OJK Ajak Masyarakat Kelola Keuangan dengan Bijak untuk Masa Depan

OJK Ajak Masyarakat Kelola Keuangan dengan Bijak untuk Masa Depan

Terkini | okezone | Sabtu, 5 Oktober 2024 - 19:29
share
Akibat merilis film Fitna, nama Geert Wilders mendadak distempel negatif sejumlah negara. Lantas, bagaimana respons warga dan media di Belanda?

Beberapa bulan ini, nama Wilders tidak asing. Tokoh pecahan Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD) --salah satu partai berpengaruh di Belanda-muncul hampir di mana-mana, mulai stasiun kereta api hingga kafe-kafe.

Politisi Partai untuk Kebebasan (Partij voor de Vrijheid atau PVV)itu memang banyak mencuatkan kontroversi. Di samping dikenal anti-Islam, dia juga pernah menyerang Ratu. Menurut dia, tugas Ratu Belanda cukup menggunting pita, tidak bersinggungan dengan politik. Sikap Wilders itu muncul setelah berang dengan imbauan Ratu agar rakyat bersikap toleran.

Pria 44 tahun itu merasa kebijakan partainya yang anti-imigrasi dan menolak pengaruh Islam dan Uni Eropa di Belanda diserang dalam pidato Natal Beatrix.

Harian Independen Spits misalnya, menyiratkan kegeramannya pada Fitna saat rencana rilis film tersebut mengganjal film Belanda Waar is het Paard van Sinterklaas? (Di manakah Kuda Sinterklaas).

Film anak-anak itu diboikot berpartisipasi dalam Festival Film di Kairo bulan lalu gara-gara sikap Wilders. Dua koran sejenis lainnya yang disebarkan gratis di stasiun kereta api, Dag dan Metro, juga tak memuat dukungan.

Koran paling berpengaruh di Belanda, NRC Handelsblaad, memuat secara beruntun mengenai Wilders dalam beberapa laporan mendalam.

Perbincangan isu Wilders di media tentu saja memancing perbincangan dari kalangan warga Belanda. Komentar pendek atau obrolan sering kali muncul di dalam kereta api, trem, ruang tunggu stasiun, halte, kafe-kafe, bahkan dalam percakapan ringan di rumah.

Jangan bayangkan, perbincangan berat tentang sikap Wilders dan Fitna, sebagian di antara mereka bahkan menganggap yang dilakukan sebagai lelucon.

Apa reaksi masyarakat terhadap Fitna dan Wilders? Tidak semua menyukai gaya sarjana hukum yang menikahi perempuan Hongaria itu serta film yang disebut-sebut menyamakan Islam dengan fasisme tersebut. Meski sisanya lebih suka tak ambil pusing dengan sikap politiknya.

Jan Pieter, pegawai bank di Amersfoort misalnya, merasa geli dengan ulah Wilders. Namun, sikapnya hanya dinilai sebagai bagian dari kebebasan berekspresi di Belanda. "Dia cukup berani mengatakan begitu. Namun tentu saja, masyarakat Belanda tidak seperti itu, tidak ada masalah dengan Islam," ujarnya.

Pendapat itu hampir sama dengan jutaan warga lainnya, termasuk kalangan muslim.

Wilders, menurut mereka, cuma satu dari banyak tokoh di kerajaan itu yang masih menghargai keberagaman. Meski kebijakan imigrasi, termasuk perkawinan campuran, diperketat, namun toleransi terhadap kehidupan Islam tetap berjalan baik. Bahkan, sejumlah sekolah muslim di kota-kota besar mulai dibangun.

Di beberapa rumah sakit dan tempat publik kini juga dilengkapi tempat ibadah, yakni kapel dan musala. "Wilders hanya mencari sensasi," umpat Anneke, salah satu aktivis perempuan asal Wageningen.

Topik Menarik