Sedikit tentang Paham Asyari yang Banyak Dianut Muslim Indonesia
SEBAGIAN besar kaum Muslimin Indonesia, jika tidak seluruhnya, adalah menganut paham Asyari di bidang akidah. Pertama, karena Islam di Indonesia beraliran Sunni, sehingga tidak menganut akidah Syiah atau Muktazilah. Kedua, karena Islam di Indonesia bermazhab Syafi'i dan seperti di mana-mana, kaum Syafi'i kebanyakan menganut akidah Asy'ari.
Ini berbeda dengan kaum Sunni bermazhab Hanafi (di Asia Daratan) yang kebanyakan menganut akidah Maturidi, dan dari kaum Sunni bermazhab Hanbali (di Arabia) yang tidak menganut Asy'ari maupun Maturidi, melainkan mempunyai aliran sendiri khas Hanbali.
Pembela paling tegas paham Sunnah (lengkapnya, Ahl Sunnah wa al-Jama'ah -- baca: "Ahlusunnah waljama'ah") di negeri kita, yaitu Nahdlatul Ulama, dalam muktamarnya di Situbondo akhir 1984 yang lalu merumuskan dan menegaskan bahwa paham Sunnah ialah paham yang dalam 'akidah menganut al-Asy'ari atau al-Maturidi.
Baca juga: Biografi Abu Hasan Al-Asy'ari, Imam Besar Ahli Sunnah Wal Jamaah
Sedangkan kelompok-kelompok lain, seperti Muhammadiyah sebagai yang pertama-tama dan terbesar, yang biasanya oleh Nahdlatul Ulama' dipandang sebagai tidak tegas berpaham Ahl al-Sunnah wa al jama'ah (namun sebenarnya dalam banyak hal malah sangat Sunni), juga masih tetap menganut al-Asy'ari dalam 'akidah, tanpa banyak mengambil alih kritik para pemikir modernis Islam seperti Muhammad Abduh, ataupun pemikir reformis seperti Ibnu Taimiyyah dan, apalagi, Muhammad ibn 'Abd-al-Wahhab, terhadap beberapa segi paham Asy'ari itu.
Lalu, siapa sejatinya paham Asy'ari itu?
Nurcholish Madjid atau Cak Nur dalam bukunya berjudul "Islam Doktrin dan Peradaban" (Yayasan Paramadina) menjelaskan jika disebut paham Asy'ari, kita maksudkan keseluruhan penjabaran simpul (akidah) atau simpul-simpul ('aqa'id) kepercayaan Islam dalam Ilmu Kalam yang bertitik tolak dari rintisan seorang tokoh besar pemikir Islam, Abu al-Hasan 'Ali al-Asy'ari. Beliau berasal dari Basrah, Iraq, yang lahir pada 260 H/873 M dan wafat pada 324 H/935 M.
Jadi dia tampil sekitar satu abad setelah Imam al-Syafi'i (wafat pada 204 H/819 M), atau setengah abad setelah al-Bukhari (wafat pada 256 H./870 M.) dan hidup beberapa belas tahun sezaman dengan pembukuan hadis yang terakhir dari tokoh yang enam, yaitu al-Tirmidzi (wafat pada 279 H/892 M).
Baca juga: Sejarah Lahirnya Aliran Muktazilah, Tokoh dan Ajarannya
Dengan kata lain, al-Asy'ari tampil pada saat-saat konsolidasi paham Sunnah di bidang hukum atau fikih, dengan pembukuan hadis yang menjadi bagian mutlaknya, telah mendekati penyelesaian. Dan penampilan al-Asy'ari membuat lengkap sudah konsolidasi paham Sunnah itu, yaitu dengan penalaran ortodoksnya di bidang keimanan atau akidah.
Penalaran al-Asy'ari disebut ortodoks karena lebih setia kepada sumber-sumber Islam sendiri seperti Kitab Allah dan Sunnah Nabi daripada penalaran kaum Muktazilah dan para Failasuf.
Meskipun mereka ini semuanya, dalam analisa terakhir, harus dipandang secara sebenarnya tetap dalam lingkaran Islam, namun, dalam pengembangan argumen-argumen bagi paham yang mereka bangun, mereka sangat banyak menggunakan bahan-bahan falsafah Yunani.
Baca juga: Ketika Ilmu Kalam Tak Lagi Menjadi Monopoli Kaum Muktazilah