Feri Amsari Sebut Ada Kecurangan Aparat Negara di Pilkada Jakarta

Feri Amsari Sebut Ada Kecurangan Aparat Negara di Pilkada Jakarta

Terkini | sindonews | Jum'at, 13 Desember 2024 - 07:44
share

Peneliti Lembaga Themis Indonesia sekaligus dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menyatakan terdapat kecurangan yang melibatkan aparat negara di Pilkada Jakarta 2024.

Hal itu diutarakannya saat launching hasil penelitian berjudul "Pohon Kecurangan Pilkada" oleh Lembaga Themis Indonesia di Jakarta, Kamis (12/12/2024).

"Institusi negara terlibat dalam kecurangan pilkada di Jakarta, Banten, dan Jateng. Pola kecurangan pilpres mirip dengan pilkada polanya. Pilkada Jakarta jadi pengecualian karena pemilih sudah berpendidikan. Padahal 12 camat dimutasi sebelum pilkada terkait dengan kepentingan penguasa pusat," kata Feri.

Hasil penelitian secara umum menyatakan terdapat keterlibatan signifikan dua lembaga negara yang melakukan intervensi pilkada di sejumlah darerah. Lembaga ini secara khusus meneliti intervensi di tiga daerah yakni Jakarta, Banten, dan Jawa Tengah.

Di Jakarta, hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Pj Gubernur mengganti 12 camat dengan penduduk 1.578.933 jiwa. Penggantian itu disebut melanggar UU Pilkada Pasal 71 Ayat 3 yang melarang adanya penggantian pejabat 6 bulan sebelum penetapan paslon.

"Yang potensial melakukan kecurangan adalah orang yang dekat dengan kekuasaan. Nyatanya malah ada 12 camat yang diubah menjelang hari H (pencoblosan). Padahal, mutasi minimal 6 bulan sebelum penetapan paslon", lanjut Feri.

Feri mengatakan, terlepas dari upaya penguasa memengaruhi Pilkada Jakarta, namun hasilnya tidak efektif. Hal ini karena masyarakat Jakarta sudah lebih berpendidikan. "Pilkada Jakarta jadi pengecualian efektivitas penggunaan aparat. Karena pemilih sudah lebih berpendidikan", lanjut Feri.

Terkait pembatalan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh paslon Ridwan Kamil-Suswono, Feri menyatakan karena gugatan tersebut memiliki dalil yang lemah.

"Kalau dilihat memang wajar saja ini (gugatan RK-Siswono ke MK) tidak berlanjut, karena dalilnya lemah sekali. Dalil Form C6, pertama kali kalau itu terjadi, itu akan dilakukan di MK dan tidak presisi untuk menjelaskan peralihan suara, jadi nggak masuk akal saya pikir untuk digunakan" pungkas Feri.

Senada, pengamat politik FHISIP Universitas Terbuka Insan Praditya Anugrah juga menyatakan warga Jakarta memiliki literasi politik yang baik. Jakarta merupakan benchmark masyarakat demokrasi dengan budaya politik yang partisipatif dan tidak mudah dimobilisasi.

"Jakarta adalah benchmark masyarakat dengan budaya politik partisipatif yang sukses dalam pelaksanaan demokrasi Indonesia. Masyarakat Jakarta memiliki literasi politik yang cukup dan tidak mudah dimobilisasi", kata Insan.

Menurut Insan hasil pilkada menunjukkan Jakarta adalah benteng terakhir demokrasi Indonesia. Oleh karena itu kita harus menjaganya bersama agar tidak kalah kepada ambisi kekuasaan.

"Jakarta bisa dipandang sebagai benteng terakhir demokrasi Indonesia di tengah daerah-daerah lain yang berhasil diintervensi. Kita harus menyelamatkan Jakarta, jangan sampai benteng terakhir ini tumbang oleh ambisi penguasa,” kata Insan.

Topik Menarik