Mengenang Perlawanan Santri Terhadap Penjajah Dalam Resolusi Jihad 22 Oktober 1945

Mengenang Perlawanan Santri Terhadap Penjajah Dalam Resolusi Jihad 22 Oktober 1945

Terkini | muria.inews.id | Selasa, 22 Oktober 2024 - 17:30
share

GROBOGAN,iNewsMuria.id – Upacara Peringatan Hari Santri digelar di Alun-Alun Purwodadi, Kabupaten Grobogan pada Selasa (22/10/2024) dipimpun Bupati Grobogan Sri Sumarni.

Bupati Grobogan Sri Sumarni membacakan sambutan dari Menteri Agama RI dalam peringatan Hari Santri. Di mana disebutkan peringata tesebut momentum untuk mengendang dan meneladani para santri.

Di mana mereka telah memperjuangkan dan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Hal itu tercatat dalam sejarah bahwa para santri adalah salah satu kelompok yang aktif menggelorakan perlawanan terhadap para penjajah.

“Salah satu bukti perlawanan santri terhadap para penjajah adalah peristiwa “Resolusi Jihad” pada tanggal 22 Oktober tahun 1945 yang dimaklumatkan oleh Hadratus Syekh Kiai Haji (KH) Hasyim Asyari,” ujar Bupati membacakan sambutan Menag.

Di mana dalam fatwa “Resolusi Jihad” itu Hadratus Syekh KH Hasyim Asyari menyatakan bahwa “...berperang menolak dan melawan penjajah itu fardu ‘ain bagi yang berada dalam jarak lingkaran 94 km dari tempat masuk dan kedudukan musuh.”

Maka sejak Resolusi Jihad dimaklumatkan, lanjutnya, para santri dan  masyarakat umum terbakar semangatnya untuk terus berjuang dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 

Mereka terus melakukan perlawanan kepada penjajah tanpa rasa takut. Hingga akhirnya, pecah puncak perlawanan masyarakat Indonesia pada tanggal 10 November 1945 yang kita peringati sebagai Hari Pahlawan.

Peristiwa Resolusi Jihad tanggal 22 Oktober 1945 tidak bisa dipisahkan dengan peristiwa 10 November 1945. Tanpa adanya peristiwa Resolusi Jihad, belum tentu terjadi peristiwa 10 November.

Pada peringatan Hari Santri Tahun 2024 tambahnya, Kementerian Agama mengusung tema “Menyambung Juang, Merengkuh Masa Depan”.

Tema ini mengingatkan kita pada salah satu bait dalam kitab Alfi-yah Ibnu Malik yang menjelaskan bahwa “Seorang santri mempunyai tugas untuk melanjutkan perjuangan kiai, ketika sang kiai wafat.”

Jika para pendahulu telah mewariskan nilai-nilai luhur untuk bangsa, maka santri masa kini bertanggung jawab untuk tidak sekadar menjaganya, melainkan juga berkontribusi dalam membangun masa depan masyarakat yang lebih baik.

“Santri harus percaya diri karena santri bisa menjadi apa saja. Santri bisa menjadi presiden, dan kita punya presiden yang berlatar belakang santri, yaitu Kyai Haji Abdur-rahman Wahid atau Gus Dur. Santri  juga  bisa menjadi wakil presiden, dan kita punya wakil presiden berlatar belakang santri, yaitu Kyai Haji Mak-ruf Amin,” jelasnya.

Banyak menteri yang berlatar belakang santri. Banyak pengusaha berlatar belakang santri. Banyak birokrat berlatar belakang santri. Sekali lagi santri bisa menjadi apa saja. Asalkan terus berjuang, terus berusaha, dan tidak menyerah.

“Semua pasti bisa diraih. Seperti pepatah yang diajarkan di pesantren, “man jadda wajada”, barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil,” tambahnya. (*)
 

Topik Menarik