Dirut PT RBT Suparta Dituntut 14 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Timah
JAKARTA, iNews.id - Direktur Utama (Dirut) PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta dituntut 14 tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Timah. Tuntutan dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).
Menuntut menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Suparta dengan pidana penjara selama 14 tahun, kata JPU.
JPU menilai Suparta terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. JPU juga menuntut hukuman denda senilai Rp1 miliar dan pidana uang pengganti sebesar Rp4.571.438.592.561,56 (Rp4,5 triliun).
Uang pengganti itu wajib dibayar paling lambat satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Nantinya apabila Suparta tidak mampu membayarkan uang pengganti, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk membayarkan uang pengganti itu.
Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama delapan tahun, tandasnya.
Jaksa menjelaskan, Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah bersama suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis bersekongkol membuat perusahaan boneka seolah jasa mitra PT Timah. Padahal, perusahaan boneka itu mengumpulkan bijih timah hasil penambangan liar di WIUP PT Timah.
Lewat perusahaan boneka itu, Suparta bersama Reza dan Harvey kemudian menjual bijih timah hasil pertambangan ilegal kepada PT Timah. Transaksi pembelian bijih timah antara PT RBT dengan PT Timah dilakukan menggunakan cek kosong.
Untuk mengolah bijih timah, PT Timah menyepakati kerja sama sewa peralatan dengan PT RBT. Ketiganya mengetahui adanya kelebihan bayar yang dilakukan PT Timah.
Suparta dan Reza yang diwakili Harvey kemudian melakukan pertemuan dengan Dirut PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi dan Direktur Operasi PT Timah, Alwin Albar, serta 27 pemilik smelter swasta. Pertemuan tersebut turut membahas permintaan Riza dan Alwin atas bijih timah 5 persen dari kuota ekspor hasil kegiatan penambangan ilegal di WIUP PT Timah.
Harvey kemudian meminta 5 dari 27 perusahaan smelter swasta itu, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa untuk membayar biaya pengamanan sebesar 500 dolar Amerika Serikat (AS) hingga 750 dolar AS per metrik ton.