Sidang Lanjutan Dugaan Korupsi Pemotongan Dana Insentif, Ini yang Dikatakan Saksi

Sidang Lanjutan Dugaan Korupsi Pemotongan Dana Insentif, Ini yang Dikatakan Saksi

Terkini | sidoarjo.inews.id | Senin, 14 Oktober 2024 - 18:50
share

SIDOARJO, iNewsSidoarjo.id-Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif, Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo kembali digelar di Pengadilan Tipikor PN Surabaya di Sidoarjo. Senin, (14/10/2024). Sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan saksi.

Dalam dalam proses persidangan, terdakwa mantan Bupati Sidoarjo AMA atau GM dipertemukan dengan 8 saksi, yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka adalah staf Prokopim Sidoarjo Akbar Prayoga dan Aswin Reza Sumantri, ajudan GM, Gelar Agung Baginda dan Perdigsa Cahya Binara, suami SW yang juga Kabag Pembangunan Setda Sidoarjo Agus Sugiarto, staf BPPD Sidoarjo Faridz Farah Zein Nurani, sopir GM, Achmad Masruri, dan Dosen UIN Malang M Robith Fuadi.

Keempat saksi dimintai keterangan lebih dulu. Yakni Akbar Prayoga, Aswin Reza, Gelar Agung, dan Perdigsa. Dalam keterangannya, Mereka menyatakan tidak pernah menerima aliran dana dari mantan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD SW. Baik berupa tambahan honor maupun Tunjangan Hari Raya (THR).

Mereka mengaku hanya mendapat bayaran dari gaji resmi, yang ditanggung oleh APBD Kabupaten Sidoarjo.

“Apakah saudara pernah menerima honor tambahan dari SW atau dari AM?” tanya JPU Andre Lesmana kepada para saksi, Senin (14/10/2024).

Empat staf dan ajudan yang ditanya, satu per satu menjawab tidak pernah. Begitu juga dengan THR. Mereka tidak pernah menerima. Padahal, SW dalam persidangan sebelumnya menyatakan bahwa dia menyerahkan Rp 50 juta, yang diambilkan dari uang sedekah potongan insentif pajak para pegawai BPPD, kepada AM.

Uang itu diberikan S kepada M karena M meminta uang tersebut sebagai honor untuk 12 orang yang bekerja di pendopo Kabupaten Sidoarjo. Sebab, 12 orang tersebut, kata M kepada S, tidak digaji oleh Pemkab Sidoarjo. Keempat saksi juga mengaku tidak pernah mempertemukan SW dengan GM untuk menandatangani Surat Keputusan (SK) Bupati tentang besaran insentif bagi pegawai BPPD.

“Saya meminta Ibu Siska Wati untuk menyerahkan SK tersebut di pos Satpol PP atau di kantor Sekretariat, karena tujuan Bu Siska Wati hanya untuk mendapatkan tanda tangan. Bukan bertemu langsung,” kata Gelar Agung.

 

Begitu juga yang disampaikan Akbar. Dia mengatakan tidak pernah mempertemukan GM dengan SW. Dia mengaku berkomunikasi melalui WhatsApp. Namun, begitu hari di mana S akan menemui M, dia tidak piket.

“Saya menjalani sistem ajudan, 2 hari kerja, 2 hari standby atau libur, dan 3 hari di kantor,” kata Akbar.

Sedangkan, Terkait aliran dana dari SW untuk membayar Bea Cukai paket dari Maroko, para saksi mengatakan mereka tidak pernah meminta SW atau mantan kepala BPPD AS membayar biaya sebesar Rp27 juta tersebut. Saat itu, Peridigsa bertanya kepada M bagaimana pembayaran bea cukai tersebut?

“Pak Ruri bilang beres,” kata Digsa.

Digsa mengakui tidak ada perintah dari GM untuk meminta biaya tersebut ditagihkan. Bahkan, Digsa mengatakan kepada mantan bupati Sidoarjo itu akan menyelesaikan biayanya sendiri.

Diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo AS dan mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian SW. Keduanya telah divonis hakim masing-masing hukuman 5 tahun dan 4 tahun penjara. Mereka terbukti memotong insentif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen mulai triwulan keempat tahun 2021 sampai triwulan keempat tahun 2023 dengan total Rp 8,544 miliar.

Topik Menarik