Gemuknya Kementerian Era Prabowo - Gibran Jadi Sorotan, Akademisi : Takut Tak Efektif Bekerja

Gemuknya Kementerian Era Prabowo - Gibran Jadi Sorotan, Akademisi : Takut Tak Efektif Bekerja

Terkini | malang.inews.id | Selasa, 22 Oktober 2024 - 12:04
share
MALANG, iNewsmalang.id - Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto resmi melantik menteri dan wakil menteri (Wamen) di Kabinet Merah Putih. Total ada 48 kementerian dibentuk, terdiri dar 41 kementerian teknis dan 7 kementerian koordinator.

Banyaknya anggota kabinet ini disoroti oleh akademisi, karena dianggap sebagai kabinet pemerintahan terbesar yang pernah ada di Indonesia. Apalagi jumlah menteri itu, belum termasuk wakil menteri di dalamnya, yang bisa satu hingga tiga wamen per kementerian.

"Kabinet baru yang menurut saya ya, mengejutkan namun tidak mengejutkan pula. Dalam ekspetasi saya itu tidak sampai sebesar itu," ujar Alie Zainal Abidin, pengamat kebijakan publik dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Malang, ditemui pada Selasa pagi (22/10/2024).

Tapi memang diakui Alie, jajaran menteri dan wamen yang besar ini adalah konsekuensi dari keinginan Prabowo Subianto untuk merangkul sebanyak-banyaknya kelompok untuk membantu Presiden menjalankan tugasnya membangun bangsa Indonesia. Namun di sisi lain, jumlah yang luar biasa besar ini dirasa mubazir dan sia-sia apabila tidak bisa menjalankan tugas dan fungsi secara maksimal sebagaimana diharapkan.

"Menurut saya ini merupakan bentuk politik balas budi, banyak yang membantu Pak Prabowo dan karena Pak Prabowo itu orang yang baik, Pak Prabowo membalas kebaikan kepada pihak-pihak yang membantunya itu dengan mengakomodasi kepentingan mereka itu" kata Dosen Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Malang ini.

Ia justru khawatir kabinet yang gemuk ini tak mampu berlari cepat, karena persoalan-persoalan birokrasi di masing-masing kementerian. Hal ini karena perlu koordinasi internal dalam kementerian yang berjenjang dan panjang, dengan prosedur di masing-masing kementerian yang berbeda-beda.

"Ini kabinet yang sangat besar, sangat gendut ya. Saya khawatir justru karena kegendutannya itu akan sukar untuk berlari, sehingga mencapai tujuan-tujuan nanti akan menjadi lebih lambat. Banyaknya meja yang harus dilewati,belum lagi tumpang tindih kewenangan yang mungkin terjadi akibat bias tupoksi. Saya khawatir ini menjadi kontraproduktif dengan semangat reformasi birokrasi kita." jelasnya.

Ia mencontohkan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), yang dipecah menjadi tiga kementerian yakni Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, dan Kementerian Kebudayaan.

Dimana di tiga kementerian yang sebelumnya satu kementerian itu ada 8 pejabat, terdiri dar tiga menteri, dan lima Wamen, terdiri dar Wamen Pendidikan Dasar dan Menengah dan Wamen Pendidikan Tinggi, Sains , dan Teknologi, masing-masing dua orang, serta satu Wamen Kebudayaan.

"Yang menjadi pertanyaan apa tugas dan fungsi dari Direktorat Jenderal, sudah ada Dirjen, ada Wamen lagi. Saya membayangkan nantinya justru birokrasi itu akan lebih lamban bergerak dalam pengambilan keputusan, dan kurang responsif terhadap kebutuhan yang sifatnya lebih substansial akibat kendala administratif semacam itu," bebernya.

"Di level kementerian, akan lebih membutuhkan waktu yang banyak, pemikiran yang mungkin tidak selaras di level pengambilan keputusan, prosedur yang terlalu banyak dan berbelit. Saya membayangkan itu tidak efektif dan efisien," imbuhnya.


Pengamat kebijakan publik

Menurut Alie, dalam sistem presidensial seperti yang dianut di Indonesia saat ini, sebenarnya Presiden memiliki kekuasaan yang demikian luas dan besar sehingga seharusnya tidak terlalu mendesak untuk mengakomodir sekian banyak kepentingan seperti ini. Presiden memiliki wewenang yang luas untuk menjalankan roda pemerintahannya. Ciri khas sistem presidensial itu sebenarnya adalah banyaknya teknokrat dan profesional yang mengisi jabatan sesuai dengan kompetensi dan kapasitasnya. Idealnya demikian, tetapi memang mungkin ada pertimbangan lain.

"Kita lihat banyak ketua partai politik yang menjabat sebagai menteri koordinator. Ini bisa saya pahami, karena para anggota DPR inilah yang menjadi partner dalam melahirkan Undang-Undang nantinya. Mereka merupakan para petugas partai dan tentu saja Presiden berkepentingan untuk menjaga semua program dan kebijakannya nanti agar berjalan mulus,setidaknya untuk meminimalisir "rong-rongan" anggota dewan,mengingat para ketua umum mereka ada di kabinet dan mayoritas mengemban jabatan sebagai Menko," tambah Alie.

Namun diakui, pemilihan kementerian dan pejabatnya merupakan hak prerogratif atau kewenangan istimewa Presiden Republik Indonesia, maka hal itu tidak bisa diganggu gugat. Sehingga ia berharap tujuan gemuknya kementerian dan pejabatnya itu bisa diiringi dengan kinerja yang bagus, untuk membantu Prabowo Subianto.

"Kita percaya ini untuk membantu beliau (Prabowo - Gibran), kita percaya bahwa tujuan mereka memang untuk memanfaatkan segala macam sumber daya yang kita miliki untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia," tukasnya.

Topik Menarik