Alami Kerugian, Warga Apartemen Graha Cempaka Mas Mengadu ke Balai Kota Jakarta
Sejumlah warga Apartemen Graha Cempaka Mas membuat aduan ke posko pengaduan masyarakat di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (18/11/2024). Hal ini dikarenakan adanya kisruh di hunian bertingkat itu sejak 2013 lalu.
Pengawas Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) Apartemen Graha Cempaka Mas Dwi Lies mengatakan, polemik ini bermula dari adanya gugatan kelompok warga terhadap PPRS yang dianggap sudah tak lagi memiliki dasar hukum kuat.
Pada tahun 2011 terdapat aturan baru Undang-Undang tentang Rumah Susun yang juga mengubah nomenklatur PPRS jadi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS). Kelompok warga itu pun mengadukan persoalan ini ke Pemprov Jakarta dan gubernur saat itu Anies Baswedan mengeluarkan Kepgub pencabutan Surat Keputusan (SK) penetapan PPRS Apartemen Graha Cempaka Mas.
Tak terima dengan keputusan itu, Lies dan warga lainnya membawa persoalan ini ke meja hijau. Hingga akhirnya peradilan tingkat kasasi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menetapkan PPRS kubu Hery Wijaya sebagai pengurus yang sah.
Sedangkan, PPRS tandingan yang dipimpin Tonny Soenanto dianggap tidak sah.
Cek Lokasi dan Jadwal SIM Keliling Polres Tasikmalaya Kota Hari Ini, Rabu, 20 November 2024
Kemudian hari ini, Lies menyebut dalam aduan yang disampaikan, pihaknya meminta agar Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi mencabut keputusan gubernur mengenai pencabutan PPRS Apartemen Graha Cempaka Mas yang dibuat Anies.
"Kami sudah menerima putusan kasasi dari PTUN yang inkrah yang berkekuatan tetap untuk Pj Gubernur mencabut SK Anies Baswedan yang mencabut akte pendirian kami," ujar Lies di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (18/11/2024).
Dia juga meminta Teguh segera memerintahkan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) untuk memfasilitasi pembentukan Panitia Musyawarah (Panmus) pemilihan Ketua P3SRS.
Selama bersengketa dengan kelompok warga lain, Lies menyebut pihaknya sudah mengalami sejumlah kerugian, khususnya materi hingga Rp40 miliar. Pasalnya, kelompok itu mendirikan PPRS tandingan dan ikut menarik Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang lebih murah.
Terdapat ratusan warga yang membayar IPL ke PPRS tandingan itu. Padahal, dana yang disetor warga tidak pernah dipakai untuk bayar berbagai keperluan seperti listrik dan air karena mereka tak punya kewenangan.
"Sementara listrik itu atas nama satu, sehingga kami PPRS yang sah harus menalangi membayar listrik sebanyak 200 warga yang tidak bayar kepada kami tetapi membayar pada mereka. Sementara uang itu dibawa sama mereka," ujar Lies.
Akibatnya, Lies menyebut PPRS harus menalangi iuran IPL warga selama 9 tahun dengan dana dari anggaran sinking fund.
"Kurang lebih Rp40 miliar selama 9 tahun dan itu adalah uang yang cukup besar untuk warga, untuk memelihara gedung, keamanan warga, sehingga saat ini kami sudah di titik sangat membutuhkan uang itu," ungkapnya.
Lies berharap Teguh memberi atensi pada kasus ini dan turut membantu penyelesaian masalah warga. Dia juga masih berkeinginan PPRS tandingan mengganti rugi Rp40 miliar yang dipakai untuk menalangi IPL warga.
"Jadi kami meminta kepada Pj Gubernur hari ini untuk melaksanakan putusan kasasi yang sudah inkrah yang sudah berkekuatan tetap," ucapnya.