Ciptakan Lingkungan Sekolah yang Aman dan Kondusif agar Anak tak Terpapar Kekerasan dan Hal Negatif

Ciptakan Lingkungan Sekolah yang Aman dan Kondusif agar Anak tak Terpapar Kekerasan dan Hal Negatif

Terkini | ttu.inews.id | Rabu, 13 November 2024 - 22:10
share

KUPANG,iNewsTTU.id- Generasi muda adalah masa depan bangsa yang perlu dijaga dan diberdayakan. Potensi anak-anak harus dikembangkan secara maksimal, dan harus dilindungi dari ancaman yang dapat merusak pertumbuhan mereka.

Fakta menunjukkan bahwa setiap anak memiliki potensi luar biasa, dengan lebih dari 10 triliun sel otak yang siap tumbuh. Sayangnya, kekerasan seperti bentakan, makian, hingga kekerasan fisik dapat merusak miliaran sel otak anak, sementara tindakan positif seperti pujian dan pelukan dapat memperkuat perkembangan otak mereka secara signifikan.

Kekerasan terhadap anak mencakup berbagai bentuk, mulai dari kekerasan fisik seperti pukulan, kekerasan psikis seperti penghinaan, hingga perundungan (bullying) yang dapat berdampak pada kepercayaan diri dan kesejahteraan anak. Kekerasan seksual, diskriminasi, dan intoleransi juga menjadi ancaman serius yang harus dicegah. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak untuk tumbuh tanpa rasa takut adalah prioritas utama.

Sekolah, yang seharusnya menjadi tempat anak-anak menimba ilmu dan mengembangkan potensi mereka, nyatanya tidak selalu bebas dari ancaman kekerasan. Alih-alih menjadi ruang yang aman dan mendukung pertumbuhan fisik, intelektual, dan emosional, beberapa sekolah justru menjadi tempat terjadinya berbagai bentuk kekerasan. Kekerasan di sekolah dapat muncul dalam bentuk fisik, seperti pemukulan atau pelecehan; kekerasan psikis, seperti ejekan atau penghinaan yang dapat merusak kepercayaan diri siswa; hingga perundungan (bullying) yang menyebabkan trauma jangka panjang.

Selain itu, diskriminasi, intoleransi, dan kekerasan berbasis gender juga dapat ditemukan, memperparah ketidaknyamanan yang dirasakan siswa dalam lingkungan yang seharusnya mendorong pembelajaran dan kreativitas. Kekerasan yang terjadi di sekolah tidak hanya merusak mental dan kesejahteraan anak, tetapi juga menghambat proses belajar mereka, sehingga upaya menciptakan sekolah yang inklusif, aman, dan penuh rasa hormat menjadi kebutuhan yang sangat mendesak.

Membangun lingkungan sekolah yang inklusif adalah upaya penting dalam melindungi anak. Sekolah harus menjadi tempat yang ramah dan mendukung keberagaman. Penghormatan terhadap keberagaman, metode pengajaran inklusif, serta dukungan dari pihak sekolah dan luar merupakan elemen penting yang harus diperhatikan”.

Hal tersebut disampaikan oleh France A. Tiran, selaku Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur saat melakukan Sosialisasi Perlindungan Khusus Anak bersama Badan Narkotika  Nasional Provinsi NTT di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kupang, Jl. S.K. Lerik, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Rabu, (13/11/ 2024).

 

Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) sebagai upaya untuk menekan angka kekerasan kepada anak-anak dan perempuan dengan meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya di lingkungan sekolah, para siswa, guru, tenaga kependidikan, dan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (TPPKS) SMA Negeri 2 Kota Kupang.

" Kita bahas berbagai hal mengenai berbagai isu perlindungan anak, termasuk pencegahan kekerasan, eksploitasi, dan berbagai bentuk perlakuan yang merugikan anak serta dapat membantu meningkatkan kesadaran maupun memperkuat peran sekolah dalam melindungi anak dari segala bentuk kekerasan dan tindakan yang dapat membahayakan mereka," Ujarnya.

Pemerintah Indonesia terus memperkuat perlindungan terhadap anak-anak melalui berbagai regulasi yang bertujuan menciptakan lingkungan aman, nyaman, dan mendukung tumbuh kembang mereka. Dasar hukum perlindungan anak diatur dalam beberapa peraturan, seperti UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menggantikan UU No. 3 Tahun 1997. Regulasi ini mengubah pendekatan dari paradigma retributif ke restoratif, dengan fokus pada pemulihan anak.

Selain itu, UU Nomor 23 Tahun 2002 yang telah diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 dan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 juga menjadi pijakan penting dalam penyelenggaraan perlindungan anak, berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan prinsip-prinsip Konvensi Hak Anak (KHA).

Selain membahas pentingnya lingkungan belajar yang aman dan bebas kekerasan, France Tiran menekankan perlindungan anak dari ancaman Eksploitasi Seksual Anak secara online (ESA), sebagai salah satu tantangan serius di Era Digitalisasi sekarang ini.

