Maskapai Ini Terapkan Menu Pagi Hari untuk Jelang Siang, Apakah Sesuai Harapan?
Makanan saat melakukan penerbangan, sering kali menjadi salah satu hal yang paling dinantikan oleh penumpang. Akan tetapi, bagi banyak orang pengalaman ini sering kali mengecewakan.
Hidangan yang disajikan seperti telur kering, sosis yang meragukan, buah beku, dan pancake yang lembek, sering kali menjadi santapan terburuk yang tidak diharapkan.
British Airways justru memperpanjang layanan sarapan dengan menghadirkan menu brunch baru untuk penerbangan yang berangkat antara pukul 08.30 hingga 11.29 pagi. Namun, tantangan muncul ketika layanan makanan dimulai setelah lepas landas, karena pada jam tersebut sebagian penumpang mungkin lebih memilih makan siang.
Melansir dari Pyok, Senin (21/10/2024), menu brunch ini didominasi hidangan sarapan tradisional, seperti omelet, pancake, dan buah. British Airways mengklaim bahwa layanan ini berdasarkan umpan balik dari pelanggan, mungkin dengan harapan penumpang ingin menikmati sarapan kedua di ketinggian 35.000 kaki.
Tetapi, beberapa penumpang dan staf mencurigai bahwa layanan ini memiliki maksud lain, yakni sebagai langkah untuk mengurangi variasi dan kualitas menu dengan bahan yang lebih murah.
Seorang penumpang di forum Flyer Talk mengeluhkan, “Penerbangan kami seharusnya berangkat pukul 11.15, tetapi baru lepas landas tengah hari. Ketika makanan disajikan, sudah pukul 13.50, siapa yang berpikir brunch cocok untuk waktu penerbangan seperti ini?” Penumpang lain juga berkomentar negatif tentang tampilan dan rasa makanan yang disajikan.
Masalah serupa juga terjadi pada penerbangan larut malam. British Airways kini hanya menyediakan makanan ringan seperti panini, sup, atau salad, tanpa hidangan pembuka dan pencuci mulut. Walaupun layanan penuh masih tersedia untuk beberapa rute panjang, penumpang pada penerbangan seperti London ke Cape Town dengan durasi lebih dari 11 jam kini juga harus menerima menu yang dikurangkan.
Alasan resmi British Airways untuk pengurangan ini adalah agar penumpang bisa lebih beristirahat, terutama pada penerbangan malam dari Amerika Utara. Anehnya, kabin Kelas Bisnis justru diisi oleh penumpang leisure yang ingin menikmati pengalaman maksimal.
Sebelum pandemi, British Airways bekerja sama dengan perusahaan katering DO&CO untuk meningkatkan kualitas hidangan mereka. Namun, pandemi menyebabkan pemotongan biaya dan pengurangan layanan.
British Airways mengklaim telah berinvestasi 7 miliar pounds atau sekira Rp141,3 triliun, untuk meningkatkan pengalaman pelanggan. Tetapi, penumpang masih merasakan sejumlah kekurangan.
Selain masalah menu, maskapai ini juga menghadapi kendala operasional seperti pembatalan penerbangan karena masalah mesin pada armada Boeing 787 Dreamliner dan keterlambatan penerbangan di hub Heathrow mereka.
Selain itu, penumpang menantikan pembaruan situs web dan aplikasi seluler yang dijanjikan British Airways. Infrastruktur teknologi maskapai yang sering bermasalah menjadi keluhan tersendiri, dan belum ada kepastian kapan peningkatan ini akan benar-benar diluncurkan.