9 Keunikan Hari Raya Galungan, dari Pasang Penjor hingga Tradisi Munjung Kuburan

9 Keunikan Hari Raya Galungan, dari Pasang Penjor hingga Tradisi Munjung Kuburan

Travel | BuddyKu | Selasa, 7 Juni 2022 - 12:04
share

JAKARTA, celebrities.id - Keunikan Hari Raya Galungan bagi para wisatawan yang datang saat perayaan menjadi daya tarik tersendiri. Untuk umat Hindu, perayaan Galungan dan Kuningan dimaknai sebagai sarana meningkatkan kualitas dan memotivasi diri dengan bersyukur kepada Tuhan.

Terdapat satu tradisi yang terlihat jelas pada perayaan hari raya Galungan termasuk dari hiasan janur yang dipasang di jalanan sekitar. Umumnya, hiasan tersebut terbuat dari daun kelapa atau janur yang diikatkan pada sebuah bambu panjang yang kemudian didirikan di pinggiran jalan.

Hiasan tersebut biasa dinamai Penjor. Perayaan hari raya Galungan dan Kuningan juga diartikan sebagai sebuah perayaan yang diperingati umat Hindu dalam meraih kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (keburukan atau kejahatan). Selain itu, terdapat menu makanan spesial yang selalu ada saat hari raya Galungan dan Kuningan yaitu menu tradisi ngelawar.

Dilansir dari berbagai sumber, celebrities.id, Selasa (7/6/2022) telah merangkum keunikan hari raya Galungan, sebagai berikut.

Keunikan Hari Raya Galungan

1. Dilaksanakan Setiap 6 Bulan

Galungan dilakukan setiap 210 hari sekali (tiap 6 bulan) dari acuan perhitungan kalender Bali, tepatnya pada hari Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan). Masyarakat Hindu memaknai Galungan sebagai hari kemenangan kebaikan. Mereka meyakini bahwa pada hari itu dewa-dewa turun ke bumi. Para dewa lalu akan kembali ke kahyangan pada hari ke-10 di hari Kuningan.

2. Adanya Tradisi Ngelawang Barong

Ngelawang Barong dipercaya bisa menyeimbangkan alam dan menjauhkan manusia dari bala dan bahaya. Umumnya dilakukan oleh anak-anak kecil dengan iringan tabuhan gendang dan kenong.

Ritual ngelawang dilaksanakan dengan berkeliling banjar atau desa sambil menarikan tarian barong Bangkung. Tradisi Ngelawang muncul untuk mengembalikan ketenangan dan kedamaian di bumi sebab adanya gonjang-ganjing dunia, musibah dan bencana.

3. Terdapat Banyak Penjor

Para wisatawan atau turis yang datang saat perayaan Galungan, akan melihat cukup banyak tiang bambu penjor yang dipasang melengkung di sudut-sudut jalan. Penjor sendiri adalah sebuah tiang bambu yang menjulang tinggi sekitar delapan meter dengan hiasan janur dan dilengkapi oleh hasil bumi, seperti padi, kelapa, jagung, buah-buahan, dedaunan dan hasil bumi lainnya.

Penjor menjadi simbol dari naga basukih, dimana Basukih dimaknai sebagai kesejahteraan dan kemakmuran. Disamping itu, penjor juga merupakan simbol gunung yang memberikan keselamatan dan kesejahteraan.

4. Terdapat Menu Ngelawar

Hari raya Galungan juga mempunyai kuliner wajibnya tersendiri diantaranya ada lawar, nasi kuning dan tape ketan. Biasanya lawar, nasi kuning dan tape ketan juga tidak hanya dinikmati bersama keluarga, namun juga dijadikan sebagai bagian dari sesajen saat sembahyang.

Ngelawar sering diartikan juga membuat sayuran dan makanan yang berbahan daging dan sayur khas Bali. Daging yang digunakan bisa apa saja sesuai keinginan, seperti ayam, kerbau, babi dan bebek bahkan paling unik ada lawar komoh (darah cair).

5. Terdapat Tradisi Munjung Kuburan

Tradisi "munjung" atau mengunjungi kuburan dengan membawa sesajen seusai melaksanakan persembahyangan di beberapa pura masih dilakukan sebagai rangkaian kegiatan pada hari raya Galungan.