“Tantangan bagi generasi muda tidak berhenti pada lingkungan fisik saja. Media sosial menjadi tantangan besar di era digital saat ini, dimana informasi yang tidak bermanfaat dapat merusak karakter dan perilaku generasi muda. Oleh karena itu, memilah dan menyaring informasi di media sosial adalah langkah penting untuk melindungi mereka dari pengaruh buruk," tambah France.

Sebagai wujud komitmen, motto "Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi, Keluarga Bahagia" terus diusung untuk menciptakan keluarga yang sehat dan masyarakat yang sejahtera. Perlindungan anak di dunia maya juga menjadi perhatian serius, dengan fokus pada pencegahan eksploitasi seksual anak secara (ESA) online .

 

ESA merupakan segala bentuk pemanfaatan anak secara organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari anak untuk melakukan aktivitas seksual secara langsung maupun tidak langsung menggunakan teknologi internet agar orang dewasa atau pihak ketiga mendapatkan keuntungan.

ESA dapat berupa, materi yang menampilkan kekerasan seksual terhadap anak mencakup perilaku yang merugikan dan melanggar hak anak, seperti pemaksaan atau eksploitasi seksual. Bujuk rayu (grooming) adalah proses dimana pelaku mendekati anak dengan tujuan untuk memanipulasi dan mempersiapkan mereka untuk tindakan seksual. Sexting adalah pengiriman gambar atau pesan berbau seksual melalui media digital, yang bisa berisiko jika melibatkan anak-anak.

Sexortion atau pemerasan yang dilakukan dengan ancaman menyebarkan gambar atau video intim korban. Siaran langsung seks merujuk pada transmisi konten seksual secara real-time melalui platform digital yang dapat disaksikan oleh orang lain. Semua bentuk ini sangat berbahaya dan melanggar hak anak, yang memerlukan perlindungan hukum dan social”, ujar France menjelaskan tentang ESA.

France juga menambahkan cara mencegah dengan berpersan kepada 35 peserta, dengan harapan menjadi promotor untuk menekan angka kekerasan yang terjadi dilingkungan sekolah, terdiri dari 15 siswa perwakilan Anggota OSIS, 10 siswa Anggota Pramuka, 5 Anggota Satuan Pendidikan Inklusi Luar Sekolah (SPILS), dan 5 Anggota Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Siswa (TPPKS).

Sementara itu, menyoroti bahaya yang juga dapat menjerumuskan anak muda ialah bahaya penyalahgunaan narkoba. Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) merupakan upaya yang terus dilakukan oleh BNN untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam sosialisasi ini menghadirkan Lia Novika Ulya, selaku Koordinator Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Provinsi NTT, untuk membahas permasalahan tersebut.

“Penyalahgunaan narkoba menjadi ancaman serius bagi generasi muda, khususnya siswa yang merupakan bagian penting dari masa depan bangsa. Pemerintah telah menempatkan pencegahan dan pemberantasan narkoba sebagai prioritas utama, dengan fokus pada generasi muda yang rentan terhadap pergaulan dan pengaruh buruk," Jelas Lia.

Narkoba, yang merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime), dapat merusak kesehatan fisik dan mental serta menurunkan kualitas hidup. Oleh karena itu, pemahaman tentang bahaya narkoba perlu diberikan sejak dini, terutama kepada siswa, agar mereka dapat menghindari dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba.

 

Membuka kegiatan sosialisasi, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Kupang, Daryana Frissina Mage, memberikan apresiasi yang tinggi atas pelaksanaan sosialisasi ini dan mengharapkan agar seluruh peserta dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat untuk mencegah kekerasan terhadap anak di lingkungan sekitar.

“Saya memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada DP3AP2KB NTT dan BNN NTT  yang telah memilih SMA Negeri 2 Kupang sebagai tempat untuk melaksanakan sosialisasi. Terima kasih atas kepeduliannya dalam memberikan edukasi yang sangat penting ini," tambah Kepsek.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut tim BNN Provinsi NTT Anom Guritno,Penyuluh Narkoba Ahli Pertama BNN Provinsi NTT, Hilda Rambu Bangi Ata,  selaku Penyuluh Narkoba BNN Provinsi NTT, Koordinator Tim TPPKS SMAN 2 Kupang, Frangky Amalo, Bersama anggota Ramos Ria Kay,  Apolonia Patricia Sama, Dr. Silverster Taneo, Rifai,  Vidi Daek, Julce Marcella Margareth Boimau, Japlina A. Lay selaku  Analis Kebijakan Ahli Muda, Diana A. Lay selaku Pengadministrasi Persuratan dan Mira Missa Mahasiswa IAKN Kupang yang sementara magang pada Bidang PKA DP3AP2KB Provinsi NTT

Topik Menarik