Ini Tanggapan Pemprov Sumut soal Darurat Wabah DBD dan Malaria di Nias Selatan

Ini Tanggapan Pemprov Sumut soal Darurat Wabah DBD dan Malaria di Nias Selatan

Terkini | medan.inews.id | Kamis, 15 Agustus 2024 - 19:40
share

MEDAN, iNewsMedan.id - Pemprov Sumut merespons cepat soal darurat wabah demam berdarah dengue (DBD) dan malaria yang terjadi di Kabupaten Nias Selatan.

Pj Gubernur Sumut, Agus Fatoni, mengatakan bahwa pihaknya telah menurunkan tim untuk mengatasi wabah di Nias Selatan tersebut.

"Jadi, kami beserta Forkompimda juga sudah menurunkan tim, kita juga sudah mendata dan melakukan langkah-langkah," ujar Agus Fatoni di Aula Tengku Rizal Nurdin, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Medan, Kamis (14/8/2024).

Agus Fatoni menambahkan bahwa tim yang diturunkan bakal melakukan pendataan. Hal itu untuk dilakukan tindakan dan langkah selanjutnya.

"Nanti dari hasil pantauan ini, tapi kita tetap sambil berjalan, kita juga mengirimkan tim medis kita untuk bisa pergi kesana. Jadi kita akan tangani bersama-sama, tim sudah berangkat," ungkap Agus Fatoni.

Sementara itu, Plt Kadinkes Sumut, Basarin Yunus Tanjung, menyampaikan bahwa wabah itu terjadi mulai Maret-Agustus 2024.

"Total kasus positif Januari hingga Agustus 2024 berjumlah 705 (warga). Ketersediaan obat di dalam keadaan cukup," jelas Basarin.

Basarin mengungkapkan bahwa Dinkes Sumut juga sudah menurunkan tim untuk membantu Pemkab Nias Selatan dan Dinkes Kabupaten Nias Selatan dalam menangani wabah tersebut.

"Kendala adalah transportasi dari Pulau Simuk dan Pulau Batu ke Teluk Dalam (Kabupaten Nias Selatan)," terang Basarin.

Diberitakan sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bahwa demam berdarah dengue (DBD) dan malaria tengah mewabah di wilayah Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, sejak Januari-Juli 2024. Hal itu terungkap lewat data yang dicatat oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nias Selatan.

Dari laporan BPBD Nias Selatan, setidaknya ada tujuh kecamatan yang terdampak. Di antaranya, Pulau-Pulau Batu, Pulau-Pulau Batu Timur, Pulau-Pulau Batu Barat, Pulau-Pulau Batu Utara, Simauk, Tanah Masa dan Hibala.

"Dalam kurun waktu selama tujuh bulan tersebut, kurang lebih sudah ada 562 orang warga terjangkit. Sebanyak delapan orang meninggal dunia, dan 554 warga lainnya telah dirawat dan dinyatakan sembuh dari wabah malaria tersebut," ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, Kamis (15/8/2024).

Abdul Muhari menambahkan bahwa Pemerintah Kabupaten Nias Selatan telah menetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Non Alam Kejadian Luar Biasa Malaria dan Demam Berdarah Dengue dengan Nomor 100.3.3.2/639/2024 selama 14 hari hingga tanggal 23 Agustus 2024. Hal itu sebagai bentuk upaya penanganan darurat wabah tersebut.

"Bupati Nias Selatan juga telah membentuk Sistem Komando Penanganan Darurat Kejadian Bencana Non Alam Kejadian Luar Biasa Malaria dan Demam Berdarah yang ditetapkan melalui surat bernomor 100.3.3.2/646/2024 pada tanggal 9 Agustus 2024," ungkap Abdul Muhari.

Atas keputusan tersebut, lanjut Abdul Muhari, unsur forkopimda se-Kabupaten Nias Selatan rutin melaksanakan upaya penilaian dan kaji cepat di lokasi-lokasi yang menjadi zona merah wabah dua penyakit tersebut.

"BPBD Kabupaten Nias Selatan terus berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk melakukan langkah-langkah strategis dan terintegrasi," jelas Abdul Muhari.

Di samping itu, ungkap Abdul Muhari, Dinas Kesehatan juga telah menerbitkan status kejadian luar biasa dan melaksanakan penanganan pasien melalui pusat-pusat pelayanan kesehatan.

"Di sisi lain, pemerintah kecamatan bersama muspida tak henti menggencarkan gotong royong pembersihan lingkungan sebagai bentuk mitigasi dan antisipatif," ucap Abdul Muhari.

Abdul Muhari menjelaskan bahwa wabah penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan anopheles itu masih mengintai sebagian besar masyarakat Nias Selatan hingga saat ini.

Kasus wabah yang masuk dalam kategori bencana non alam sesuai UU Nomor 24 tahun 2007 itu sebenarnya juga menjadi ancaman di wilayah lain di Tanah Air.

Sebagai negara tropis, Indonesia menyumbangkan kasus malaria terbanyak kedua di Asia, setelah India. Indonesia mencatat estimasi 811.636 kasus positif pada 2021, sebagaimana menurut data Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes)

Indonesia merupakan salah satu dari sembilan negara endemik malaria di wilayah Asia Tenggara yang menyumbang sekitar 2 dari beban negara malaria secara global.

Kemenkes menunjukkan, pada 2023 sebanyak 389 kabupaten/kota telah melakukan eliminasi malaria sesuai target. Pada 2030 mendatang, seluruh wilayah Indonesia ditargetkan telah bebas kasus malaria.

Tren pemeriksaan kasus malaria mengalami kenaikan pada 2023 dengan 3.464.862 pemeriksaan dibandingkan 3.358.447 pemeriksaan pada 2022. Di sisi lain, angka positif malaria sebenarnya mengalami penurunan pada 2023 dengan 418.546 kasus dibandingkan pada 2022 dengan 443.530.

Meski mengalami peningkatan pemeriksaan dan penurunan kasus positif, target nasional Positivity Rate (PR) malaria <5 masih belum tercapai. Capaian nasional pada 2023 masih sebesar 12,08.

"Melihat dari data tersebut, pemerintah terus mendorong kepada masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan dengan membersihkan lingkungan secara rutin, mengurangi populasi nyamuk dengan menebarkan ikan sebagai predator jentik nyamuk dan menghindari gigitan nyamuk dengan tidur menggunakan kelambu atau obat anti nyamuk," terang Abdul Muhari.

Topik Menarik