Tradisi nyekar ke makam atau "setra" umumnya dilakukan setelah umat Hindu melaksanakan persembahyangan serangkaian Galungan ke pura keluarga dan leluhur, serta pura-pura lainnya. Sesajen punjung pada umumnya berupa buah dilengkapi hiasan bunga serta janur.

Punjung yang dibawa, dikhususkan bagi orang yang telah meninggal dan diletakkan di atas gundukan tanah kuburan. Sambil membawa punjung itu, mereka juga mendoakan sanak keluarganya yang masih dikubur supaya tenang di alam baka. Selain punjung, umat Hindu biasanya membawa makanan yang merupakan makanan kesukaan sanak keluarganya semasa hidup.

6. Terdapat Tradisi Ngurek

Tradisi ini biasa dilakukan saat rangkaian upacara Galungan yang bisa dikatakan sebagai "debus" versi Bali. Para pemain Ngurek ini akan menusuk dirinya dengan keris saat berada dalam keadaan trance atau kesurupan.

Beberapa orang dalam kondisi kerasukan saat upacara diyakini akan dimasuki roh leluhur yang diminta untuk berkenan pada badan orang-orang yang telah ditunjuk dan menjadi sebuah tanda, bahwa roh-roh yang diundang telah hadir di sekitar mereka. Mereka akan beraksi melukai dirinya sendiri. Umumnya ngurek atau ngurak akan menggunakan senjata yang digunakan seperti keris suci hingga Luk Kesiman.

7. Terdapat Kain Wastra

Umat Hindu akan melakukan bersih-bersih disekitar rumah dan juga tempat-tempat suci yang diikuti dengan pemasangan Wastra. Wastra adalah kain yang digunakan untuk menghiasi palinggih atau bangunan suci umat Hindu pada perayaan hari tertentu. Umumnya, wastra berwarna putih sebagai simbol kesucian yang bersumber dari ajaran Dewa Siwa dan Kuning sebagai simbol kebijaksanaan yang bersumber dari ajaran Buddha.

Wastra putih dan kuning selalu digunakan untuk menghias beberapa palinggih di sanggah pakomelan atau di pura. Terkecuali palinggih taksu yang biasanya menggunakan warna merah atau panunggun karang dengan warna poleng. Wastra yang dipasang pada palinggih tersebut diibaratkan sebuah pakaian. Perlakukan palinggih tersebut layaknya perlakukan kepada manusia yang sangat dihormati.

8. Terdapat Tradisi Perang Jempana dan Mekotek

Tradisi Perang Jempana banyak dilakukan warga Bali saat Galungan dan Kuningan termasuk pada penduduk Desa Timbrah, Kab. Klungkung. Dalam tradisi Jempana, tandu (jempana) yang membawa usungan sesajen akan diarak ke pura untuk didoakan.

Kemudian, para pengarak jempana akan saling beradu diiringi suara gamelan gong baleganjur yang menghentak. Setelah berakhir, pemuka agama akan memercikkan air suci ke warga. Selain itu, ada juga tradisi Mekotek yang dilakukan penduduk Desa Menggu dengan saling beradu tongkat setinggi dua meter atau lebih membentuk piramida atau mengerucut ke atas.

Upacara Mekotek dilakukan dengan maksud memohon keselamatan. Tradisi ini juga disebut dengan istilah ngerebek. Acara ini digelar dengan tujuan atau sebagai prosesi tolak bala, melindungi dari serangan penyakit dan memohon keselamatan.

9. Terdapat Tradisi Mepatung

Tradisi Mepatung adalah tradisi yang dilaksanakan sehari menjelang perayaan hari raya Galungan. Mepatung dilakukan oleh masyarakat hindu dengan cara memotong atau menyembelih hewan khususnya babi secara bersama-sama dan dagingnya akan dibagikan secara merata kepada setiap warga yang berpartisipasi sesuai dengan kesepakatan atau sesuai dengan dana yang yang dikeluarkan.

Semakin banyak uang yang dikeluarkan, maka semakin banyak pula daging yang akan diperoleh. Dengan adanya tradisi mepatung ini, dapat meningkatkan rasa kekeluargaan yang terjalin antar umat beragama Hindu sehingga terciptanya hubungan yang harmonis dan sejahtera. Rasa gotong royong dan saling meringankan beban satu sama lain juga salah satu tujuan dari tradisi ini.

Topik Menarik