Fakta Industri Otomotif RI Mandek, Ternyata Ini Penyebabnya

Fakta Industri Otomotif RI Mandek, Ternyata Ini Penyebabnya

Terkini | okezone | Jum'at, 27 September 2024 - 17:39
share

JAKARTA - Sektor industri automotif Indonesia mandek karena terkendala rantai pasok distribusi. Salah satu dampaknya adalah pembatasan distribusi dengan dalih perjanjian eksklusif (keagenan).

Sejak 2013 penjualan mobil domestik bertahan di angka 1 juta unit per tahun. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), awal tahun ini penjualan mobil secara wholesales pada Januari hingga Maret 215.069 unit. Jika dibandingkan secara year on year penurunannya mencapai 23,9.

Sementara itu, PT Astra International Tbk mencatat penjualan mobil pada Juli 2024 sebanyak 74.160 unit. Angka ini turun 0,62 dibanding bulan sebelumnya. Pada Juni, penjualan mobil mencapai 74.623 unit. Jika dibandingkan year on year, penurunan penjualan pada Juni tahun ini menurut 7,88 atau 6.344 unit dibanding Juli 2023.

Dengan melihat data tersebut, target pemerintah untuk mencapai penjualan tahunan di angka 2 juta pada 2030 terancam terhambat. Salah satu penyebabnya adalah regulasi di Indonesia yang belum mendukung, terutama untuk rantai pasok tengah.

Selama ini pemerintah fokus mendukung sektor hulu dan hilir, tapi lupa memberikan perhatian perlindungan pada dealer. Hal ini terlihat dari adanya perjanjian yang memuat klausul ekslusivitas. Klausul eksklusivitas dalam suatu perjanjian vertikal melarang investor untuk mendirikan usaha sejenis yang menjual merek berbeda.

"Kondisi itu tentu berbeda dengan praktik dahulu yang mendorong persaingan usaha sehat dan memperbolehkan pelaku usaha di bawahnya, dalam hal ini dealer, untuk bekerja sama dengan berbagai merek, kata Pengamat Persaingan Usaha Dian Parluhutan dalam keterangan, Jumat (27/9/2024).

Dosen Hukum Persaingan Usaha Universitas Pelita Harapan ini menjelaskan sifat pasar otomotif di Indonesia adalah oligopoli, yang artinya hanya ada beberapa pemain yang menguasai pasar sektor otomotif. Ia mencontohkan pengusaha asal Jepang, Korea Selatan, atau Eropa membuat penentuan pasokan barang, penetapan harga dan pelayanan jual akan ditentukan secara serempak oleh para pengusaha tersebut.

Pasar oligopoli di Indonesia, menurutnya, membuat pelaku usaha lain sulit mendapatkan kesempatan untuk eksis atau bisa mendapatkan pasar untuk merek baru di Indonesia. Fenomena tersebut terjadi karena adanya perjanjian-perjanjian eklusif (exclusive agreement) yang dilarang oleh Pasal 15 UU Nomor 5/1999 dan penyalahgunaan posisi dominan yang dilarang oleh Pasal 25. Serta kegiatan penguasaan pasar yang dilarang oleh Pasal 19 UU 5/1999.

Pasal oligopoli tercipta karena perjanjian eksklusivitas yang dipaksakan oleh pemegang merek, sehingga menutup kesempatan investor untuk mendirikan usaha lain yang menjual merek berbeda, kata Dian.

Topik Menarik