Weekend Story: Akhir Pelarian Pembunuh Gadis Penjual Gorengan, Hukuman Mati Menanti ?

Weekend Story: Akhir Pelarian Pembunuh Gadis Penjual Gorengan, Hukuman Mati Menanti ?

Terkini | inews | Minggu, 22 September 2024 - 07:02
share

JAKARTA, iNews.id - Selama 11 hari penuh ketegangan dan pencarian tanpa henti, pelarian Indra Septiarman (26 tahun), pembunuh dan pemerkosa terhadap Nia Kurnia Sari, gadis penjual gorengan, akhirnya berakhir. Indra, yang selama ini bersembunyi dari kejaran polisi dan kemarahan warga, ditemukan di loteng rumah kosong daerah Nagari Kayu Tanam, Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Kisah tragis ini bermula ketika Nia, yang sehari-hari berjualan gorengan keliling, dilaporkan hilang pada 6 September 2024. Dua hari kemudian, tubuhnya ditemukan terkubur dengan tangan terikat dan tanpa busana.

Temuan ini memicu kemarahan dan kesedihan mendalam keluarga korban dan masyarakat sekitar. Polisi bergerak cepat, menetapkan Indra sebagai tersangka utama. Indra merupakan residivis kasus pencabulan pada 2013 dan narkotika 2017.

Pencarian intensif dilakukan, menyisir berbagai lokasi hingga akhirnya, pada 19 September 2024, Indra ditemukan bersembunyi di loteng rumah kosong. Penangkapan ini tidaklah mudah dan menegangkan, warga yang geram hampir saja melampiaskan amarah mereka pada Indra saat dia diturunkan dari loteng.

Bagaimana fakta di balik kasus pembunuhan tersebut? Semoga keluarga korban mendapatkan keadilan dan pelaku mendapatkan hukuman setimpal.

Weekend Story: Akhir Pelarian Pembunuh Gadis Penjual Gorengan, Hukuman Mati Menanti ? (Foto: iNews.id).
Weekend Story: Akhir Pelarian Pembunuh Gadis Penjual Gorengan, Hukuman Mati Menanti ? (Foto: iNews.id).

Kematian Tragis Gadis Penjual Gorengan

Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono mengungkapkan, pembunuhan yang dilakukan tersangka diawali keinginan memerkosa korban, Nia Kurnia Sari.

Awalnya, kata dia tersangka bersama tiga temannya membeli gorengan yang dijual korban. Saat itu, ada keinginan memerkosa, sehingga tersangka mencegat korban di tengah jalan.

“Setelah itu, tersangka membekap korban hingga pingsan. Saat itu lah, tersangka menyeret korban ke perbukitan dan memerkosanya. Kemudian korban dikuburkan di perbukitan,” ucapnya.

Hukuman Mati Menanti ?

Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, hukuman berat bisa dikenakan karena tersangka merupakan penjahat kambuhan. Bukan hanya hukuman seumur hidup, namun kata dia bisa saja tersangka diancam dengan hukuman mati.

"Ya sangat mungkin, tergantung kekuatan alat bukti yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU)," ujar Abdul Fickar kepada iNews.id, Sabtu (21/9/2024).

Menurutnya, hukuman seberat apapun hampir tidak berpengaruh pada perbuatan seseorang karena biasanya kejahatan itu terjadi ketika puncak keinginan bertindak melawan hukum itu terjadi. 

"Jika jiwa sama sekali kosong dari nilai-nilai agama maka manusia hampir tidak ada bedanya dengan setan," ucapnya.

Dia menuturkan, seseorang terjebak menjadi penjahat kambuhan karena kurangnya aktivitas dalam mengarungi kehidupan. Konsentrasi orang itu, lanjut dia hanya pada nafsu birahinya, hampir tidak ada hal lain yang menjadi perhatian dan tanggung jawabnya.

"Melihat realitasnya seharusnya menjadi perhatian para hakim di pengadilan. Kendalanya ada hukuman maksimal yang tidak boleh dilewati tanpa pertimbangan yang cermat dan detail. Karena itu hakim punya kebebasan memutus hukuman sepanjang ada pertimbangan yang kuat mendukungnya, termasuk menjatuhkan hukuman maksimal, mati," katanya.

Situasi dan Sasaran Pelaku Kejahatan

Sementara itu, Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Ida Ruwaida Noor menjelaskan, orang yang mempunyai kelainan seksual, sehingga ketika sudah dihukum pun, belum tentu menimbulkan efek jera. Termasuk tersangka pembunuh gadis penjual gorengan itu yang merupakan residivis.

Saat bebas dari lapas, kata dia dan kembali ke masyarakat maka pertanyaannya adalah apakah ada pendampingan dalam proses reintegrasi sosial dan pengawasannya. 

"Bagaimana peran dan keterlibatan masyarakat? Ketika tidak jelas tempat tinggalnya maka seharusnya tidak dibebaskan dulu karena akan menghambat proses re-integrasi sosial dan pengawasan oleh keluarga dan masyarakat," ucapnya.

Sedangkan, korban dalam kasus ini bisa disebut sebagai pekerja anak, dinilai rawan bekerja di ruang terbuka (jalanan), apalagi perempuan, pedagang keliling, tentunya sangat berisiko. 

Menurutnya, perlu ada pembinaan dan pendampingan sehingga mereka berhati-hati dan waspada dalam melayani pembeli, termasuk tidak bersedia diajak ke tempat-tempat sepi dan rawan, meski ditawari akan diborong jualannya.  

"Masih banyak anak jalanan, pekerja anak di jalanan (dagang dll)  yang kondisinya rawan, tanpa perlindungan," katanya.

Dia mengungkapkan, pelaku kejahatan biasanya menyasar pada korban yang lemah dan di tempat yang memungkinkan. "Infonya si pelaku sudah merencanakan tindak kejahatan dan asusilanya dan mempelajari kebiasaan korban dalam berdagang," katanya.

Topik Menarik