terhadap reorganisasi TNI.

Pada Maret 1950, Ibnu hadjar memimpin berbagai serangan terhadap pos-pos TNI. Dalam perkembangannya, kerusuhan mulai terjadi di beberapa tempat yang berlangsung sekitar 13 tahun lamanya.

Dalam menanggulangi pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan, Pemerintah awalnya menggunakan cara damai. Setelah cara damai gagal dilakukan, pemerintah akhirnya bertindak tegas dengan melancarkan operasi militer.

Aksi pemberontakan pasukan Ibnu Hadjar berakhir pada Juli 1963 secara resmi dengan menyerahkan diri dalam upacara singkat di Desa Ambutun, Hulu Sungai Selatan. Pada 11 Maret 1965, Ibnu hadjar diadili di Mahkamah Militer dan dijatuhi hukuman mati.

Itu tadi informasi terkait latar belakang DI/TII yang terjadi di beberapa tempat. Semoga informasi tadi membantu!

Topik Menarik